d. Pengeluaran Perkapita Riil
Pengeluaran perkapita riil merupakan gambaran pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Terlihat pada Tabel 16 menunjukkan tingkat
pengeluaran perkapita riil Kabupaten Mamasa pada tahun 2004 sebesar 603.000 rupiah lebih rendah jika dibandingkan Kabupaten Polewali Mandar
sebesar 604.000 rupiah tetapi pada tahun 2008 tingkat pengeluaran perkapita riil Kabupaten Mamasa sebesar 629.190 rupiah lebih tinggi dibandingkan Kabupaten
Polewali Mandar sebesar 624.770 rupiah ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat di Kabupaten Mamasa pada tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan
dengan Kabupaten Polewali Mandar. Tabel 16. Pengeluaran Perkapita Riil Kabupaten Polewali Mandar dan
Kabupaten Mamasa ribu rupiah Kabupaten
Pengeluaran Perkapita Riil 2004
2005 2006
2007 2008
Polewali Mandar
604,00 615,40
618,50 619,30
624,77 Mamasa
603,90 618,00
621,19 623,60
629,19
Sumber: BPS Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa
5.2.7 Analisis Regresi Peubah Dummy: Model Pengaruh Pemekaran
Wilayah Terhadap PDRB Non Migas
Dari hasil analisis regresi peubah dummy untuk pengaruh PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk, interaksi PAD dengan dummy wilayah, interaksi
belanja langsung dengan dummy wilayah serta interaksi Jumlah penduduk dengan dummy wilayah terhadap peningkatan PDRB Non Migas dengan dummy wilayah
yakni daerah induk yakni Kab. Polewali Mandar 0 dan daerah otonom baru yakni Kab. Mamasa 1, dari persamaan regresi dengan peubah dummy diperoleh
model Ln PDRB = 34,130 + 0,106 LnPAD + 0,104 LnBL + 0,128 LnJP – 0,005 LnPADDummy – 0,005 LnBLDummy – 0,012 LnJPDummy – 0,138 Dummy.
1. Uji kesesuaian Model
Sebelum data tersebut diregresikan terlebih dahulu antara tiap peubah dikorelasikan untuk menghidari terjadinya korelasi yang sangat tinggi antar satu
peubah, setelah antar peubah di kolerasikan ternyata diperoleh peubah yang punya korelasi yang tinggi yakni PAD dengan Jumlah Penduduk dan korelasi yang
tinggi antara Dummy wilayah dengan PAD serta Dummy wilayah dengan jumlah penduduk, hal ini mengindikasi terjadinya moltikolinearitas.
Dari hasil estimasi menunjukkan R-square R
2
2. Evaluasi Model
atau koefisien determinasi sebesar 0,98 persen artinya bahwa 98 persen keragaman tingkat PDRB Non Migas
dapat dijelaskan oleh variabel bebas PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk, interaksi antara PAD dengan Dummy, interaksi Belanja Langsung
dengan Dummy, interaksi Jumlah Penduduk dengan Dummy dan Dummy wilayahnya sendiri sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
Untuk uji signifikansi tiap variabel dengan taraf nyata persen. Pada taraf
nyata persen tidak ada satupun koefisien regresi yang signifikan dimana
nilai p lebih besar dari persen serta total VIF lebih besar dari 10, hal ini
mengindikasi bahwa terdapat multikolinearitas dalam model persamaan regresi.
Untuk menghilangkan multilkolinearitas pada model tersebut maka digunakan analisis principal component. Dari analisis principal component yang
dilakukan diperoleh eigenvalue, yang merupakan nilai varian komponen utama. Dari output eigenvalue untuk komponen utama pertama PC1 adalah 6,0511,
eigenvalue dari komponen utama mewakili 80 persen dari seluruh variabilitas, ini berarti apabila tujuh variabel PAD, Belanja Langsung, Jumlah Penduduk,
interaksi PAD dengan Dummy, interaksi Belanja Langsung dengan Dummy, interaksi Jumlah Penduduk dengan Dummy dan Dummy wilayahnya sendiri
direduksi menjadi satu variabel, maka variabel baru dapat menjelaskan 86 persen dari total variabilitas keempat variabel.
Hasil regresi antara PDRB terhadap satu variabel yang merupakan hasil reduksi tujuh peubah bebas diperoleh hasil uji signifikansi dengan uji-t dengan
taraf nyata persen menunjukkan nilai statistik probabilitas t statistik yakni
nilai p = 0,000 lebih kecil dari persen, hal ini menunjukkan bahwa semua
peubah bebas PAD, Belanja Langsung, Jumlah Penduduk, Interaksi PAD terhadap Dummy, Interaksi Belanja Langsung terhadap Dummy, Interaksi Jumlah
Penduduk dengan Dummy dan Dummy berpengaruh nyata terhadap PDRB, hal ini mengindikasi bahwa tidak ada lagi multikolinearitas dalam model persamaan
regresi. Dari output persamaan regresi diperoleh DW 0,78 artinya karena nilai DW mendekati 2 maka dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi.
Analisis signifikansi koefisien parsial baku regresi komponen utama disajikan pada Tabel 17 yang memperlihatkan bahwa Ln PAD, Ln Belanja
Langsung, Ln Jumlah Penduduk, serta Dummy pemekaran nyata secara statistik pada taraf nyata
. Tabel. 17. Analisis signifikansi koefisien regresi parsial
Simpangan Baku Koefisien
t Keterangan
hitung
Ln PAD 0,00591
0,10602 17,94548
signifikan Ln BL
0,00431 0,10406
24,11740 signifikan
Ln JP 0,00668
0,12896 19,28296
signifikan Ln PADDummy
0,00664 -0,00549
-0,82773 tidak signifikan
Ln BLDummy 0,00665
-0,00515 -0,77399
tidak signifikan Ln JPDummy
0,00667 -0,01183
-1,77354 tidak signifikan
Dummy 0,00667
-0,13856 -20,76950
signifikan
Data: diolah 2011
Interpretasi
Berdasarkan hasil persamaan regresi dengan peubah dummy, variabel- variabel yang signifikan pada taraf nyata alpha 0,05 yaitu PAD, Belanja
Langsung, Jumlah penduduk dan Dummy daerah pemekaran, hal ini mengindikasi bahwa peningkatan PAD, belanja langsung, dan jumlah penduduk dapat
meningkatkan PDRB Non Migas. PAD memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dimana
nilai dari t
hitung
sebesar 17,945 lebih besar daripada nilai t
tabel
yakni sebesar 2,776. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan PAD sebesar satu rupiah mampu
meningkatkan PDRB Non Migas sebesar 0,106 rupiah dimana faktor lain dianggap tetap atau ceteris paribus. Peningkatan pembangunan di suatu di daerah
dapat dilihat dari sejauh mana kemampuan pemerintah daerah dalam memanfaatkan sumber-sumber pendapatan yang di wilayah tersebut, karena
semakin meningkatnya pendapatan asli daerah menambah sumber pembiayaan pembangunan yang mana peruntukkan dapat digunakan untuk perbaikan
infrastruktur mampu mendorong berjalannya kegiatan ekonomi di wilayah tersebut sehingga peningkatan nilai PDRB juga meningkat.
Belanja langsung memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dimana nilai dari t
hitung
sebesar 24,117 lebih besar daripada nilai t
tabel
Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung, termasuk
anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi
pembangunan dan segaian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Perbelanjaan-perbelanjaan tersebut akan meningkatkan
pengeluaran agregat dan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, maka PDRB Non Migas juga meningkat.
yakni sebesar 2,776, hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan belanja langsung
sebesar satu rupiah mampu meningkatkan PDRB non migas sebesar 0,104 rupiah dimana faktor lain dianggap tetap atau ceteris paribus. Pelaksanaan pembangunan
daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan segenap unsur lapisan masyarakat.
Jumlah Penduduk memiliki pengaruh yang signifikansi pada taraf nyata 5 persen dimana nilai dari t
hitung
sebesar 19,283 lebih besar daripada nilai t
tabel
yakni sebesar 2,776. Hal ini mengindikasi bahwa peningkatan jumlah penduduk sebesar
1 orang mampu meningkatkan PDRB Non Migas sebesar 0,128 rupiah, dimana faktor lain dianggap tetap atau ceteris paribus, hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Adam Smith yakni dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan
tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan
mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu
masalah, melainkan sebagai unsur penting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga peningkatan jumlah penduduk sebagai pelaku
kegiatan ekonomi mampu meningkatkan kegiatan ekonomi di suatu wilayah sehingga PDRB Non Migas mengalami peningkatan.
Dari interaksi dummy pemekaran terhadap PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk diperoleh tidak satupun yang signifikan ini menunjukkan
bahwa pengaruh PAD, Belanja Langsung dan Jumlah Penduduk yang diinteraksikan dengan dummy daerah pemekaran tidak berpengaruh terhadap
PDRB Non Migas. Variabel dummy daerah pemekaran Kab. Mamasa daerah otonom baru dan Kab. Polewali Mandar daerah induk berpengaruh signifikan
pada taraf nyata 5 persen, dimana t
hitung
sebesar -20,770 lebih besar daripada nilai t
tabel
yakni sebesar 2,776 karena koefisien Dummy negatif sebesar -0,138 artinya pengaruh pememkaran wilayah terhadap pembangunan ekonomi PDRB Non
Migas di Kab. Polewali Mandar lebih besar dibandingkan dengan Kab. Mamasa.
5.2.8 Dampak Pemekaran Terhadap Pembangunan Ekonomi Berdasarkan Persepsi Stakeholder di Kab. Mamasa
Untuk mengetahui dampak pemekaran wilayah terhadap pembangunan ekonomi digunakan data primer untuk mengetahui persepsi pemangku
kepentingan yang ada di Kab. Mamasa tentang perubahan pembangunan ekonomi sebelum dan setelah terbentuknya Kab. Mamasa. Persepsi stakeholder diperoleh
dari legislatif, eksekutif dan masyarakat dimana hal mendasar yang ingin diketahui perubahannya yakni dari aspek pendapatan daerah, pendapatan asli
daerah, peluang usaha informal, pertumbuhan ekonomi dan jasa, adanya lapangan kerja baru, pendapatan masyarakat serta program pengentasan kemiskinan.
Dari persepsi masyarakat, legislatif dan ekskutif diperoleh bahwa kondisi pembangunan ekonomi sebelum dan setelah terbentuknya Kab. Mamasa
mengalami perubahan lebih baik, ini dilihat dari perbedaan kondisi sebelum dan setelah yang positif pada semua aspek yang dikaji Tabel 18.
Pendapatan daerah menurut persepsi masyarakat, eksekutif dan legislatif meningkat, dimana perubahan sebelum dan setelah berdasarkan persepsi
masyarakat lebih rendah dibandingkan persepsi eksekutif dan legislatif ini menunjukkan bahwa perubahan pendapatan daerah sebelum dan setelah
pemekaran belum mengalami peningkatan yang cukup baik. Jika diihat dari
pendapatan asli daerah berdasarkan persepsi masyarakat, eksekutif dan legislatif mengalami peningkatan tetapi persepsi masyarakat sama besarnya dengan
persepsi legislatif dan lebih besar dibandingkan persepsi eksekutif ini menunjukkan perubahan pendapatan daerah sebelum dan setelah terbentuknya
Kab. Mamasa mengalami peningkatan yang cukup baik. Terjadinya peningkatan pendapatan daerah sangat dipengaruhi oleh adanya
dana alokasi dari pusat dimana sebelum terbentuknya Kab. Mamasa alokasi dana tersebut sangat kecil. Pendapatan asli daerah juga mengalami peningkatan
walaupun masih relatif kecil, hal ini disebabkan karena kegiatan ekonomi yang mulai berjalan dengan baik disebabkan perbaikan infrastruktur jalan, peningkatan
jasa transportasi, pembangunan pasar selain itu disebabkan kemampuan pemda di dalam mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak dan retribusi daerah.
Terbentuknya Kab. Mamasa mampu menciptakan kegiatan ekonomi yang lebih baik dibandingkan sebelumnya walaupun peningkatan dari pertumbuhan
ekonomi masih relatif rendah ini dilihat dari persepsi masyarakat tentang perubahan pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah terbentuknya Kab. Mamasa
yang lebih rendah dibandingkan persepsi eksekutif dan legislatif.
Tabel 18 Persepsi stakeholder Mengenai perubahan sebelum dan sesudah Pemekaran Wilayah Terhadap Pembangunan Ekonomi
No Pembangunan Ekonomi
Masyarakat Legislatif Eksekutif 1
Pendapatan Daerah 1,5
1,7 2,3
2 Pendapatan Asli Daerah
1,3 1,3
1,0 3
Peluang Usaha Informal 0,9
1,7 1,7
4 Pertumbuhan Ekonomi dan Jasa
1,7 2,0
2,0 5
Adanya Lapangan Kerja Baru 0,8
2,0 1,7
6 Pendapatan Masyarakat
1,2 1,7
1,3 7
Program Pengentasan Kemiskinan 1,1
1,7 1,3
Sumber data: Data Primer
Lapangan kerja baru dan peluang usaha formal seiring terbentuknya Kab. Mamasa mengalami peningkatan hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya
peluang kerja seperti menjadi PNS dimana penerimaan PNS cukup tinggi di awal terbentuknya Kab. Mamasa selain itu dari sektor informal juga mengalami
peningkatan ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai pedagang, tukang ojeg, jasa bengkel dan lain-lain sehingga mata pencarian
masyarakat tidak hanya pada sektor pertanian. Ditinjau dari persepsi pemangku kepentingan di Kab. Mamasa menilai bahwa lapangan kerja dan peluang usaha
informal peningkatannya masih rendah, hal ini diperoleh dari perubahan persepsi lapangan kerja dan peluang usaha formal sebelum dan setelah terbentuknya Kab.
Mamasa dimana persepsi masyarakat lebih rendah dibandingkan persepsi eksekutif dan legislatif, begitupun untuk pendapatan masyarakat dan program
pengentasan kemiskinan yang mengalami peningkatan tetapi peningkatannya masih rendah.
Pembahasan
PDRB Kab. Polewali Mandar sebelum terbentuknya Kab. Mamasa mengalami peningkatan tetapi laju pertumbuhan mengalami penurunan hal ini
mengindikasikan bahwa di Kab. Polewali Mandar aktivitas perekonomian yang terjadi di periode waktu tersebut belum berjalan dengan baik. Pemekaran wilayah
telah memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan struktur ekonomi. Setelah pemekaran wilayah, yakni terbentuknya Kab. Mamasa
pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Selain jumlah PDRB setiap tahunnya meningkat, laju pertumbuhan pun cenderung meningkat baik, hal tejadi baik di
Kab. Polewali Mandar maupun Kab. Mamasa. Struktur ekonomi di Kab. Mamasa dan Kab. Polewali Mandar mengalami
peningkatan ini dilihat dari peningkatan nilai PDRB dan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik. Peningkatan struktur ekonomi di Kab. Mamasa cukup terasa
karena pembangunan ekonomi sebelum terbentuk menjadi kabupaten sangat memprihatinkan ini ditandai dengan akses jalan yang kurang baik, pasar yang
terbatas jumlahnya, alat transportasi yang kurang sehingga aliran barang dari Kab. Mamasa keluar atau sebaliknya terhambat. Setelah pemekaran walaupun masih
terbatas segala fasilitas yang tersedia setidaknya sudah mampu meningkatkan kegiatan ekonomi dan aliran barang dari Kab. Mamasa atau sebaliknya menjadi
baik. Nilai PDRB Kab. Mamasa lebih rendah dibandingkan nilai PDRB Kab.
Polewali Mandar demikian halnya Laju pertumbuhan PDRB Kab. Mamasa juga di
bawah laju pertumbuhan PDRB Kab. Polewali Mandar walaupun di tahun 2008 laju pertumbuhan Kab. Mamasa lebih tinggi tetapi trend laju pertumbuhan PDRB
di Kab. Mamasa fluktuatif sedangkan di Kab. Polewali Mandar cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
Kontribusi sektor pembentuk PDRB yakni kondisi sebelum dan setelah terbentuknya Kabupaten Mamasa menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor
perdagangan, restoran dan hotel dan sektor jasa adalah sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB di Kab. Polewali Mandar dan Kab.
Mamasa sedangkan sektor yang lain masih kecil kontribusinya. Dalam perkembangannya di Kab. Polewali Mandar sektor perdagangan restoran dan
hotel mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan di Kabupaten Mamasa hal disebabkan oleh infrastruktur seperti alat transportasi dan jalan raya
yang mendukung perekonomian wilayah di Kab. Polewali Mandar cukup baik dibandingkan di Kab. Mamasa. Berkembangnya suatu wilayah dapat dilihat dari
kontribusi sektor industri yang mengalami peningkatan, setelah terbentuknya Kab. Mamasa peningkatan sektor ini di Kab. Polewali Mandar maupun di Kab.
Mamasa masih rendah. Tingkat perkembangan struktur ekonomi ditinjau dari nilai IDE
menunjukkan bahwa IDE Kab. Polewali Mandar lebih baik dibandingkan IDE Kab. Mamasa sehingga perkembangan ekonomi di Kab. Polewali Mandar lebih
berkembang dibandingkan Kab. Mamasa. Jika dilihat laju pertumbuhan IDE terlihat perkembangan IDE Kab. Polewali Mandar lebih stabil peningkatannya
sedangkan Kab. Mamasa meningkat tetapi fluktuatif, hal ini mengindikasi bahwa perkembangan di Kab. Polewali Mandar lebih berkembang dibandingkan Kab.
Mamasa. Dari PDRB perkapita diketahui bahwa pendapatan perkapita di Kab.
Mamasa lebih besar dibandingkan Kab. Polewali Mandar. Jika dilihat dari faktor pembentuk dari PDRB perkapita dapat disimpulkan bahwa besarnya jumlah
penduduk di Kab. Polewali Mandar menyebabkan PDRB Perkapitanya lebih rendah dibandingkan Kab. Mamasa tetapi dari perkembangan PDRB perkapita
diperoleh bahwa perkembangan PDRB perkapita Kab. Polewali Mandar lebih baik dibandingkan Kab. Mamasa.
Jika dilihat dari jumlah penduduk miskin diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Kab. Mamasa lebih rendah dibandingkan dengan Kab.
Polewali Mandar, begitupun dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk. Hal mengindikasi bahwa pembentukan Kab. Mamasa telah mampu menurunkan
jumlah penduduk miskin di daerah tersebut. Terbentuknya Kab. Mamasa telah mampu memberikan perbaikan dalam hal kegiatan ekonomi serta penciptaan
lapangan kerja baik formal maupun informal di daerah tersebut. Tingginya nilai IPM mengindikasi bahwa perhatian pemerintah terhadap
pembangunan manusia cukup baik. Jika ditinjau dari indeks pembangunan manusia IPM diperoleh hasil bahwa IPM di Kabupaten Mamasa lebih besar
dibandingkan di Kabupaten Polewali Mandar, ini dapat diketahui dari indikator angka harapan hidup, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita rill di
Kabupaten Mamasa lebih baik dibandingkan di Kabupaten Polewali Mandar kecuali rata-rata lama sekolah. Dari laju IPM menunjukkan bahwa perkembangan
IPM di Kab. Polewali Mandar dibandingkan dengan Kab. Mamasa relatif sama. Secara umum pemekaran wilayah telah berdampak positif terhadap
peningkatan pembangunan ekonomi Kab. Mamasa. Hal ini disebabkan terbentuknya menjadi kabupaten menciptakan perbaikan di segala bidang
pembangunan diantaranya perbaikan kegiatan ekonomi, ini di dukung oleh teredianya infrastruktur seperti sarana dan prasarana transportasi, kesehatan,
pendidikan maupun pasar yang yang semakin baik setelah terbentuknya Kabupaten Mamasa.
Dari persepsi stakeholder di Kab. Mamasa diperoleh dari berbagai aspek pembangunan ekonomi yang diamati menurut legislatif, eksekutif dan masyarakat
menyatakan bahwa pemekaran wilayah telah mampu memberikan perubahan terhadap pembangunan ekonomi di Kab. Mamasa tetapi perubahan yang di
rasakan oleh stakeholder masih kecil disebabkan karena sebelum terbentuk
menjadi kabupaten segala fasilitas yang mendukung kegiatan pembangunan
ekonomi di Kab. Mamasa belum tersedia.
Jika dibandingkan kondisi sebelum dan setelah terbentuknya Kab. Mamasa pembangunan ekonomi mengalami peningkatan tetapi dari segi
perbandingan dengan Kab. Polewali Mandar terutama mengenai perkembangan setelah menjadi kabupaten ternyata perkembangan di Kab. Polewali Mandar lebih
baik dibandingkan dengan Kab. Mamasa. Perkembangan Kabupaten Mamasa yang relatif kecil menunjukkan rendahnya aktivitas perekonomian. Beberapa hal
yang dapat menjadi penyebab. Diantaranya, pertama yaitu pembagian sumber- sumber perekonomian antara daerah Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Polewali
Mandar tidak merata. Daerah Kabupaten Polewali Mandar mendominasi pembagian sumberdaya produktif. Kedua, investasi swasta di Kabupaten Mamasa
juga relatif kecil sehingga lima tahun terakhir tidak banyak perubahan yang cukup signifikan untuk mendongkrak perekonomian daerah. Ketiga, perekonomian di
Kabupaten Mamasa belum digerakkan secara optimal oleh pemerintah daerah, baik karena kurang efektifnya program-program yang dijalankan maupun karena
alokasi anggaran pemerintah yang belum menunjukkan hasilnya. Dari penjelasan diatas mengisyaratkan bahwa pembangunan ekonomi di
Kab. Mamasa jika dibandingkan dengan Kab. Polewali Mandar diperoleh bahwa pembangunan ekonomi di daerah otonom baru masih relatif kecil sehingga
Pemekaran wilayah di Kab. Mamasa tidak menghasilkan daerah yang setara dengan daerah induknya.
5.3 Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Kapasitas Fiskal