resources. CBE lahir dari strategi pengembangan masyarakat dengan menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat kemampuan organisasi
masyarakat rurallokal. Konsep CBE mempunyai prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai tool
of community development bagi masyarakat lokal, Muallisin 2007 yakni: a. Mengakui, mendukung dan mempromosikan pariwisata yang dimiliki
masyarakat, b. Melibatkan anggota masyarakat sejak awal pada setiap aspek
c. Mempromosikan kebanggaan masyarakat d. Meningkatkan kualitas hidup
e. Menjamin keberlanjutan lingkungan f. Memelihara karakter dan budaya lokal yang unik
g. Membantu mengembangkan cross-cultural learning h. Menghormati perbedaan-perbedaan kultural dan kehormatan manusia
i. Mendistribusikan keuntungan secara adil di antara anggota masyarakat j. Menyumbang presentase yang ditentukan bagi income proyek masyarakat
Dalam pengembangan CBE, WTO 2004 dan INDECON 2008 menjabarkan menjadi beberapa kriteria yang dapat dilakukan pembobotan karena
masing-masing kriteria dan subkriteria memiliki dampak dan tingkat kepentingan yang berbeda dan akan berubah berdasarkan waktu. Masing-masing kriteria
penilaian dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2001 selanjutnya dilakukan nilai peringkat skor dan hasil penilaian dari pengembangan CBE
dapat dilakukan analisis spasial.
2.6. Partisipasi Masyarakat Lokal
Masyarakat sebagai salah satu unsur penting dibutuhkan keterlibatannya secara langsung dalam penataan kawasan wisata. Proses keterlibatan masyarakat
tergantung dari potensi dan kemampuan yang ada. Suwantoro 1997 menyatakan, masyarakat di sekitar objek dan daya tarik wisata berperan penting tidak hanya
dalam proses pelaksanaan wisata secara langsung tetapi juga dalam pengelolaan kawasan wisata tersebut nantinya. Peran masyarakat dibutuhkan dalam
memberikan layanan yang berkualitas bagi wisatawan dan menjaga kelestarian lingkungan sekitar agar wisata dapat terus berjalan, oleh karena itu penting untuk
menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang sadar wisata. Masyarakat sadar wisata adalah masyarakat yang mengetahui dan
menyadari apa yang dikerjakan dan juga masalah-masalah yang dihadapi untuk membangun dunia pariwisata nasional. Dengan adanya kesadaran ini maka akan
berkembang pemahaman dan pengertian yang proporsional di antara berbagai pihak yang pada gilirannya akan mendorong masyarakat untuk mau berperan
serta dalam pembangunan Suwantoro 1997. Ife dan Frank 2008 mengemukakan beberapa keadaan atau kondisi
seseorang akan berpartisipasi yaitu: 1 Jika kegiatan tersebut penting bagi orang tersebut.
2 Seseorang merasa bahwa tindakan yang akan dilakukan membuat suatu perubahan.
3 Seseorang merasa diakui dan dihargai. 4 Terdapat kesempatan untuk berpartisipasi.
Partisipasi masyarakat dapat berupa peran serta aktif maupun peran serta pasif. Peran serta aktif dilaksanakan secara langsung, secara sadar ikut membantu
program pemerintah dengan inisiatif dan kreasi mau melibatkan diri dalam kegiatan pengusahaan pariwisata alam atau melalui pembinaan rasa ikut memiliki
di kalangan masyarakat. Peran pasif adalah timbulnya kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak
lingkungan alam. Dalam peran serta pasif tersebut masyarakat cenderung sekedar melaksanakan perintah dan mendukung terpeliharanya konservasi sumberdaya
alam. Upaya peningkatan peran serta pasif dapat dilakukan melalui penyuluhan maupun dialog dengan aparat pemerintah, penyebaran informasi mengenai
pentingnya upaya pelestarian sumberdaya alam di sekitar kawasan objek wisata alam yang juga mempunyai dampak positif terhadap perekonomian Suwantoro
1997.
Beberapa kriteria dalam kegiatan pelibatan masyarakat adalah : 1. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses
perencanaan dan pengembangan ekowisata. 2. Membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk
mendapatkan keuntungan dan peran aktif dalam kegiatan ekowisata. 3. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk
melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.
4. Meningkatkan keterampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang menunjang pengembangan wisata.
5. Mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat kebocoran pendapatan leakage serendah-rendahnya.
6. Meningkatkan pendapatan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pariwisata memacu perkembangan pariwisata
ke arah yang lebih baik. Partisipasi tersebut dapat berupa keikutsertaan secara sosial budaya dan ekonomi. Keikutsertaan secara sosial budaya tidak hanya
menjadi atraksi wisata, akan tetapi kesediaan masyarakat dalam menerima kegiatan wisata yang akan menyatu dalam kehidupannya. Keikutsertaan secara
ekonomi ialah keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan perekonomian, baik yang terkait langsung dengan wisata maupun yang tidak terkait secara langsung dengan
wisata. Kegiatan perekonomian wisata menopang perekonomian kawasan wisata dan memiliki posisi penting dalam wisata, sedangkan kegiatan perekomonian non
wisata merupakan kegiatan pendukung perekonomian di kawasan wisata. Suwantoro 1997 menyebutkan, partisipasi masyarakat sekitar kawasan
objek wisata dapat berbentuk usaha dagang atau pelayanan jasa, baik di dalam maupun di luar kawasan objek wisata, antara lain:
· Jasa penginapan homestay · Penyediaanusaha warung makan dan minuman
· Penyediaantoko souvenircinderamata dari daerah tersebut · Jasa pemandupenunjuk jalan
· Fotografi
· Menjadi pegawai perusahaanpengusahaan wisata alam, dan lain-lain Salah satu sebab terjadinya gangguan terhadap kawasan objek wisata alam
adalah kurangnya kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan perekonomian masyarakat sekitar kawasan objek wisata. Oleh karena itu, kegiatan usaha
masyarakat diharapkan akan dapat menciptakan suasana rasa ikut memiliki tempat mata pencahariantempat usaha yang pada akhirnya akan mendorong masyarakat
untuk ikut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pengelolaan berbasis masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda dengan ko-manajemen maupun
pengelolaan berbasis negara.
Tabel 1 Karakteristik Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Karakteristik Berbasis Masyarakat
Penerapan Spasial Lokasi spesifik kecil
Pihak otoritas utama Struktur pengambilan keputusan lokal dan
penduduk lokal Pihak bertanggung jawab
Komunal; badan pengambilan keputusan lokal Tingkat partisipasi
Tinggi pada tataran lokal Durasi kegiatan
Proses awal cepat; proses pengambilan keputusan lambat
Keluwesan pengelolaan Daya penyesuaian tinggi; sensitif dan cepat
tanggap terhadap perubahan kondisi lingkungan lokal
Investasi finansial dan sumberdaya manusia Menggunakan sumberdaya manusia lokal;
pengeluaran finansial moderat sampai rendah; anggaran fleksibel
Kelangsungan usaha Jangka pendek, bila tanpa dukungan eksternal
yang berkelanjutan Orientasi prosedural
Berfokus pada dampak jangka pendek; didisain hanya untuk lokasi-lokasi spesifik;
sanksi moral Orientasi aspek legal
Kontrol sumberdaya secara de facto; hak properti komunal atau properti swasta
Orientasi resolusi konflik Salah satu pihak ada yang dikalahkan;
akomodatif, kompetisi, kekuatan politik; sanksi hukum lokal
Tujuan akhir Revitalisasi atau mempertahankan status-quo
penguasaan sumberdaya lokal; demokratisasi politik pengelolaan sumberdaya tingkat lokal
Sumber informasi pengelolaan Pengetahuan lokal
Sumber : Komite PPA-MFP, Yayasan WWF-Indonesia 2006 diacu dalam Ristiyanti 2008
Karakteristik yang mendasar dari ekowisata berbasis masyarakat adalah bahwa kualitas sumberdaya alam dan kebudayaan setempat terjaga dan jika
memungkinkan ditingkatkan oleh pengunjung Denman 2001. Sudiyono 2008 menjelaskan pembangunanpengembangan ekowisata
dituntut untuk memberdayakan masyarakat desa, dengan menyeimbangkan nilai- nilai lingkungan dan budaya setempat. Keuntungan dari wisata harus dinikmati
oleh masyarakat, dan masyarakat turut berpartisipasi sebagai pelaku, sehingga kemitraan dengan antar pihak perlu dibangundifasilitasi seperti tour operator,
pemandu dan pemasarannya. Model pengembangan pariwisata yang diharapkan adalah Community Based Ecotourism CBE. Elemen dasar dalam pengelolaan
CBE yaitu : · Aktivitas dan pelayanan dikembangkan melalui proses “Bottom Up” dan
anggota masyarakat aktif berpartisipasi. · Dikelola oleh pengurus terpilih yang mewakili masyarakat desakelompok
bukan individu. · Penekanan pada pemanfaatan sumber-sumber daya lokal alam, budaya, SDM.
· Proyek-proyek ke desa harus mampu mendorong masyarakat, dan bertujuan
untuk mengembangkan ekonomi desa, lingkungan sosial dan budaya agar dapat berkelanjutan.
· CBE sebagai pusat untuk berinteraksi antar tamu dengan tuan rumah baik pengetahuanpengalaman tentang budaya dan lingkungan.
Proses pengembangan CBE yang dikenal dengan istilah desa wisata juga dikaitkan oleh adanya hubungan antara produk-produk yang dihasilkan oleh
masyarakat dengan permintaan pasar. Banyak produk-produk yang dihasilkan oleh desa wisata yang apabila dikelola dan difasilitasi managemen terpadu akan
memiliki nilai daya tarik dan berdaya saing tinggi, bahkan dapat melahirkan sebuah brand desa. Dalam pengembangan desa wisata terdapat unique selling
point yang akan memiliki daya tarik kuat untuk menarik kunjungan wisatawan Sudiyono 2008. Dalam membangun ekowisata berbasis masyarakat adalah
adanya dukungan antar pihak secara sinergi, secara terpadu memandang bahwa
pariwisata bukan sekedar tujuan tetapi alat untuk meraih tujuan pembangunan mensejahterakan masyarakat. Beberapa keuntungan dari desa wisata antara lain :
· Desa sebagai sumber pendapatan dan peningkatan ekonomi masyarakat. · Desa sebagai sumberpenyedia tenaga kerja dan lapangan kerja.
· Mencengah urbanisasi. · Peningkatan peran gender.
· Peningkatan kualitas lingkungan.
Model pendekatan masyarakat community approach menjadi standar baku bagi proses pengembangan pariwisata di daerah pinggiran, dimana melibatkan
masyarakat di dalamnya adalah faktor yang sangat penting bagi kesuksesan produk wisata. Muallisin 2007 menyebutkan panduan model bagi
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, yakni : a. Mengidentifikasi prioritas pembangunan yang dilakukan penduduk lokal
resident b. Mempromosikan dan mendorong penduduk lokal
c. Pelibatan penduduk lokal dalam industri d. Investasi modal lokal atau wirausaha sangat dibutuhkan
e. Partisipasi penduduk dalam event-event dan kegiatan yang luas f. Produk wisata untuk menggambarkan identitas lokal
g. Mengatasi problem-problem yang muncul sebelum pengembangan yang lebih jauh.
Poin-poin di atas merupakan ringkasan dari community approach. Masyarakat lokal harus “dilibatkan”, sehingga masyarakat tidak hanya dapat
menikmati keuntungan pariwisata dan selanjunya mendukung pengembangan pariwisata yang mana masyarakat dapat memberikan pelajaran dan menjelaskan
secara lebih rinci mengenai sejarah dan keunikan yang dimiliki. Pada Tahun 1990-an, seiring dengan pengembangan interest dalam mengembangkan produk
pariwisata yang berkesinambungan, kebutuhan untuk menggunakan bentuk partisipasi masyarakat menjadi sesuatu yang sangat urgen. Bentuk partisipasi
masyarakat menjadi esensi bagi pencapaian pariwisata yang berkelanjutan dan bagi realisasi pariwisata yang berkualitas.
Getz dan Jamal 1994 diacu dalam Muallisin 2007 menyatakan perlunya upaya mengembangkan pondasi teoritis pelibatan masyarakat dalam perencanaan
dan pengembangan pariwisata. Selain itu perlu menganalisis watak dan tujuan dari model kolaborasi collaboration yang berbeda dari model kerjasama
cooperation. Kolaborasi sebagai “sebuah proses pembuatan keputusan bersama diantara stakeholders otonom dari domain interorganisasi untuk memecahkan
problem-problem atau me-manage isu yang berkaitan dengan pariwisata Getz dan Jamal 1994 diacu dalam Muallisin 2007. Proses kolaborasi meliputi : 1
Problem setting dengan mengidentifikasi stakeholders kunci dan isu-isu; 2 Direction setting dengan berbagi interpretasi kolaboratif, mengapresiasi tujuan
umum; 3 Strukturisasi dan implementasikan dan 4 Institusionalisasi. Pelaksanaan CBE dapat berhasil dengan baik, ada elemen-elemen CBE yang
harus diperhatikan, yakni : a. Sumberdaya alam dan budaya,
b. Organisasi-organisasi masyarakat, c. Manajemen,
d. Pembelajaran learning. Pembelajaran disini bertujuan untuk membantu proses belajar antara tuan
rumah host community dan tamu guest, mendidik dan membangun pengertian antara cara hidup dan budaya yang beragam, meningkatkan kesadaran terhadap
konservasi budaya dan sumberdaya diantara turis dan masyarakat luas.
2.7. Sistem Informasi Geografis