Obyektivitas Penglibatan emosi secara terkendali

195 Pekerja sosial tidak menghakimi orang lain sebagai baik atau buruk, berharga atau tidak berharga. Akan tetapi, pekerja sosial melakukan penilaian-penilaian atau keputusan- keputusan profesional setiap hari tentang pendekatan- pendekatan alternatif dan solusi-solusi yang tepat. Karena pandangan yang tidak menghakimi adalah penting sepanjang proses pemberian bantuan, sikap ini sangat penting khususnya pada tahap-ahap permulaan. Kesan pertama sangat menentukan. Dan kesan pertama memiliki suatu efek yang lama, dan kesan itu bertindak sebagai layar melalui mana manusia menyaring interaksi-interaksi berikutnya. Sikap- sikap tidak menghakimi selama kontak awal menentukan tahap bagi perkembangan selanjutnya, relasi kerja yang efektif. Pandangan yang tidak menghakimi ialah suatu prinsip yang harus diterapkan secara universal, namun demikian bias pribadi praktisioner dapat mempengaruhi. Pekerja sosial harus menyadari di dalam dirinya keadaan-keadaan yang memicu sikap menghakimi dan menyalahkan itu. Standard profesional mewajibkan pekerja sosial untuk menghadapi nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan pribadi yang dapat mengakibatkan efek merusak terhadap interaksi dengan klien.

5. Obyektivitas

Prinsip praktek obyekivitas, atau menguji situasi-situasi tanpa bias, berkaitan sangat erat dengan pandangan yang tidak menghakimi. Agar obyektif, pekerja sosial menghindari masuknya perasaan-perasaan dan prasangka-prasangka buruk pribadinya ke dalam relasinya dengan klien. Suatu penilaian yang sangat pribadi atau tidak masuk akal mempengaruhi asesmen praktisioner tentang klien dan situasinya. Penilaian yang miring dapat menyebabkan pekerja sosial menseleksi atau mendorong suatu hasil dengan mengabaikan yang lain secara tidak semestinya. Pengalaman-pengalaman pendidikan praktisioner, pemahaman akan dunia sosial, pengalaman- pengalaman kehidupan, keyakinan-keyakinan, keberagaman posisi-posisi istimewa, nilai-nilai, dan keadaan-keadaan fisik semuanya mempengaruhi obyektivitas pekerja sosial.

6. Penglibatan emosi secara terkendali

Di unduh dari : Bukupaket.com 196 Pekerja sosial yang mengendalikan keterlibatan emosionalnya dengan klien memperoleh perspektif dari pemahamannya akan perilaku manusia, mencari arah bagi relasi dari ujuan umum profesi pekerjaan sosial, dan merespons perasaan- perasaan klien secara sensitif Biestek, 1957. Respons emosional yang tidak terkendalikan beragam mulai dari kurangnya investasi pada diri klien hingga suatu overidentifikasi dengan pandangan-pandangan klien. Pekerja sosial yang kurang investasi menjauhkan dirinya dari klien dan gagal mengurus klien dan situasinya. Pekerja sosial yang obyektif secara dingin berurusan dengan klien sebagai obyek yaitu manusia yang dikaji, dimanipulasi, atau dibuat berubah Keith-Lucas, 1972. Ketidakterikatan profesional sering menyebabkan klien mundur dari usaha bantuan dengan pekerja sosial secara prematur. Ini juga dapat memberikan tanda kepada klien bahwa pekerja sosial kurang peduli, dan ini dapat menambahkan lapisan kepada perasaan-perasaan kecewa, tidak berharga, dan kemarahan klien Overidentifikasi dengan klien berarti bahwa pekerja sosial tidak dapat membedakan tanggung jawabnya sendiri dari tanggung jawab klien untuk mengatasi masalah-masalah atau bahwa pekerja sosial bingung akan perspektifnya sendiri dengan situasi klien. Overidentifikasi menghambat obyektivitas dan netralitas. Pekerja sosial dapat melakukan overidentifikasi dengan klien ketika ia melihat klien sebagai sosok yang sangat serupa atau sangat berbeda dari dirinya sendiri. Ada bahaya apabila terlalu banyak kesamaan. Pemberian bantuan dapat terjadi pada mulanya; akan tetapi, “tidak ada seorang pemberi bantuan yang lebih berbahaya daripada seseorang yang telah memecahkan suatu masalah secara berhasil, mengambil keuntungan dari usaha itu, lalu melupakan kesulitan apa yang ia alami untuk mengatasinya” Keith-Lucas, 1972: 60. Ketika situasi klien nampaknya sangat menyedihkan, menghancurkan, atau suram, amal perbuatan baik dapat melampaui penilaian profesional. Atau ketika klien nampak menjijikkan atau masalahnya sangat sulit dipercaya atau menyimpang, barangkali sulit untuk mengendalikan sikap menghakimi. Di unduh dari : Bukupaket.com 197 Belajar mengendalikan respons emosional berkembang seiring dengan pengalaman praktek yang berkelanjutan. “Subyektivitas berkurang seiring dengan pengalaman … Ini adalah suatu proses penguatan yang tidak masuk akal. Ini adalah suatu proses yang lembut dimana pengetahuan dan penerimaan akan perbedaan-perbedaan di antara manusia, termasuk diri kita sendiri, dan keamanan atas tujuan-tujuan profesional kita serta cadangan kemampuan-kemampuan untuk menenangkan dan melembutkan respons emosional kita” Perlman, 1957: 83. Pekerja sosial mencapai penglibatan emosional yang terkendali melalui pengungkapan rasa empatinya. Ia dapat merasakan orang lain yaitu ia merasa dan merespons perasaan-perasaan orang lain. “Empati ialah kemampuan untuk menyelesaikan suatu kalimat klien. Walaupun menjadi empatik tidak menyelesaikan kalimat itu” Book, 1988: 423, dalam DuBois Miley, 2005: 130. Empati ialah antitesis dari menyalahkan; empati ialah balsem yang menyembuhkan karena disalahkan. Empati merupakan suatu dinamika yang berbeda dari baik simpati ataupun belas kasihan. Apabila respons pekerja sosial diwarnai oleh belas kasihan, sistem klien akan termiskinkan dan tidak ada jalan untuk menemukan solusi yang konstruktif. Belas kasihan merusak prinsip penentuan nasib sendiri, karena klien yang merasa dikasihani sering menyimpulkan bahwa ia tidak mampu bekerja mencapai perubahan. Apabila respons pekerja sosial diwarnai oleh simpati, ini mencerminkan “perasaan menyukai” sistem klien atau menyamakan diri dengan klien, dan gagal mengindividualisasikan keunikan klien. Pekerja sosial yang efektif memelihara suatu keseimbangan antara menerima klien dan menghadapi perilaku-perilaku yang tidak tepat. Empati ialah suatu :”tindakan mencintai imajinasi” yang memberdayakan klien untuk bekerja mencapai tujuan-tujuan dan membuat rencana-rencana perubahan tanpa membebaskannya dari tanggung jawab atas tindakan- tindakannya Keith-Lucas, 1972.

7. Penentuan nasib sendiri