236 kelompok desa yang kuat dari negara asal kaum imigran itu
Marty, 1986, dalam DuBois Miley, 2005: 182. Pada para imigran Polandia, seperti pada banyak kelompok etnis
lainnya, agama memberikan struiktur social yang akrab dalam kehidupan baru mereka di Amerika Serikat.
Agama memainkan peran yang sangat penting bagi kaum minoritas etnis. Dihukum karena agamanya, kaum Yahudi
mempertahankan suatu rasa identitas budaya dan agama di tengah-tengah anti-semitisme sepanjang sejarah. Bagi
banyak kelompok-kelompok etnis, agama ialah suatu tempat untuk memperoleh dukungan dalam masyarakat yang baru
Cnaan, Wineburg, Boddie, 1999, dalam DuBois Miley, 2005: 182.
Secara historis, gereja kaum Kulit Hitam memberikan kebutuhan-kebutuhan sosial dan psikologis kepada anggota-
anggotanya, memberikan “harapan akan suatu hari yang lebih baik” dan memberikan suatu rasa memiliki. Studi-
studi empirik menunjukkan bahwa keterlibatan agama merupakan peramal yang kuat terhadap harga diri di
kalangan kaum Kulit Hitam Amerika Hughes Demo, 1989, dalam DuBois Miley, 2005: 182. Pengalaman
gereja kaum Kulit Hitam di Amerika Serikat memperlihatkan kekuatan yang dimiliki oleh agama dalam
membentuk masyarakat. Ketika malam kelam dari perbudakan berakhir, gereja memberikan struktur
masuarakat, seperti yang banyak dilakukan di Eropa setelah kejatuhan Kerajaan Roma. Dr. Marthin Luther King, Jr.,
ialah seorang produk dari suatu masyarakat dimana agama merasuk setiap aspek kehidupan. King dan pengikutnya
tidak dapat memisahkan aspek-aspek etis dan politis dari gerakan hak-hak azasi manusia dari gerakan teologi.
2. Agama di dalam masyarakat
Keyakinan-keyakinan bersama dan pengalaman-pengalaman yang sama merupakan landasan bagi suatu masyarakat.
Masyarakat agama memelihara dan menyebarluaskan keyakinan-keyakinan, simbol-simbol, ritual-ritual, dan
bacaan-bacaan yang dianggap sangat penting. Keyakinan- keyakinan dan tradisi-tradisi bersama mengarah kepada
suatu kekayaan norma-norma budaya di dalam smasyarakat
Di unduh dari : Bukupaket.com
237 agama yang memperhatikan antara lain makanan, hari libur
agama, seni, musik, poliik, dan pekawinan.
Orang-orang di dalam suatu masyarakat agama memiliki kebiasaan-kebiasaan, cerita-cerita, dan kosakata-kosakata
yang sama. Sebagai contoh, suatu kebiasaan orang Haiti melampaui sentralitas ahli kebatinan di dalam kebudayaan
ini, cerita eksodus keluar dari tanah perhambaan ialah formatif bagi kaum Yahudi dan Kristen Kulit Hitam, dan
norma-norma tradisi agama tertentu mempengaruhi kata-kata yang dipilih untuk berdoa. Oleh karena itu kata-kata klien
dapat mengandung makna-makna atau keinginan-keinginan umum dan pribadi yang tidak dimiliki oleh pekerja sosial.
Sebagai contoh, apabila seorang klien mulai berbicara tentang setan, pekerja social harus mempelajari apa arti kata
setan itu bagi klien, daripada menyimpulkan apa yang klien katakan atas dasar pandangan pribadi pekerja sosial.
Selanjutnya, di dalam dunia kita yang pluralistik, beberapa orang mendukung pengajaran-pengajaran masyarakat
imannya sendiri, namun tetap memegang keyakinan- keyakinan pribadi yang sangat berbeda dari imannya atau
bahkan bertentangan dengannya. Sekali lagi, pekerja sosial harus mempelajari makna-makna pribadi dari istilah-istilah
keagamaan.
3. Agama dan spiritualitas
Spiritualitas ialah “pengalaman umum manusia yang mengembangkan suatu makna, tujuan, dan moralitas”
Canda, 1989: 39, dalam DuBois Miley, 2005: 182. Sebaliknya, suatu agama yang terorganisasikan mencakup
keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek formal yang diselengagarkan secara umum dengan orang lain.
Keyakinan-keyakinan keagamaan sering muncul di dalam suatu aliran keagamaan tertentu dan dapat meliputi afiliasi
dengan suatu organisasi keagamaan seperti gereja, sinagoge, atau masjid. Akan tetapi, sementara agama formal dan
spiritualitas berkaitan, keduanya juga merupakan fenomena yang berbeda. Orang-orang dapat dan benar-benar
mengajukan pertanyaan-pertanyaan spiritual atau pertanyaan-pertanyaan tentang makna dalam kehidupan
mereka di luar bidang agama yang terorganisasikan.
Di unduh dari : Bukupaket.com
238 Pakar teologi protestan dan filusuf Paul Tillich 1959, dalam
DuBois Miley, 2005: 182 mengajukan suatu konsep tentang agama yang mencakup pluralisme agama-agama dan
spiritualitas agnostika. Tillich yakin bahwa agama adalah lebih sebagai dimensi kedalaman di dalam semua fungsi-
fungsi kehidupan daripada suatu fungsi khusus dari kehidupan spiritual seseorang. Ia menggunakan gaya bahasa
metafora kedalaman untuk mengartikan bahwa “aspek keagamaan menunjukkan mana yang akhir, pasti dan tidak
bersyarat di dalam kehidupan spiritual seseorang. Agama, di dalam arti kata yang paling besar dan paling dasar, ialah
persoalan akhir.”
Pertanyaan-pertanyaan spiritual yang fundamental antara lain ialah tentang makna dan tujuan kehidupan, pemahaman
akan kematian di dalam konteks kehidupan, dan bagaimana kita sebaiknya bertindak. Jawaban kita terhadap
pertanayaan-pertanyaan spiritual ini mempengaruhi apakah kita merasa penuh pengharapan atau putus asa, menentukan
arah yang kita ambil ketika kita mencapai titik balik di dalam kehidupan kita, menembus relasi kita dengan orang
lain, menginformasikan pilihan-pilihan moral kita, dan mengaitkan kita dengan semua aspek kemanusiaan.
Spiritualitas membentuk bagaimana kita memandang diri kita sendiri dan orang lain, bagaimana kita memahami
dilema, dan bagaimana kita mendefinisikan solusi-solusi yang ada. Spiritualitas mendefinisikan rasa tanggung jawab,
kesalahan, dan kewajiban kita kepada orang lain, dan interpretasi tentang keadilan sosial.
4. Implikasi keberagaman keagamaan