Pendampingan kepada masyarakat untuk mengawal proses.

berbasis masyarakat tidak dapat dilakukan secara instan. Pendampingan merupakan suatu proses antara untuk mencapai kemandirian pengelolaan, sehingga proses ini dapat dihentikan setelah masyarakat siap untuk melaksanakan secara mandiri. Pendampingan pada masyarakat dapat dilakukan pada kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung pengembangan CBE. Kegiatan tersebut antara lain dapat berupa pendampingan dalam hal boga, pembuatan dan pemasaran kerajinan tangan, bahasa Inggris dasar, etika pelayanan, manajemen, akuntansi sederhana, identifikasi jenis flora dan fauna. Pendampingan dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kompetensi di bidangnya. Pendampingan dapat dilakukan pengelola kawasan maupun pemerintah daerah yang bersifat mendorong, memfasilitasi dan membina untuk mencapai pengembangan wisata pedesaan oleh masyarakat secara mandiri. d. Peningkatan kemampuan SDM masyarakat desa terutama SDM di objek wisata melalui berbagai pelatihan teknis dan manajerial. Strategi ini didasarkan pada pemanfaatan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada. Strategi ini dipilih mengingat masih rendahnya latar belakang pendidikan masyarakat dan kurangnya kemampuan pelaku wisata di Zona Wisata Bogor Barat antara lain dalam pemanduan, penyediaan makanan, keterampilan membuat kerajinan sebagai souvenir khas dan pengelolaan usaha ekonomi. Jenis pelatihan yang dapat mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat antara lain keterampilan dalam etika pelayanan, bahasa Inggris dasar, identifikasi flora dan fauna, inventarisasi objek dan daya tarik wisata, boga, pembuatan dan pemasaran souvenir, manajemen dan akuntansi sederhana. Pada dasarnya, masyarakat sekitar objek wisata telah mengenal dengan baik kondisi kawasan karena masyarakat memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam berinteraksi dengan kawasan. Selain itu, masyarakat juga memiliki kemampuan dalam menyikapi kondisi alam, perubahan lingkungan yang terjadi akan dengan mudah dan cepat direspon. Namun demikian, modal tersebut masih perlu diasah melalui kegiatan-kegiatan keterampilan seperti di atas untuk mendukung keberhasilan pengembangan desa wisata. Keterampilan yang direkomendasikan tersebut adalah pelatihan-pelatihan yang bersifat teknis dan manajerial karena dalam CBE, masyarakat berperan sebagai pengelola sekaligus pelaksana kegiatan. Dalam penyelenggaraan pelatihan tersebut perlu adanya kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya, misalnya untuk kegiatan identifikasi flora fauna dan inventarisasi objek dan daya tarik wisata ODTW diperlukan kerjasama dengan perguruan tinggi bidang kehutanan serta perguruan tinggi bidang pariwisata untuk inventasisasi ODTW. Peningkatan kemampuan bahasa Inggris, boga dan etika pelayanan, kerjasama dapat dilakukan dengan perguruan tinggi bidang pariwisata dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Sedangkan untuk manajemen, akuntansi sederhana, pembuatan dan pemasaran souvenir dapat bekerjasama dengan praktisi bidang industri rumah tangga dan Dinas Perindustrian. e. Perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang memperhatikan konsep keberlanjutan ekologi dalam pengembangan desa wisata. Strategi ini dipilih dalam upaya meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Pengembangan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung baik jumlah, jenis, bentuk dan bahan yang akan digunakan harus memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam penyediaan sarana dna prasarana juga memperhatikan sifat-sifat kealamiannya yang disesuaikan dengan arsitektur daerah masyarakat setempat. Oleh karena itu dalam pengembangan sarana dan prasarana, Sastrayuda 2009 menyebutkan harus memperhatikan beberapa hal yang juga sesuai dengan persepsi masyarakat melalui kuesioner yang disebarkan terkait : a. Tidak boleh melakukan perubahan bentang alam. b. Pembukaan vegetasi yang ada dilakukan seminimal mungkin. c. Bahan-bahan yang digunakan tidak menggangu keberadaan tumbuhan, satwa dan ekosistem yang ada. d. Bentuk bangunan dibuat sealami mungkin dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta arsitektur masyarakat setempat. Strategi ini juga sebagai panduan dalam upaya memperbaiki aksesibilitas menuju desa-desa di wilayah Zona Wisata Bogor Barat yang kondisinya banyak rusak parah, sehingga dapat meningkatkan kunjungan dan arus transportasi menjadi lancar. Dalam penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan untuk penilaian ODTW beberapa desa masuk klasifikasi penilaian sedang karena kondisi aksesibilitas yang buruk. Selain itu dalam perbaikan sarana dan prasarana dengan berbasiskan masyarakat memanfaatkan kemampuan masyarakat dalam merencanakan sarana dan prasarana sesuai dengan budaya setempat dimana masyarakat juga yang menyiapkan.

f. Pembentukan wadah bagi pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat.

Strategi ini dipilih dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. Strategi ini dipilih karena pembentukan wadah merupakan salah satu bagian dari kelembagaan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat yang dapat mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat. Dengan pembentukan wadah maka kegiatan-kegiatan pengembangan ekowisata dapat dilaksanakan secara lebih terencana dan terorganisir. Hasil Focus Group Discussion FGD dalam Pelatihan Pengembangan Desa Wisata Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor pada 3-6 Agustus 2009, yaitu pembentukan wadah bagi pengembangan CBE di Kabupaten Bogor dengan nama Forum Desa Wisata Kabupaten Bogor. Pembentukan wadah tersebut diharapkan pengembangan desa wisata di Kabupaten Bogor dapat terorganisasi secara institusional. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Muallisin 2007 dalam pengembangan Desa Wisata di Desa Tamansari dan Prawirotaman Yogyakarta dengan membentuk forum stakeholder yang terdiri dari unsur masyarakat LPMK, RTRW, pemuda, pengelola KCB Tamansari, operator pariwisata Gabungan Perhotelan Yogyakarta, ASITA, dan PAFTA Kota Yogyakarta, dan Himpunan Pramuwisata Indonesia, dan unsur pengambilan keputusan DPRD DIY dan Kota Yogyakarta, Dinas Kebudayaan DIY, BAPARDA DIY, dan Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta dan perguruan tinggai UMY. Forum tersebut nantinya memberikan masukan yang konstruktif bagi masyarakat untuk mengembangkan dan memperkuat institusi agar dapat berjalan dan berdaya, melakukan promosi, membentuk pusat informasi dan membuat aturan main bagi pelaku pariwisata dengan masyarakat tempatan. Aturan yang dibuat, misalnya, guide dan agensi hanya mendampingi wisatawan dan masyarakat saja yang boleh menjelaskan mengenai sejarah seluk-beluk desa. Begitu juga dengan art shop yang menawarkan souvenir, harus bersepakat untuk menentukan standar harga yang sama, supaya tidak terjadi pasar yang tidak sehat dan nantinya akan merugikan pengrajin. Ristiyanti 2008 menjelaskan bahwa dengan pembentukan wadah dalam pengembangan desa wisata diharapkan aspirasi masyarakat dari berbagai bentuk partisipasi maupun aspirasi secara umum dapat terakomodasi. Masyarakat setempat merupakan komunitas yang paling mengetahui kondisi lingkungan setempat sehingga peran pengelola kawasan maupun pemerintah daerah hanya bersifat memfasilitasi, masyarakat sendiri yang akan menentukan bentuk wadah yang dibangun. Peran pemerintah lebih bersifat mengawasi, memfasilitasi dan mengawal proses. Pengawasan dilakukan agar tetap pada koridor hukum sehingga tidak menyimpang dari peraturan perundangan yang berlaku.