221 menginterpretasikan, dan bagaimana kita merespons terhadap
interpretasi ini” Walsh, 1989: 160, dalam DuBois Miley, 2005: 151. Apabila kita yakin kita adalah korban dari situasi
kita yang tidak memiliki jalan keluar, kita dapat menerima asumsi yang membatasi diri sendiri ini sebagai kebenaran. Ini
mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa tidak ada yang kita dapat lakukan untuk membantu diri kita sendiri.
Lingkaran setan yang sama terjadi apabila keyakinan- keyakinan kita melakukan tindakan yang menyalahkan,
merendahkan, dan mendehumanisasikan orang lain. Sistem keyakinan mendorong suatu pengaruh yang sangat kuat
bagaimana kita memproses informasi.
4. Menyalahkan korban
Pada masyarakat kontemporer, menyalahkan korban ialah suatu ideologi yang lebih menekankan sebab-sebab
lingkungan daripada yang memandang korban sebagai rendah, rusaks ecara genetic, atau tidak sesuai secara moral sejak lahir
Ryan, 1975, dalam DuBois Miley, 2005: 151. Walaupun interpretasi baru ini mempertimbangkan pengaruh-penagruh
lingkungan, para ilmuwan sosial dan politisi liberal yang simpatetik menjelaskan bahwa kekuatan-kekuatan
lingkunganlah yang menyebabkan manusia merasa rendah. Dengan demikian, walaupun apabila manusia
mempertimbangkan lingkungan sosial kemiskinan, mereka menyalahkan korban karena status mereka yang rendah.
Walaupun masalah-masalah dan stigma sosial yang ditimbulkannya berasal dari kekuatan-kekuatan eksternal,
orang mengaitkan sebab-sebabnya dengan kekurangan yang ada pada korban. Sebagai contoh, para agen perubahan sosial
menyalahkan penagruh-pengaruh lingkungan dari kemiskinan, ketidakadilan, dan diskriminasi, dan namun mereka secara
ironis mengarahkan usaha-usaha mereka pada pengubahan korban. Ryan menyimpulkan bahwa teori ini “ ialah suatu
ideologi yang brilian untuk membenarkan suatu bentuk yang mengekalkan aksi sosial yang dirancang untuk mengubah
korban masyarakat, bukan masyarakat sebagaimana yang diharapkan untuk berubah” Ryan, 1976: 8, dalam DuBois
Miley, 2005: 151. Pergantian ideologi mengubah fokus dari mereformasi masyarakat menjadi mereformasi korban,
semuanya berbaju humanitarian “yang melakukan kebaikan.”
Di unduh dari : Bukupaket.com
222
5. Keyakinan-keyakinan akan dunia yang adil
Para pakar psikologi selanjutnya menganjurkan bahwa keyakiann-keyakinan akan suatu dunia yang adil
mengesahkan sikap yang menyalahkan korban. Penelitian menunjukkan banyak orang yakin bahwa ada suatu korelasi
yang positif antara harga dan nasib individu, yaitu suatu hubungan antara kebaikan dan hadiah Rubin Peplau, 1975,
dalam DuBois Miley, 2005: 152. Kesamaannya, mereka sama-sama memahami suatu relasi antara kejahatan dan
penderitaan. Ketika manusia melihat penderitaan, mereka sering menyimpulkan bahwa penderitaan itu ialah suatu ilusi,
yang terlalu dibesar-besarkan, atau bahwa korban itu sendri yang harus disalahkan. Yang menarik ialah, penderitaan
cenderung dilihat sebagai “adil” ketika orang yang menarik kesimpulan ini bukanlah orang yang sedang menderita itu.
Janis dan Rodin 1980 menghipotesiskan bahwa hampir setiap orang harus yakin bahwa manusia benar-benar
mendapatkan apa yang ia berhak mendapatkannya.
Kajian-kajian membuktikan bahwa keyakinan akan suatu dunia yang adil berkaitan dengan kecenderungan untuk
menghinakan para korban ketidakadilan social, khususnya kaum perempuan, kaum Kulit Hitam, dan kaum miskin
Lerner, 1965; Lerner Simmons, 1966, dalam DuBois Miley, 2005: 152. Pada serangkaian kajian yang dilakukan
di Inggris, menunjukkan ada hubungan yang signifikan secara statistik antara skor pada keyakinan akan suatu dunia yang
adil dengan skor yang berkaitan dengan penghinaan terhadap para korban termasuk siap-sikap negatif terhadap kaum
miskin Wagstaff, 1983, dalam DuBois Miley, 2005: 152. Penelitian itu memperlihatkan bahwa keyakinan akan suatu
dunia yang adil berkorelasi negatif dengan derajat aktivisme sosial: Semakin kuat memegang keyakinan-keyakinan akan
suatu dunia yang adil diramalkan semakin rendah derajat aktivisme sosial. Keyakinan akan suatu dunia yang adil
nampaknya menyumbang bagi “memburuknya ketidakadilan sosial” Rubin Peplau, 1975: 83, dalam DuBois Miley,
2005: 152.
6. Aspek-aspek perilaku dari diskriminasi