5.5 Dampak Pemekaran Kabupaten Mamasa Terhadap Aparatur Daerah
Salah satu hal yang menjadi motor penggerak pelayanan publik adalah aparatur pemerintah daerah, yang dalam kuantitas maupun kualitasnya sangat
menentukan arah pembangunan di daerah, terlebih lagi karena 70 persen aparatur berada di pemerintahan kabupatenkota. Kualitas dan produktivitas menjadi
sangat penting. Dalam penelitian ini hanya akan membahas tentang bagaimana kualitas aparatur daerah di daerah pemekaran dengan melihat jumlah pegawai
negeri sipil dari segi tingkat pendidikannya.
5.5.1 Kuantitas Aparatur Daerah
Selama periode 2005-2008, jumlah aparatur di Kab. Polewali Mandar rata- rata lebih besar dibandingkan jumlah aparatur di Kab. Mamasa, dimana rata-rata
jumlah aparatur di Kab. Polewali Mandar sebesar 5.926 sedangkan di Kab. Mamasa sebesar 1.579. Selisih tersebut terjadi karena jumlah aparatur yang
direkrut di awal pembentukan di Kab. Mamasa biasanya sangat terbatas, yang otomatis direkrut biasanya aparatur yang sebelumnya telah bekerja di wilayah-
wilayah tersebut seperti guru, camat, lurah dan stafnya. Mekanisme pembagian aparat kabupaten induk kepada DOB tidak diatur
secara khusus. Proses penempatan pembagian aparatur lebih disesuaikan dengan keinginan aparatur sendiri untuk melakukan perpindahan mutasi.
Terdapat dua motif besar yakni i peningkatan posisi dan jabatan di kabupaten DOB, yang pada akhirnya berimplikasi terhadap kesejahteraan aparatur, dan ii
hubungan sosial yang cukup erat antara aparatur dengan DOB dalam konteks tempat tinggal maupun daerah asal, sehingga terbuka peluang untuk membangun
daerah tersebut. Seperti dibahas sebelumnya, pendidikan aparatur menggambarkan kualitas
aparatur yang pada akhirnya berpengaruh pada perbaikan kebijakan maupun pelaksanaan program-program pemerintah daerah. Sebagai indikator, digunakan
persentase aparatur dengan pendidikan minimal S1 sarjana. Apabila komposisi jumlah aparatur berpendidikan minimal sarjana meningkat, maka diasumsikan
semakin baik pula kualitas aparatur yang ada di pemerintah daerah.
Kalau dikaitkan dengan fakta maka seharusnya daerah otonom baru dengan status ekonomi yang lebih rendah, seharusnya mendapatkan aparatur
daerah yang lebih baik atau setara dengan induknya. Tetapi aparatur di daerah induk memiliki akses yang lebih baik untuk meningkatkan pendidikannya.
Kemampuan ekonomi dan akses ke fasilitas pendidikan yang lebih baik di daerah induknya memungkinkan aparatur di daerah induknya untuk meningkatkan
pendidikannya. Pada Gambar 38 terlihat bahwa jumlah persentase pegawai negeri sipil
yang berpendidikan S1 di Kab. Polewali Mandar mengalami peningkatan dimana pada tahun 2005 sebesar 33 persen meningkat menjadi 40 persen di tahun 2008,
hal ini bertolakbelakang dengan persentase pegawai negeri sipil di Kab. Mamasa di mana pada tahun 2005 sebesar 42 persen menurun menjadi 27 persen pada
tahun 2008.
Sumber: Kab. Mamasa dan Polewali Mandar dalam angka
Gambar 38 Persentase jumlah PNS S1 tahun 2005-2008 di Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa
Dari Laju pertumbuhan persentase jumlah PNS S1, terlihat pada Gambar 39 bahwa laju pertumbuhan di Kab. Mamasa meningkat tetapi dibandingkan
dengan induknya masih lebih baik Kab. Polewali Mandar.
5 10
15 20
25 30
35 40
45
2005 2006
2007 2008
P e
rs e
n ta
se J
u ml
a h
P N
S S
1
POLEWALI MANDAR MAMASA
Sumber: Kab. Mamasa dan Polewali Mandar dalam angka
Gambar 39 Laju Pertumbuhan Persentase Jumlah PNS S1 Tahun 2005-2008 di Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa
Dari informasi diatas dapat disimpulkan bahwa secara kualitas pegawai negeri sipil di Kab. Polewali Mandar jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
kualitas pegawai negeri sipil di Kab. Mamasa.
5.5.2 Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap