pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah terhadap restoran sebesar 10. Dengan demikian besar potensi pajak restoran yang bersangkutan pertahun dapat
diperoleh. Untuk mengetahui pajak restoran dapat dilihat pada Tabel 33 berikut. Tabel. 33 Perhitungan Estimasi Potensi Pajak Restoran
Nama Rumah Makan Target Pajak yang harus
dibayarkan Rp. pertahun
Potensi Pajak Rumah Makan
Rp. Pertahun R.M. Bismillah
120.000 540.000
R.M. Sajojo 600.000
1.620.000 R.M. Akram
600.000 2.916.000
R.M. Padang 1.000.000
1.296.000
Sumber data: Dinas Pendapatan Daerah diolah
Dari hasil potensi pajak restoranrumah makan diatas, RM. Bismillah ditargetkan pemerintah sebesar Rp. 120.000 per tahun jadi target yang ditetapkan
oleh pemerintah tersebut hanya sebesar 22 persen dari potensi pajak yang seharusnya dibayarkan, untuk R.M. Sajojo ditargetkan pemerintah pajaknya
sebesar Rp. 600.000 per tahun hanya 37 persen dari potensi pajak yang seharusnya dibayarkan sedangkan R.M Akram ditargetkan pemerintah pajaknya
sebesar Rp. 600.000 per tahun hanya 20 persen dari potensi pajak yang seharusnya dibayarkan dan R.M Padang ditargetkan pemerintah sebesar Rp.
1000.000 per tahun hanya sebesar 77 persen dari potensi pajak yang seharusnya dibayarkan.
Dari hasil perhitungan pajak restoranrumah makan, R.M. Bismillah yang memiliki potensi pajak sebesar Rp. 540.000 per tahun, untuk R.M. Sajojo yang
memiliki potensi pajak sebesar Rp. 1.620.000 per tahun sedangkan R.M. Akram yang memiliki potensi pajak sebesar Rp. 2.196.000 per tahun dan R.M Padang
yang memiliki potensi pajak sebesar Rp. 1.296.000 per tahun. Temuan ini menunjukkan bahwa selama ini target yang ditetapkan oleh pemerintah di bawah
potensi yang sebenarnya terlampau rendah.
5.3.6 Pembahasan
Pemekaran wilayah cenderung berdampak positif terhadap pertumbuhan kapasitas fiskal daerah. Ini bisa dilihat dari meningkatnya nilai pendapatan daerah
setiap tahunnya. Meningkatnya nilai kapasitas fiskal daerah karena meningkatnya penerimaan dari sumber-sumber pendapatan daerah.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dengan meningkatkan
kemampuan daerah dalam membiayai pemerintahannya, hal tersebut dapat diukur dari nilai PAD. Sejak tahun 2004-2009 laju pertumbuhan PAD di Kabupaten
Mamasa meningkat tetapi jumlah kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah masih rendah yakni di tahun 2002 sebesar 1 miliar rupiah rupiah menjadi 5 miliar
rupiah rupiah di tahun 2009. Jika dibandingkan dengan Kabupaten Polewali Mandar walaupun kontribusi PAD sangat rendah tetapi jumlah PAD lebih besar
dibandingkan di Kabupaten Mamasa yakni sebesar 21 miliar rupiah rupiah di tahun 2009, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan Kab. mamasa dalam
meningkatkan PAD masih rendah. Jika dilihat perkembangannya diketahui bahwa laju pertumbuhan PAD di
Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa fluktuatif dan cenderung mengalami penurunan dari perkembangan dari tahun ke tahun hingga tahun 2009
menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PAD di Kab. Polewali Mandar sebesar 26,19 persen sedangkan di Kab. Mamasa mengalami penurunan hingga -41,91
persen. Otonomi daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengelola
keuangannya sendiri, sehingga diharapkan nilai PAD dapat ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pusat, namun pada kenyataannya kontribusi
PAD terhadap pendapatan daerah masih rendah. Ketergantungan Kab. Mamasa terhadap dana perimbangan, ini ditandai
proporsi dana perimbangan yang cukup besar dalam pendapatan daerah Kab. Mamasa walaupun kondisi yang sama terjadi di Kab. Polewali Mandar tetapi di
Kab. Mamasa perkembangan proporsi dana perimbangan terus mengalami penurunan. Komponen dana perimbangan terbesar dalam pendapatan daerah
yakni DAU di ikuti oleh DAK, dan sebahagian besar pendapatan daerah bersumber dari dana tersebut. Lain-lain pendapatan yang sah cenderung menurun
dari tahun ke tahun.
DBH merupakan dana perimbangan yang strategis bagi daerah-daerah yang memiliki sumber-sumber penerimaan pusat di daerahnya. Besarnya DBH
menunjukkan potensi daerah yang ada di wilayah tersebut. Jika dibandingkan DBH di Kab. Polewali Mandar Jauh lebih besar dibandingkan Kab. Mamasa dan
Laju pertumbuhan DBH dari tahun 2005-2008 walaupun mengalami penurunan tetapi DBH di Kab. Polewali Mandar dengan Laju pertumbuhan sebesar 1,76 pada
tahun 2009 lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan DBH di Kab. Mamasa yakni sebesar 0,91 pada tahun yang sama hal ini menunjukkan bahwa potensi
daerah di Kab. Polewali Mandar lebih baik dibandingkan Kab. Mamasa. Prioritas belanjapengeluaran pemerintah Kab. Mamasa dan Kab. Polewali
Mandar berbeda, karena sebagai daerah otonom baru, Kab. Mamasa masih melakukan perbaikan, di awal terbentuknya proporsi belanja langsung tentunya
cukup besar dibandingkan belanja tidak langsung walaupun perbandingannya sangat kecil sedangkan di Kab. Polewali Mandar prioritas belanjapengeluaran
untuk belanja tidak langsung jauh lebih besar dibandingkan belanja tidak langsung. Laju Belanja Daerah diketahui bahwa untuk laju belanja langsung
untuk Kab. Polewali Mandar menunjukkan trend mengalami peningkatan sedangkan Kab. Mamasa menunjukkan trend penurunan laju belanja langsung.
Perkembangan kapasitas fiskal daerah yang belum berkembang, dapat dilihat pada nilai IDE pendapatan daerah Kabupaten Mamasa. Meskipun
menunjukkan peningkatan, namun tetap kurang dari 1. Ini menunjukkan pemekaran wilayah belum memberikan dampak positif pada perkembangan
kapasitas fiskal daerah. Kondisi yang sama juga terjadi pada Kabupaten Polewali Mandar nilai IDE pendapatan daerah juga di bawah 1 mengindikasi bahwa
kapasitas fiskal di daerah tersebut belum berkembang. Dari laju IDE pendapatan daerah diperoleh bahwa di Kab. Polewali Mandar lebih stabil peningkatannya
sedangkan Kab. Mamasa meningkat tetapi fluktuatif. Jika dilihat pada tahun 2009 laju IDE pendapatan daerah di Kab. Polewali Mandar sebesar 80 persen
sedangkan Kab. Mamasa hanya 6 persen. Dari pengaruh pemekaran wilayah terhadap kemampuan fiskal untuk
daerah Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa diperoleh bahwa pengaruh
dampak pemekaran wilayah untuk Kab. Polewali Mandar lebih besar dibandingkan Kab. Mamasa.
Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajak daerah, ada dua cara yang bisa ditempuh. Pertama, intensifikasi pemungutan yang dilakukan dengan
meningkatkan penerimaan dan mengintesifkan kegiatan pemungutan terhadap jenis pajak yang telah ada. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan
mengadakan pendataan obyek dan subyek pajak, sehingga potensi yang ada dapat direalisasikan secara optimal. Kedua, ekstensifikasi, yaitu upaya meningkatkan
PAD dengan cara menggali sumber-sumber pungutan baru yang cukup potensial yaitu menggali sumber baru terhadap jenis pungutan yang telah ada dengan cara
perluasan obyek atas suatu jenis pajak dan menggali sumber yang memang baru sama sekali, artinya jenis pajak itu belum pernah dipungut.
Intensifikasi pemungutan pajak yang dilakukan dengan tujuan agar diperoleh penghitungan potensi pajak yang sebenarnya maka diperoleh estimasi
potensi Pajak Hotel dan Restoran yang masih rendah dan masih memungkinkan untuk ditingkatkan sehingga diperoleh hasil penerimaan pajak yang lebih besar.
Estimasi potensi Pajak Hotel dari empat hotel yang dijadikan sampel diperoleh ada dua hotel yakni Losmen Mini dan Hotel Mamasa Cottage yang masih bisa
ditingkatkan artinya estimasi potensi pajaknya lebih tinggi dari jumlah pajak yang selama ini dibayarkan sedangkan dua hotel yang lain yakni Hotel Mamasa Indah
dan Hotel Mamasa Cottage estimasi potensi pajaknya lebih rendah dari jumlah pajak yang dibayarkan.
Potensi Pajak Restoran yang dihitung dengan menggunakan empat sampel, diperoleh hasil bahwa jumlah pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak atau pihak
restoranrumah makan masih lebih rendah dibandikan dengan estimasi potensi pajak yang diperoleh sehingga penerimaan pajak dari Restoranrumah makan
masih bisa ditingkatkan. Hal terpenting yang perlu diperhatikan dari hasil penghitungan potensi
pajak bahwa pendekatan intensifikasi sebaiknya didukung oleh pendekatan ekstensifikasi pemungutan yakni perlunya peranan pemerintah baik itu pemerintah
daerah Kabupaten dan Provinsi untuk memperbaiki segala infrastruktrur yang
mendukung perekonomian di Kab. Mamasa seperti jalan raya sebagai mobilisasi barang dan masyarakat sehingga perbaikan jalan mampu mendorong arus
transportasi yang semakin lancar dan diharapkan dapat meningkatkan alat transportasi yang masih sangat terbatas jumlahnya yang merupakan salah satu
penyebab tingginya inflasi di Kab. Mamasa. Dari uraian diatas diperoleh kesimpulan bahwa pemekaran wilayah telah
mampu meningkatkan kemampuan fiskal Kab. Mamasa tetapi jika dibandingkan dengan induknya Kemampuan fiskal Kab. Mamasa masih lebih rendah
dibandingkan dengan Kab. Polewali Mandar.
5.4 Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pelayanan Publik
Salah satu tujuan utama dilakukannya pembentukan daerah otonom baru adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Aspek utama yang menjadi
fokus untuk mengetahui dampak pemekaran terhadap pelayanan publik dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan dari segi pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur setelah terbentuknya Kabupaten Mamasa.
5.4.1 Pendidikan
Sektor pendidikan merupakan bagian penting dalam pelayanan publik. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN 2004-2009
disebutkan, permasalahan bidang pendidikan di Indonesia antara lain mencakup: fasilitas pelayanan pendidikan, khususnya untuk jenjang pendidikan menengah
pertama dan yang lebih tinggi yang belum tersedia secara merata; serta ketersediaan pendidik yang belum memadai, baik secara kuantitas maupun
kualitas. Pemekaran daerah memungkinkan pemerintah memperbaiki pemerataan fasilitas pendidikan, baik di tingkat dasar maupun lanjutan, serta menyediakan
lebih banyak tenaga pendidik yang memadai melalui peran pemerintah daerah. Rentang kendali yang lebih pendek dan alokasi fiskal yang lebih merata
seyogyanya menjadi modal dasar bagi peningkatan pelayanan bidang pendidikan di setiap daerah, khususnya daerah pemekaran.