1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan sekolah. Sebagai unsur yang bertanggungjawab
terhadap keberhasilan pendidikan, sekolah sebagai lembaga formal memiliki tugas untuk melaksanakan pendidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat. berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berlakunya otonomi daerah, menurut UU No. 22 Tahun 2000 yang
sejalan dengan reformasi dan demokratisasi pendidikan yang sedang bergulir, pemerintah telah bertekat bulat untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan
yang bertumpu pada pemberdayaan sekolah di semua jenjang pendidikan. Kewenangan pengelolaan pendidikan sebagian besar diserahkan kepada
pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan yang selanjutnya disebut otonomi pendidikan. Otonomi pendidikan di tingkat
daerah yang selanjutnya pada tingkat sekolah, diberikan hak otonom untuk mengelola pendidikan sekolahnya sendiri. Adanya suatu asumsi yang
mengatakan, bahwa rendahnya mutu sekolah dipengaruhi oleh kurang baiknya
2
mutu manajemen pendidikan dan kebijakan pendidikan, dengan berlakunya otonomi tersebut terjadi pergeseran manajemen sekolah yang semula bersifat
sentralistik menjadi desentralistik, maka daerah pada umumnya dan tingkat satuan pendidikan khususnya terdorong untuk melakukan reorientasi manajemen
sekolah dari manajemen pendidikan berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah MBS.
Seiring dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP sebagai kemasan kurikulum tahun 2006, yang memberikan otoritas
kepada sekolah untuk menyusun dan meramu kurikulum yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kondisi sekolah yang menggambarkan
karakterisitik daerah dimana sekolah berada. Hal tersebut merupakan bentuk pencerahan, perkembangan dan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya,
sehingga sekolah semakin dapat mewujudkan keinginannya untuk meningkatkan kemampuan, kekayaan, dan potensinya dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu
berbagai kiat, cara, dan strategi dilakukan demi terwujudnya keoptimalan pembelajaran dengan melibatkan unsur-unsur di dalamnya sehingga akan dapat
meningkatkan mutu dan prestasi pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat. Strategi yang diciptakan dan dilakukan oleh sekolah dalam pelaksanaan
proses pembelajaran merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh sekolah guna meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran agar
memberikan nuansa dan paradigma penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang dapat menimbulkan ketertarikan dan kesenangan siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan dengan maksud dan tujuan agar semua
3
unsur pendidikan terutama tenaga pendidik guru dapat memusatkan perhatian dan konsentrasinya terhadap upaya yang optimal dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran. Salah satu strategi atau model yang diterapkan dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran di SMP Negeri 3
Semarang, adalah menggunakan model ”Kelas Berjalan”. Model kelas berjalan yang diterapkan di sekolah tersebut dirasa lebih
efektif dan efisien di dalam proses pembelajaran, karena setiap mata pelajaran memiliki ruangkelas dengan guru pengampunya yang selalu berada di dalam
ruangan, serta adanya otoritas guru untuk menentukan, mengatur, dan menyelenggarakan kegiatan dengan segala kelebihan dan kekurangan sarana dan
prasarana yang disediakan di dalam ruang yang bersangkutan, sehingga proses pembelajaran akan lebih optimal dapat memberdayakan kemampuan siswa dan
guru itu sendiri. Otoritas guru yang terkait dengan pembelajaran dengan model Kelas berjalan, diantaranya adalah:
1.1.1 Tugas pokok, yang meliputi: 1 menyusun perencanaan pembelajaran,
pengembangan silabus, RPP, rencana evaluasi, dan rencana pengayaan dan remedial, 2 pelaksanaan pembelajaran strategi, pemberdayaan
siswa, peranan guru, dan peranan orang tua siswa, 3 cara melakukan evaluasi atau penilaian objek, waktu, dan sarana
1.1.2 Pengembangan, yang meliputi: 1 menentukan kebutuhan dan peralatan
pembelajaran yang diperlukan di dalam ruang, 2 mengatur penempatan dan pemanfataan peralatanmedia dalam pembelajaran, 3 bertanggung
jawab atas keutuhan dan keselamatan ruang dan kekayaannya.
4
Dari seluruh mata pelajaran yang melaksanakan pembelajaran dengan model kelas berjalan, ada salah satu mata pelajaran yang gurunya melaksanakan
dan menggunakan otoritas dalam melaksanakan tugas pembelajarannya, yaitu mata pelajaran ”Bahasa Indonesia”. Seperti dijelaskan oleh kepala sekolah pada
saat ditemui penulis yang diantaranya menjelaskan, bahwa dengan model kelas berjalan, guru diberikan dan akan memiliki otoritas berupa kewenangan untuk
mengatur dan menciptakan suasana ruang mata pelajaran yang mampu mencerminkan karakteristik mata pelajarannya.
Dari hasil pengamatan, kebiasaan yang terjadi di ruang mata pelajaran Bahasa Indonesia tampak berbeda dengan ruang mata pelajaran lainnya,
misalnya: 1 terjadinya kesibukan yang berbeda-beda dari siswa dalam melakukan kegiatan pada saat jam istirahat, yaitu siswa melakukan kegiatan
sesuai dengan kesiapan waktu dan materi yang berdasarkan pada kebutuhan penuntasannya, misalnya: berpidato, membaca puisi, melaporkan hasil kajian
pustaka, dan lain-lain, 2 keakraban siswa terhadap guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, yaitu terjadinya komunikasi interaktif guru dalam memberikan
pelayanan terhadap siswa, misalnya: konsultasi, melaporkan tugas rumah, dan lain-lain, 3 terpasangnya jadwal pelayanan di luar jam pelajaran, yaitu untuk
mengatur dan melayani siswa yang akan melakukan kegiatan di luar jam pelajaran untuk menghindari banyaknya siswa dalam waktu yang bersamaan
akan melakukan kegiatan, 4 disediakannya buku kunjungan bagi siswa, yaitu untuk mengetahui kondisi banyaknya siswa yang melakukan kegiatan di luar jam
pelajaran atas dasar sukarela atau kemauannya sendiri, 5 difungsikannya ruang
5
mata pelajaran selain sebagai ruang pembelajaran juga berfungsi sebagai laboratorium dan perpustakaan dengan koleksi buku referensi yang relatif
banyak, 6 penataan dan formasi meja yang sering ada perubahanpergantian yang dapat menggambarkan bahwa ruangan ini tercipta suasana yang berbeda-
beda antara kegiatan satu dengan kegiatan yang lain. Berdasarkan gambaran mengenai keadaan tersebut di atas, dan
mengingat keterbatasan penulis, maka penulis melakukan penelitian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, dengan memperhatikan dua faktor, yakni: faktor
teknis dan faktor non teknis. Faktor teknis antara lain: 1 pembelajaran pada mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki keunikan dan kelebihan dari mata
pelajaran lainnya, 2 guru mata pelajaran tersebut tampak menggunakan dan memanfaatkan otoritas dalam melaksanakan tugas profesinya, 3 suasana ruang
dan perlengkapannya tampak berbeda dan relatif lebih banyak dibanding dengan ruang lainnya, 4 guru pengampu bahasa Indonesia dipandang menguasai
tentang pembelajaran model kelas berjalan. Sedangkan faktor non teknis, antara lain: 1 adanya kesanggupan untuk memberikan keterangan yang diperlukan
selama penelitian, 2 adanya keterlibatan langsung dalam kegiatan pembelajaran, 3 adanya kesanggupan untuk tidak menyembunyikan data atau
keterangan yang diperlukan dalam penelitan, 4 guru tersebut telah lama dan mengetahuimenguasai model dan mekanisme kelas berjalan.
Berangkat dari alasan dan pertimbangan di atas, penulis melakukan penelitian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk mengetahui tentang
manajemen yang diterapkan di dalam proses pembelajaran tersebut, yang akan
6
mengungkap data dan keterangan secara rinci tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian, dan tindak lanjut dalam satu proses
pembelajarannya.
1.2 Identifikasi Masalah