Representasi Dakwah Melalui Sejarah Islam (Analisis Semiotika Sosial Buku Mengenal Islam For Beginners Karya Ziauddin Sardar)

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i)

Oleh: Inda Nurshadrina NIM. 1110051000032

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/1435 H


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau melakukan hasil penjiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 9 September 2014


(5)

Islam bukanlah sekedar peninggalan sejarah, begitupula dengan aturan dan masyarakatnya. Agama Islam telah melalui berbagai rintangan, kejatuhan dan perkembangan. Tentunya dalam kurun waktu sedemikian lamanya, cukup banyak pihak yang berniat menghancurkan perkembangan Islam serta mengurangi jumlah penganutnya, yakni dengan melakukan representasi negatif mengenai sejarah, kebudayaan dan peradaban umat Islam melalui berbagai media massa.

Dalam usaha melawan serangan-serangan tersebut, adalah hal yang wajar bila umat muslim berusaha merepresentasikan agama Islam dengan sudut pandang positif dengan terus melakukan penyiaran dan penyebaran agama Islam (dakwah), salah satunya melalui media buku. Maka melalui buku pula, umat muslim dapat meluruskan sejarah, kebudayaan dan peradaban mereka yang telah banyak diaduk-aduk oleh pihak luar, sembari menyebarkan agama Islam.

Buku Mengenal Islam for Beginners dipilih oleh peneliti dikarenakan buku ini mengungkap fakta dasar mengenai Islam dengan bahasa yang persuasif yang mengklarifikasi pernyataan mengenai Islam yang seringkali dicemooh oleh pihak luar. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah sejarah Islam diwacanakan dalam buku “Mengenal Islam for Beginners” pada medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana? Bagaimanakah penulis merepresentasikan dakwah melalui teks sejarah Islam?

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif, dengan teori semiotika sosial M.A.K Halliday. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi teks, wawancara mendalam, dan dokumentasi dengan sumber utama yakni teks dalam buku Mengenal Islam for Beginners. Analisis dilakukan dengan cara mengambil sampel pada setiap topik dalam buku, lalu ditelaah dari segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana-nya, serta representasi dakwah yang terungkap didalamnya.

Setelah dilakukan penelitian, diketahuilah bahwa dakwah telah direpresentasikan melalui teks sejarah Islam pada medan wacana buku dengan topik berkelanjutan dari permulaan munculnya risalah Islam hingga perkembangaannya saat ini. Pelibat wacana dalam buku ini ialah Ziauddin Sardar dan tokoh Islam seperti Muhammad Asad dan Ibnu Khaldun. Sarana wacana menggunakan berbagai gaya bahasa, dengan dominasi majas penegasan dan perbandingan. Penulis merepresentasikan dakwah melalui teks sejarah Islam dengan cara implisit melalui pilihan kata yang persuasif namun lugas, yang dikemukakan bersandingan dengan data fakta sejarah Islam, sehingga buku Mengenal Islam for Beginners berhasil menajdi buku bacaan menarik yang laku terjual di dunia Internasional.


(6)

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah mencurahkan berkah dan rahmat sehingga akhirnya penelitian ini dapat dirampungkan dengan baik. Serta marilah kita haturkan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai inspirasi untuk menjadi insan muslim cendekia.

Ucapan terimakasih diberikan sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir syarat kelulusan Strata-1 ini. Ucapan terimakasih saya haturkan kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Arief Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed., Ph.D. selaku Wakil Dekan (Wadek) I, Drs. Jumroni, M.Si., selaku Wadek II, dan Dr. Sunandar, M.Ag., selaku Wadek III.

3. Rachmat Baihkay, M.A., selaku Ketua Jurusan KPI yang inspiratif.

4. Fita Fathurokhmah, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan KPI, dan dosen pembimbing yang telah sabar meluangkan waktu memberikan ilmu dan pengetahuan dalam penulisan penelitian ini.

5. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu-ilmu selama perkuliahan.


(7)

7. Orangtua tercinta, Bapak Yudi Triadi dan Ibu Desy Wachjuningsih, yang selalu sabar menyemangati dalam menggapai kesuksesan hidup. Untuk Ninin Popon yang selalu penuh kasih sayang, dan adikku tercantik, Izqadinda Nurhaliza yang selalu menyemangati sepanjang perkuliahan. 8. Untuk buah hatiku yang selalu menjadi penyemangat, Zashkya Darojat.

Kamulah sinar mentari di hidup Mimi. I love you, Kya.

9. Ruben Rosalen, yang sangat saya kasihi. Karena telah penuh kasih dalam membimbing saya dalam penelitian, menyelesaikan pendidikan dan meniti cita-cita di kehidupan.

10. Ziauddin Sardar sebagai idola dan narasumber skripsi saya, juga untuk Bryan M. Attha’illah yang telah memperkenalkan saya padakaryanya. 11. Kepada teman-teman KPIA 2010, ichi - icho yang selalu penuh canda dan

semangat untuk menempuh pendidikan sebaik mungkin.

Peneliti ucapkan terimakasih banyak untuk segala pihak yang telah berperan dalam pembuatan skripsi ini. Mohon maaf atas kekurangan dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 9 September 2014


(8)

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis... 9

2. Manfaat Praktis... 10

E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian... 10

2. Pendekatan Penelitian... 11

3. Metode Penelitian... 12

4. Teknik Pengumpulan Data... 13

5. Teknik Analisis Data... 14

6. Subjek dan Objek Penelitian... 17

F. Tinjauan Pustaka... 17

G. Sistematika Penulisan... 18

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP A. Analisis Semiotik 1. Pengertian Analisis... 20

2. Semiotika... 21


(9)

G. Sejarah Islam... 52

BAB III GAMBARAN UMUM BUKU A. Deskripsi Tampilan Fisik Buku... 55

B. Sinopsis BukuMengenal Islam for Beginners... 58

C. Biografi Ziauddin Sardar... 66

BAB IV ANALISIS BUKUMENGENAL ISLAM FOR BEGINNERS A. Analisis Semiotik Sosial dalam Buku... 69

1. Topik: Nabi Muhammad SAW dan Risalahnya... 74

2. Topik: Dasar Hukum dalam Islam... 77

3. Topik: Hukum yang Utama dalam Islam... 83

4. Topik: Ilmu dan Peradaban Muslim... 88

5. Topik: Kejatuhan Peradaban Muslim... 92

6. Topik: Usaha Kebangkitan Umat Muslim... 95

B. Analisis Representasi Dakwah melalui Buku Sejarah Islam. 100 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 111

B. Saran dan Penutup... 114

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

dikemas menarik dengan ilustrasi... 57 Gambar 3.Peta Konsep Utama Representasi Mental Ziauddin Sardar dalam Penulisan Buku... 105


(11)

Lampiran 2 : Daftar Riwayat Hidup Penulis BukuMengenal Islam for Beginners Lampiran 3 : Daftar Riwayat Hidup Peneliti


(12)

1

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah salah satu agama yang peradabannya telah berlangsung sekitar lima belas (15) abad. Agama yang dibawa oleh Muhammad S.A.W ini telah berhasil eksis hampir diseluruh penjuru dunia. Islam sebagai agama yang menyebar ke seluruh penjuru dunia tampil secara kreatif berdialog dengan masyarakat setempat.1

Islam telah berusia lebih dari seribu empat ratus (1400) tahun dan sudah memasuki abadnya yang kelima belas (15). Dalam masa yang demikian panjang telah banyak yang terjadi dalam sejarah Islam, pasang surut telah silih berganti2. Juga telah banyak rintangan telah dilewati oleh agama Islam, termasuk diantaranya adalah fitnahan, pencitraan buruk dan mispersepsi dalam menanggapi perjalanan sejarah dan perkembangan Islam.

Islam bukanlah peninggalan sejarah, demikian juga manhajnya. Islam meninggalkan warisan berupamanhaj rabbani (sistem aturan Allah) kepada umatnya. Istilah warisan itu sendiri mengacu pada kontribusi fiqh,

1

Abdullah Cholis Hafidz, dkk,Dakwah Transformatif(Jakarta: PP LAKPESDAM NU, 2006), h.2.

2


(13)

tafsir, ilmu-ilmu pengetahuan, dan kesusastraan (dalam arti luas) yang pernah dikenalkan oleh para ilmuwan dan tokoh Islam.3

Bahkan, sampai saat ini, kalangan akademik barat masih memanfaatkannya sebagai bahan studi dalam berbagai bidang ilmu, seperti ilmu sosial, psikologi, ekonomi, pendidikan, dan politik. Studi tersebut melahirkan berbagai teori yang didokumentasikan di perpustakaan-perpustakaan terkenal Leiden, Sourbone, dan lain-lain. Padahal, itu semua merupakan alih-alih dari kekayaan Islam4. Dan lucunya, kekayaan Islam tersebut mereka kutip seolah sama sekali tidak bersumber dari para ilmuwan Islam, dan seolah Islam tidak memiliki penemuan ilmu seperti itu. Padahal mencari ilmu merupakan sebuah budaya yangcontinuedalam masyarakat Islam, bukan sekedar sejarah yang telah punah.

Bukan hanya itu, di media massa internasional pun kaum non-muslim selalu mengaitkan kasus terorisme dengan Islam, dan mengaitkan poligami yang asal-asalan dengan Rasulullah. Hal ini merupakan sebuah isu negatif yang seharusnya ditepis dengan representasi yang baik atas nilai-nilai yang sesungguhnya berlaku dalam keIslaman. Penceritaan sejarah berarti mengungkapkan kebudayaan. Dan ketika sejarah dicitrakan secara buruk, penilaian seperti apakah yang akan muncul terhadap budaya sebuah bangsa?

Lawan-lawan Islam sering menggunakan cara menggoncang pendirian umat Islam terhadap dasar-dasar keyakinannya atau meragukan

3

Anwar Jundi,Islam dan Dunia Kontemporer(Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h.9. 4


(14)

kita terhadap Islam5. Walau banyak pengetahuan dari para ilmuwan Islam yang dicuri dan dibakar, namun para muslimin tetap berusaha menyebarkan ilmu dengan sistem komunikasi massa Islam.

Peradaban umat Islam dalam kaitannya dengan perkembangan komunikasi telah mencatatkan sejarah yang cukup menakjubkan. Komunikasi merupakan proses yang terus-menerus dan timbal balik dengan berbagai pihak yang terlibat, sehingga menciptakan arti. Maka dari itu komunikasi didedifiniskan sebagai proses menciptakan persamaan arti6. Sementara itu, komunikasi massa merupakan proses menciptakan kesamaan arti antara media massa dengan khalayak mereka7.

Melalui komunikasi massa, masyarakat dapat menyebarluaskan pendapatnya dalam merepresentasikan suatu hal. Tak pelak bahwa seorang penganut agama yang kepercayaannya telah dicitrakan sedemikian buruk, akan mencoba dan berusaha untuk memberi citra positif dalam merepresentasikan agamanya melalui media massa. Hal ini dapat pula sekaligus dilakukannya penyebaran agama, yang dalam kebudayaan Islam disebut sebagai ‘dakwah’.

Adanya aktifitas komunikasi memungkinkan terlaksananya kegiatan dakwah, begitupula dengan melakukan kegiatan dakwah maka terlaksana pula tugas-tugas komunikasi. Oleh karena itu, dapat dikatakan

5

Husein Al-Habsyi, Menjawab Berbagai Tuduhan Terhadap Islam(Jakarta: As-Sajjad, 1991), h.2.

6

Stanley J. Baran, Introduction to Mass Communication: Media Literacy and Culture

(Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h.5. 7


(15)

bahwa hubungan komunikasi dan dakwah merupakan hubungan kausal, yang artinya makin sering dilakukan komunikasi maka makin mantap pula dakwahnya.8

Melajunya perkembangan zaman tentunya juga memacu tingkat kemajuan ilmu dan teknologi komunikasi, termasuk didalamnya kegiatan komunikasi dakwah sebagai salah satu pola penyampaian informasi dan upaya transfer ilmu pengetahuan9, yang bersaing dengan munculnya isu-isu negatif dari kaum orientalis yang tidak menyukai perkembangan agama Islam.

Menghadapi era global sekarang ini, metode dakwah bit at-Tadwin (dakwah melalui tulisan) sangat efektif. Metode ini dapat diterapkan dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, memposting artikel bernuansa dakwah di internet, koran, dan sejenisnya. Tidak hanya mubaligh, namun masyarakat juga dapat turut memberikan sumbangsih dengan berdakwah melalui blog, postingan di media sosial dan buku.

Dakwah bit tadwin (dakwah melalui media cetak) pun memiliki kelebihan, yakni tidak akan musnah walaupun penulisnya sudah wafat. Dakwah yang disajikan melalui bahasa dan tulisan ini juga dapat dijadikan arsip data bagi para pendakwah lainnya sebagai kajian keilmuan.

Buku merupakan media massa yang efektif dalam menyebarluaskan ajaran Islam pada khalayak luas. Manfaat buku bagi

8

Bahri Ghazali. Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi

Da’wah(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), h.13. 9

Ghazali,Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Da’wah,


(16)

masyarakat bukan hanya terbatas sebagai media pendidikan dan pengajaran, melainkan buku dapat dimaknai sebagai media dakwah10.

Semenjak kemunculannya, buku berperan sebagai penyimpan kebudayaan yang tercatat dan dapat disebarluaskan kepada generasi – generasi selanjutnya, dikarenakan daya tahan medianya lebih kuat daripada media tradisional lainnya11. Tidak hanya kalangan elit, namun juga para tentara, pemuda bahkan ibu – ibu dan anak kecil pun memiliki minat dalam membaca buku.12

Saat memahami teks media, seringkali kita dihadapkan pada tanda-tanda yang perlu diinterpretasikan dan dikaji ada apa dibalik tanda-tanda-tanda-tanda itu13. Semiotika komunikasi merupakan ilmu yang mengkaji tanda-tanda tersebut. Komunikasi terjadi dengan perantaraan tanda-tanda; dengan begitu tidaklah mengherankan bila kita lihat bahwa sebagian dari teori komunikasi berasal dari semiotika14.

Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik

10

Ghazali,Dakwah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi

Da’wah, h.42. 11

John Vivian,Teori Komunikasi Massa(Jakarta: Kencana, 2008), h.51. 12

Vivian,Teori Komunikasi Massa,h.52. 13

Indiwan Seto Wahyu Wibowo,Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitian skripsi komunikasi(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h.7.

14


(17)

sebuah teks. Maka, orang sering mengatakan bahwa semiotika adalah upaya menemukan makna ’berita di balik berita’15, melalui bahasa.

M.A.K Halliday memberi tekanan pada konteks sosial dan memiliki tiga unsur yakni medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana yang memperjelas suatu ideologi umum dari pandangan sosial dan kebudayaan, juga agama.

Bahkan, kekuatan sebuah agama dalam menyangga nilai-nilai sosial, terletak pada kemampuan simbol-simbolnya untuk merumuskan sebuah dunia tempat nilai-nilai itu, dan juga kekuatan-kekuatan yang melawan perwujudan nilai-nilai itu, menjadi bahan-bahan dasarnya. Agama melukiskan kekuatan imajinasi manusia untuk membangun sebuah gambaran kenyataan16, melalui simbol-simbol.

Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol, maka dari itulah sangat tepat jika semiotika menjadi metode analisis bagi pengkajian kebudayaan dan sejarah bahkan agama, dikarenakan pengetahuan ini lebih dari suatu kumpulan simbol, baik istilah-istilah rakyat maupun jenis-jenis simbol lain17. Maka dari itulah seringkali ditemukan banyak simbol yang dapat dikaji melalui analisis semiotika dalam wacana-wacana kebudayaan melalui media massa, salah satunya melalui buku.

15

Wibowo,Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi,h.7.

16

Wibowo,Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi,h.7.

17


(18)

Salah satu penulis senior atas buku-buku dan wacana mengenai kebudayaan, sejarah agama Islam dan fakta pengetahuan ialah Ziauddin Sardar. Ia merupakan seorang penulis, kritikus, dan penyiar radio yang tinggal di London. Ia telah menulis 20 judul buku tentang pemikiran Islam kontemporer, teknologi dan ilmu pengetahuan dalam dunia muslim, ilmu informasi dan masa depannya.

Ziauddin Sardar yang merupakan seorang tokoh ilmuwan masyarakat Islam masa kini, dengan senang hati menuangkan segenap pengetahuannya untuk menyusun sebuah buku berdasarkan fakta-fakta sejarah Islam dan perkembangan dunia muslim selama lima belas abad yang dirangkum dalam seratus tujuh puluh lima halaman dengan sumber-sumber yang terpercaya.

Buku “Mengenal Islam for Beginners” merupakan buku yang menarik, dikarenakan buku ini berusaha membukakan pandangan masyarakat atas stigma yang tercipta dari media dunia barat bahwa Islam adalah agama yang kaku, hedonis, tidak berpengetahuan, barbar dan sembarangan. Penulis berusaha membuat bukunya semenarik mungkin, dan mengajak Zafar Abbas Malik untuk menjadi illustrator atas gambar-gambar ringan penuh makna yang mudah dicerna dalam lembaran-lembaran buku“Mengenal Islam for Beginners”.

Yang dijabarkan dalam buku ini bukan hanya mengenai sejarah keIslaman, namun pula banyak mengenai tokoh-tokoh, fakta ilmu


(19)

pengetahuan dan disertai pemikiran yang objektif informatif dalam setiap halaman kajiannya, dalam melawan stigma-stigma negatif yang berkeliaran di masyarakat. Penulis buku berani mengkritik perilaku masyarakat muslim yang walau disisi lain juga mengagungkan ajaran murni Islam yang baik dan indah.

Buku “Mengenal Islam for Beginners” dianggap menarik oleh peneliti, dikarenakan buku yang diterbitkan pada tahun 1994 ini dapat menyajikan dakwah dan ilmu sejarah kebudayaan Islam dengan teknik yang persuasif serta tidak membosankan. Buku ini pun merupakan buku best seller yang menjadi pionir bagi para penulis dan umat muslim terutama di Indonesia yang ingin berdakwah melalui tulisan, dengan cara yang persuasif serta membangun, serta secara faktuil menyajikan sanggahan atas persepsi-persepsi negatif tentang Islam.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini diberi judul Representasi Dakwah melalui Sejarah Islam (Analisis

Semiotika Sosial Buku Mengenal Islam for BeginnersKarya Ziauddin Sardar)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Peneliti melakukan penelitian terhadap buku “Mengenal Islam for Beginners” karya Ziauddin Sardar, dibatasi dari segi sejarah Islam.


(20)

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah Islam diwacanakandalam buku “Mengenal Islam for Beginners” pada medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana?

2. Bagaimanakah penulis merpresentasikan dakwah melalui teks sejarah Islam?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui cara penyajian wacana sejarah Islam dalam buku “Mengenal Islam for Beginners” pada medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana.

2. Mengetahui cara penulis merepresentasikan dakwah melalui teks sejarah Islam.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Dalam perkembangan ilmu komunikasi, diharapkan penelitian ini dapat membantu sebagai tambahan referensi dan peningkatan


(21)

pengetahuan akademis, terutama dengan menggunakan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday dan teori representasi Stuart Hall, khususnya dalam meneliti sejarah Islam yang dilakukan melalui buku.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat menjadi penyempurna atas penelitian-penelitian serupa sebelumnya dan sebagai masukan bagi para mahasiswa KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) dalam melakukan penelitian dengan menggunakan analisis semiotik sosial.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini merupakan paradigma penelitian konstruktivisme. Paradigma ini merupakan paradigma yang longgar, serta tidak terlalu mementingkan tahap penelitian18. Paradigma konstruktivis melahirkan metode penelitian kualitiatif19, sehingga penelitian terhadap dakwah melalui sejarah Islam ini memiliki sifat realitas yang relatif dan merupakan sebuah konstruksi mental yang bermacam-macam dan tak dapat diindra. Pada penelitian ini, realitas yang dikonstruk dalam buku “Mengenal Islam for Beginners” telah dibentuk oleh pengalaman Ziauddin Sardar sebagai penulis buku,

18

Deddy Mulyana dan Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) h.341.

19


(22)

serta konstruksi sosial yang berlaku dalam kelompok masyarakat Islam atas tuduhan negatif dari masyarakat luar. Realitas tersebut berciri lokal dan spesifik.

Perspektif konstruktivis yang digunakan dalam penelitian ini menuntun peneliti dalam mengasumsi bahwa persepsi manusia global terhadap Islam dibangun dari kesadaran akan adanya nilai-nilai yang memandu manusia untuk mendefinisikan realitas kultural keIslaman. Individu memahami sesuatu, melekatkan makna pada peristiwa tertentu, dan berusaha menjalani realitas keseharian kita, berdasarkan nilai-nilai yang kita yakini–entah disadari atau tidak.20

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan merupakan kualitatif. Maka peneliti melakukan pendekatan dalam mengartikan data-data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis di bukuMengenal Islam for Beginners yang dituangkan oleh Ziauddin Sardar, yang dapat diamati oleh peneliti.

Dalam mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui, kita dapat menggunakan metode kualitatif. Demikian pula metode kualitatif dapat memberi rincian yang

20


(23)

kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.21

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotika sosial terhadap buku “Mengenal Islam for Beginners”. Analisis semiotika sosial yang digunakan adalah model M.A.K Halliday.

Menurut Halliday, bahasa merupakan semiotika sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan (encode) representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Halliday memberi tekanan pada keberadaan konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana perkembangannya.22

Analisis semiotika sosial tidak hanya bergerak pada pengkajian hubungan antara penanda dan petanda serta relasi antartanda, tetapi juga menyangkut interaksi berbagai tanda di dalam medan tanda dengan sejumlah pelibatnya, dalam sarana wacana. Hal tersebutlah yang diungkapkan Halliday dalam buku-bukunya mengenai kajian bahasa, khususnya mengenai semiotika sosial.

21

Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.5.

22

Anang Santoso,Bahasa dan Seni: Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.Tahun 36, nomor 1 (Malang: Fakultas Sastra, 2008), h.2.


(24)

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Teks

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode observasi teks atau document research. Observasi teks terbagi menjadi dua bagian, yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam analisis, sementara data sekunder guna memertajam, melengkapi, atau sebagai pembanding atas analisis data primer23:

a) Data primer yaitu teks dalam buku Mengenal Islam for Beginnerskarya Ziauddin Sardar

b) Data sekunder yaitu berupa buku-buku, internet, ataupun tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam dilakukan kepada pihak penulis buku“Mengenal Islam for Beginners”karya Ziauddin Sardar dan Zafar Abbas Malik melalui media e-mail. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan

23Sussantho, Deddy, “Hakikat Cinta dalam Islam (Analisis

wacana buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah),” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h.10.


(25)

atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.24

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mencari fakta dan data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya25, bahkan juga data yang tersimpan di web site26.

5. Teknik Analisis Data a. Proses Penafsiran data

Teks-teks dalam buku “Mengenal Islam for Beginners” akan ditafsirkan sedemikian rupa berdasarkan kerangka analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Teks bacaan dalam buku ditafsirkan berdasarkan sampel menurut konsep bahasan per-topik. Hal ini dikarenakan Ziauddin Sardar tidak membagi bahasan dalam klasifikasi bab ketika menyajikan teks dalam buku “Mengenal Islam for Beginners”.

24

M. Burhan Bungin.Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya(Jakarta: Kencana, 2010), h.108.

25

Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: Bina Usaha, 1989), h.62.

26

Juliansyah Noor,Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah


(26)

Analisis semiotika sosial mengantarkan kita pada suatu pendekatan umum terhadap kajian bahasa yang memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana perkembangannya.27

Dalam pandangan semiotika sosial M.A.K Halliday, pengkajian dilakukan terhadap teks melalui bahasa serta konteks situasi yang terdiri atas medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Dan hubungan antar ketiganya dalam membentuk wacana konstruktif dalam sebuah media massa.

Medan Wacana (field of discourse)menunjukkan pada hal yang terjadi, pada sifat tindakan sosial yang berlangsung: apa sesungguhnya yang disibukkan oleh para pelibat yang didalamnya bahasa ikut serta sebagai unsur pokok tertentu? Dalam hal ini, buku berisi mengenai kronologi sejarah Islam secara ringkas dan padat, dengan penekanan pada fakta dan membuka sisi-sisi positif Islam yang dijadikan produk dalam teks dan ilustrasi oleh buku Mengenal Islam for Beginners.

Pelibat Wacana (tenor of discourse), menunjuk pada orang-orang (pelibat) yang dicantumkan dalam teks; sifat orang-orang-orang-orang itu, kedudukan, dan peranannya. Dalam hal ini buku Mengenal Islam for

27

M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan,Bahasa, Konteks danTeks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), h.3.


(27)

Beginners menggambarkan Islam melalui sejarah dan fakta dan memperlihatkan bahwa pada dasarnya secara kaffah, Islam merupakan agama yang mencerahkan. Tokoh yang dikutip dalam buku ini ialah Nabi besar kita Muhammad S.A.W, Muhammad Asad, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Abu Nawas, dan Malcolm X.

Sarana Wacana (mode of discourse), menunjukkan pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu: organisasi simblolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsinya dalam konteks, termasuk salurannya (tulis/lisan), dan metode retoriknya28. Dalam penelitian ini, gaya bahasa yang digunakan oleh penulis adalah bahasa yang menggunakan majas-majas, namun secara keseluruhan secara kebahasaan sangat persuasif, bersifat menjelaskan dan tegas. Secara retoris, pilihan kata yang digunakan cenderung menjelaskan dan membujuk pembaca melalui data-data yang didapat serta disuguhkan oleh penulis buku.

b. Penyimpulan Hasil Penelitian

Hasil pengamatan atas wacana dalam buku “Mengenal Islam for Beginners”akan disimpulkan setelah melakukan analisis. Kesimpulan ini disimpulkan oleh peneliti dan berisi jawaban atas permasalahan yang ada pada perumusan masalah.

28

Halliday dan Hasan, Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial,h.16.


(28)

7. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah buku yang berjudul “Mengenal Islam for Beginners”. Kemudian, objek penelitiannya ialah sejarah Islam yang menjadi bagian dari pengenalan Islam bagi pemula.

F. Tinjauan Pustaka

Peneliti telah melakukan tinjauan pustaka pada penelitian-penelitian sebelumnya untuk menghindari tindakan plagiat. Penelitian tersebut memiliki beberapa persamaan dengan penelitian yang peneliti buat, letak perbedaannya ada pada objek dan judul. Berikut ini adalah penelitian yang peneliti jadikan tinjauan pustaka, diantaranya:

Representasi Budaya Betawi dan Religiusitas Islam dalam Bens Radio (Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday Program Acara Nasi Ulam [Nasihat Ulama] dan Batavian) oleh Syifa Fauziah, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Persamaannya yakni terletak pada pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, yakni pendekatan kualitatif dan metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Perbedaannya terletak pada objek dan judul penelitian. Penelitian ini menggambarkan bagaimana representasi budaya dan religiusitas Islam dalam Bens Radio dalam program acara Nasi Ulam dan Batavian, ditinjau dari metode analisis semiotika sosial.


(29)

Implementasi Manajemen Penerbitan Buku Grup Mizan sebagai Media Dakwah,oleh Faisal Fahmi, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Manajemen Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Persamaannya terletak pada objek kajian yang meneliti buku terbitan Mizan yang menjadi media dakwah, sebagai dakwah melalui tulisan.

Representasi Sejarah Jerman Timur dalam Film Goodbye, Lenin!, oleh Yohana Yessi Kostensius, mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Studi Jerman, Universitas Indonesia, 2010. Persamaannya yakni terletak pada objek yang mengkaji mengenai sejarah dalam media massa tertentu. Perbedaannya terletak pada judul, metode dan teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggambarkan bagaimana representasi sejarah Jerman Timur dalam filmGoodbye, Lenin!

G. Sistematika Penulisan

Penelitian yang dibahas dalam skripsi ini terdiri atas 5 (lima) bab, yakni:

BAB I: Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan

BAB II: Landasan Teoritis dan Kerangka Konsep, meliputi Analisis Semiotika, Analisis Semiotika M.A.K Halliday, Representasi


(30)

Media Stuart Hall, Komunikasi Antar Budaya, Dakwah bit Tadwin, Sejarah Islam.

BAB III: Gambaran Umum Buku, meliputi Deskripsi Tampilan Fisik Buku Mengenal Islam for Beginners, Sinopsis Buku Mengenal Islam for Beginners, Biografi Ziauddin Sardar. BAB IV: Analisis Buku Mengenal Islam for Beginners, meliputi

Analisis Semiotik Sosial dalam Buku Mengenal Islam for Beginners, Analisis Representasi Dakwah melalui Buku Sejarah Islam.


(31)

BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP

A. Analisis Semiotik

1. Pengertian Analisis

Analisis secara bahasa sepadan dengan kata analisys, yaitu membuat atau menganalisa perancang alur, sehingga menjadi mudah dan jelas untuk dibuat maupun dibaca, dapat berarti juga menganalisa, pemisahan, pemeriksaan yang diteliti1. Secara istilah, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pemahaman dan pengertian arti keseluruhan2.

Dalam penelitian selalu dikenal dengan istilah analisis. Menurut Mattew B.Milles dan A. Michael Hubberman, mereka menganggap bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara kebersamaan yaitu: reduksi data, yaitu proses penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Pertama,reduksi data yaitu proses pemilahan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari temuan-temuan dilapangan. Kedua, penyajian data yaitu merupakan menyajikan data dari sekumpulan temuan-temuan yang sekiranya dapat memberikan kemungkinan menarik suatu kesimpulan dan pengambilan

1

Jhon, M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia,1990) h.28

2

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Ed.3 Cet.Ke-3,hal.43


(32)

tindakan. Dan yang ketiga, penarikan kesimpulan yaitu dari data-data yang telah terkumpul mulai dicari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat dan proporsinya, sehingga semua itu dapat ditarik kesimpulan.3

Sementara itu menurut Moeloeng, definisi analisis data ialah sebagai kegiatan pengorganisasian sertamengurutkan data-data kedalam pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.4

2. Semiotika

Semiotika yang diperbincangkan sejak era filsafat Yunani, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, semeion yang artinya tanda5. Secara terminologis, menurut Eco,6semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pakar lainnya juga memberikan definisi untuk istilah semiotika atau semiologi. Dalam definisi Saussure7, semiologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat. Dengan demikian, tanda dalam kajian semiotika dapat diartikan secara luas,

3

Mattew B.Milles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), h.16-19.

4

Rahmat Kriyantono, Tehknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenata Media Group, 2007), Cet. Ke-2, h.163.

5

Yasraf Amir Piliang,Dunia yang Dilipat Tamasya melampaui Batas-Batas Kebudayaan,

(Yogyakarta: Jalasutra, 2006) h. 313. 6

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) h. 95.

7


(33)

baik itu yang dapat ditangkap oleh panca indera, maupun tanda yang sifatnya meta dan mempengaruhi dalam kehidupan sosial.

Semiotika dikembangkan menjadi beberapa teori yang bergantung dari pengertian tokohnya. Teori dari Charles Sanders Peirce, yakni teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign) sebagairepresentament, ada pulaobject, daninterpretant.

Gambar 2 .Model Teori Segitiga Makna (triangle meaning)

Peirce mengidentifikasi relasi “segitiga” antara tanda (representamen), penggunan dan realitas eksternal sebagai suatu keharusan model untuk mengkaji makna. Relasi segitiga tanda itu disebut dengan istilah semiosis, yang terdiri atas objek (sesuatu yang direpresentasikan), representamen (sesuatu yang merepresentasikan sesuatu yang lain) dan interpretan (interpretasi seseorang tentang tanda).8

Sebuah tanda atau yang beliau sebut sebagai sebuah representamen menurut Charles S Peirce9 adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. Sesuatu yang lain itu

8

John Fiske, 2006. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra, h. 63. 9

Kris Budiman, Analisis Wacana dari Linguistik sampai Dekonstruksi, (Yogyakarta: Kanal, 2002) h.25.

Interpretant


(34)

oleh Peirce disebut interpretan dari tanda yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada objek tertentu10. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain dan memadukan entitas, yang prosesnya disebut sebagai signifikansi.

Selain Charles S Peirce, pendekatan semiotika telah dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure yang berfokus pada semiotika linguistik. Meski belum menerbitkan sebuah buku pun, tetapi murid-muridnya mengumpulkan buah pikiran Saussure dalam sebuah outline. Pandangan Saussure yang terkenal adalah mengenai penanda dan petanda, bentuk dan isi, bahasa dan tuturan, sinkronik dan diakronik, serta syntagmatik dan asosiatif/paradigmatik.11

Saussure melakukan pembedaan atas komponen-komponen tanda, yang kemudian pembedaan tersebut dikenal dengan trikotomis. Jadi, menurut Saussure12, tanda selalu mempunyai tiga wajah, yang terdiri dari tanda itu sendiri (sign), aspek material dari tanda yang berfungsi menandakan atau yang dihasilkan oleh aspek material (signifier), dan aspek mental atau konseptual yang ditunjuk oleh aspek material (signified). Pembedaan ini membuat tanda menjadi aktif. Melakukan analisis tentang tanda, orang harus tahu benar mana aspek material dan mana aspek mental. Ketiga aspek ini merupakan aspek-aspek konstitutif suatu tanda—tanpa salah satu komponen,

10

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi, (Jakarta: FIKom Univ. Moestopo, 2006)h.15.

11

Wibowo, Semiotika: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi, h.16.

12


(35)

tidak ada tanda dan kita tidak bisa membicarakannya, bahkan tidak bisa membayangkannya.

Sampai saat ini, sekurang-kurangnya terdapat sembilan macam semiotik yang kita kenal sekarang. Jenis-jenis semiotik ini antara lain semiotik analitik, diskriptif, faunal zoosemiotic, kultural, naratif, natural, normatif, sosial, struktural.13

Semiotik analitik merupakan semiotik yang menganalisis sistem tanda. Peirce mengatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, obyek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada obyek tertentu. Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. Semiotik faunal zoosemiotic merupakan semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.

Semiotik kultural merupakan semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang ada dalam kebudayaan masyarakat. Semiotik naratif adalah semiotik yang membahas sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore). Semiotik natural atau semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. Semiotik normatif merupakan semiotik yang khusus membahas sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma. Semiotik sosial merupakan semiotik yang khusus

13

Ni Wayan Sartini, Tinjauan Teoritis tentang Semiotik, (Surabaya: UNAIR, Jurusan Sastra Indonesia)h.8.


(36)

menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang kata maupun lambang rangkaian kata berupa kalimat. Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

B. Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday

Akar pandangan Halliday yang pertama adalah bahasa sebagai semiotika sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan (encode) representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Halliday memberi tekanan pada keberadaan konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana perkembangannya14.

Istilah semiotik sosial dapat dianggap sebagai istilah yang memperjelas ideologi umum yang konseptual, namun istilah ini harus ditafsirkan dari kedua istilah ‘semiotika’ dan ‘sosial’. Semiotika berangkat dari konsep semainon (penanda) dan semainomenon (petanda) yang dipergunakan para filsuf Stoik pada abad kedua dan ketiga sebelum Masehi, dua ribu tahun sebelum penelitian Saussure.15

Semiotik sosial adalah semiotik yang secara khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik berupa kata maupun rangkaian kata atau kalimat. Tanda-tanda (signs) adalah basis dari

14

Anang Santoso,Bahasa dan Seni: Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis(Malang: Universitas Negeri Malang, 2008), h.2.

15

M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), h.3-4.


(37)

seluruh komunikasi16. Persoalan bagaimana perlakuan tertentu atas fakta diantaranya bisa diamati dalam analisis wacana (semiotika sosial) dari M.A.K Halliday yang beliau jelaskan bersama dengan Ruqaiyah Hassan.

Semiotik sosial lebih cenderung melihat bahasa sebagai sistem tanda atau simbol yang sedang mengekspresikan nilai dan norma kultural dan sosial suatu masyarakat tertentu di dalam suatu proses sosial kebahasaan17.

Semiotik itu sendiri dapat dibatasi sebagai kajian umum tentang tanda-tanda, dan salah satu tanda ialah bahasa. Ilmu bahasa adalah salah satu segi kajian tentang makna, walaupun masih banyak cara lain yang berkenaan dengan makna. Namun bahasa barangkali merupakan sesuatu yang paling penting, paling menyeluruh, paling lengkap; sulit dikemukakan keadaan persisnya.18

Dalam berbagai tulisannya, Halliday selalu menegaskan bahwa bahasa adalah produk proses sosial. Seorang anak yang belajar bahasa dalam waktu yang sama belajar sesuatu yang lain melalui bahasa. Tidak ada fenomena bahasa yang vakum sosial,tetapi ia selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial. Dalam proses sosial itu,menurut Halliday, konstruk realitas tidak dapat dipisahkan dari konstruk sistem semantis tempat realitas itu dikodekan. Dalam komunikasi, berdasarkan pengalaman yang bersifat intersubjektif itu,

16

Stephen W. Littlejohn,Theories of Human Communication.Cet.5 (New York: Wadsworth Publishing Company), h.64.

17

Riyadi Santoso,Semiotika Sosial: Pandangan terhadap Bahasa(Surabaya: Pustaka Eureka dan JP Press, 2003), h.6.

18

Halliday dan Hasan,Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial, h.4.


(38)

masing-masing partisipan akan menafsirkan ”teks” yang ada. Dengan demikian, makna akan selalu bersifat ganda.

Semiotik dalam kajian sosial tak lain adalah kajian semiotika dengan batasan sistem sosial atau kebudayaan sebagai suatu sistem makna. Tetapi Halliday juga memberi perhatian terutama pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial, dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.19

Menurut Halliday, teks merupakan sebuah bahasa yang berfungsi dalam melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah sebuah teks merupakan bahasa yang memiliki makna-makna. Karena sebagai sesuatu yang mandiri, teks itu pada dasarnya adalah satuan makna.

Teks merupakan unit semantis, menurut Halliday. Kualitas tekstur tidak didefinisikan dari ukuran. Teks merupakan konsep semantik. Walau terdapat pengertian sebagai sesuatu diatas kalimat (super-sentence), yang secara esensial salah tunjuk pada kualitas teks. Kita tidak dapat merumuskan bahwa dibanding kalimat ataupun klausa, teks merupakan sesuatu yang lebih besar atau susunan yang lebih panjang. Ditegaskan oleh Halliday, bahwa dalam kenyataannya, kalimat-kalimat itu lebih merupakan “realisasi teks” daripada merupakan sebuah teks itu sendiri. Sebuah teks tidak tersusun dari

19

Halliday dan Hasan,Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial, h.5.


(39)

kalimat ataupun klausa, namun direalisasikan dalam kalimat-kalimat.20

Sebuah teks, selain dapat direalisasikan dalam sistem-sistem lingual yang lebih rendah seperti leksikogramatis dan fonologis, juga dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih tinggi dari interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan sebagainya yang dimiliki oleh teks itu. Level-level yang lebih rendah ini memiliki kekuatan untuk memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi lagi, dan hal ini diberi istilah “latar depan” (foreground) oleh M.A.K Halliday.21

Selain itu, teks pun merupakan proses sosio-semantis. Dalam arti yang sangat umum, Halliday berpendapat bahwa teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, yakni sebuah perjumpaan semiotik melalui makna-makna yang berupa sistem sosial yang sedang saling dipertukarkan. Anggota masyarakat, yakni individu-individu adalah seorang pemakna. Melalui tindakan pemaknaan antar individu, maka realitas sosial dapat diciptakan dan dijaga dalam urutan yang baik, dan secara terus-menerus disusun dan dimodifikasi.22 Fitur esensial sebuah teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna itu terjadi perjuangan semantis antara individu-individu yang terlibat. Karena sifatnya yang “perjuangan” itu, makna akan selalu bersifat ganda, tidak ada makna yang bersifat tunggal begitu saja. Dengan demikian, pilihan

20

M.A.K Halliday, Languange as Social Semiotic (London: Edward Arnold, 1978), h.135.

21

Halliday,Languange as Social Semiotic,h. 138. 22


(40)

bahasa pada hakikatnya adalah perjuangan atau pertarungan untukmemilih kode-kode bahasa tertentu.

Teks itu sendiri merupakan suatu objek dan contoh proses atas hasil makna sosial dalam konteks situasi tertentu. Makna diciptakan oleh sistem sosial dan dipertukarkan oleh anggota-anggota masyarakat dalam bentuk teks. Makna tidak mungkin diciptakan begitu saja dengan keadaan terisolasi dari lingkungannya. Konsep “makna adalah sistem sosial” ditegaskan oleh Halliday. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sebuah sistem sosial akan direfleksikan dalam sebuah teks, dengan kata lain situasi akan menentukan bentuk dan makna teks.23

Situasi adalah faktor penentu teks. Menurut Halliday, makna diciptakan oleh sistem sosial dan dipertukarkan oleh anggota-anggota masyarakat dalam bentuk teks. Makna tidak diciptakan dalam keadaan terisolasi dari lingkungannya. Secara tegas dirumuskan oleh Halliday bahwa makna adalah sistem sosial. Perubahan dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks. Situasi akan menentukan bentuk dan makna teks.

Dalam semiotika Michael Alexander Kirkwood Halliday, ada tiga unsur konsep situasi yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara kontekstual. Konsep-konsep ini digunakan untuk menafsirkan konteks sosial teks, yaitu lingkungan terjadinya pertukaran makna. Konsep-konsep tersebut yaitu medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse), dan sarana wacana(mode of discourse).

23

Halliday dan Hasan,Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial,h.125.


(41)

Medan wacana merujuk pada aktifitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan, kita dapat mengajukan pertanyaan what is going on (apa yang sedang terjadi?), yang mencakup tiga hal, yakni ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan yang mempertanyakan apayang terjadi dengan seluruh “proses”, “partisipan”, dan keadaan”. Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai, dan bersifat amat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan tersebut bersifat lebih abstrak24.

Pelibat wacana (tenor of discourse) merujuk pada hakikat relasi antar partisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat, kita dapat mengajukan pertanyaan who is taking part,yang mencakup tiga hal, yakni peran agen atau masyarakat, status sosial dan jarak sosial.

Peranan yang dijalankan tentunya terkait dengan fungsi yang dilakukan individu atau masyarakat tersebut. Status sosial terkait dengan tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, diperbandingkan kesejajarannya. Jarak sosial, terkait dengan tingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, akrab atau memiliki jarak. Peran, status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara dan dapat pula permanen.

24

Anang Santoso, Bahasa dan Seni: Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis (Malang: UNM, 2008) h.4.


(42)

Sarana wacana (mode of discourse) merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, baik itu lisan ataupun tulisan. Untuk menganalisis sarana, pertanyaan yang dapat diajukan adalah what’s role assigned to language, yang mencakup lima hal, yakni peran bahasa, tipe interaksi, medium, saluran, dan modus retoris.

Peran bahasa terkait dengan kedudukan bahasa dalam aktifitas: bisa saja bahasa bersifat wajib, atau malahan sebaliknya yakni bersifat hanya sebagai penyokong saja. Peran wajib terjadi jika bahasa berperan sebagai aktifitas keseluruhan, sebaliknya peran tambahan terjadi apabila bahasa membantu aktifitas lainnya. Tipe interaksi merujuk pada jumlah pelaku: monologis atau dialogis. Medium terkait dengan sarana yang digunakan: lisan, tulisan, atau isyarat. Saluran berkaitan dengan bagaimana teks itu dapat diterima: fonis, grafis, atau visual. Modus retoris merujuk pada “perasaan” teks secara keseluruhan, yakni persuasif, kesastraan, akademis, edukatif, mantra dan sebagainya.25

Para pembicara dan para penulis yang efektif benar-benar memanfaatkan bahasa kiaas atau majas untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka. Sarana retorik klasik ini telah dipergunakan oleh novelis Romawi, Cicero dan Suetonius yang memakai figura dalam pengertian ‘bayangan, gambaran, sindiran, kiasan’.

Majas merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalamberbicara dan menulis untukmeyakinkan atau mempengaruhi penyimak

25


(43)

atau pembaca. Majas dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik.26

Sekarang, dengan sudut pandang semiotik sosial yang peneliti pakai disini, kita dapat melihat teks dari segi prosesnya sebagai peristiwa yang timbal balik, suatu pertukaran makna yang bersifat sosial. Teks adalah suatu bentuk pertukaran. Dengan demikian, teks itu sendiri merupakan objek dan juga merupakan contoh makna sosial dalam konteks situasi tertentu.

Konteks situasi, tempat teks itu terbentang, dipadatkan dalam teks, bukan dengan cara berangsur-angsur, bukan pula dengan cara mekanis yang ekstrem, tetapi melalui suatu hubungan yang sistematis antara lingkungan sosial di satu pihak dengan organisasi bahasa yang berfungsi di lain pihak. Bila kita memperlakukan teks dan konteks sebagai fenomena semiotik sebagai ‘modes of meaning’, kita dapat meniti jalan dari yang satu kepada yang lain dengan cara yang menarik.

C. Gaya Bahasa/Majas

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran dan perasaan yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pembicara dengan memanfaatkan kekayaan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. Gaya bahasa disebut juga majas. Kekhasan gaya bahasa adalah pada mepilihan kata yang secara tidak langsung menyatakan makna yang sebenarnya.

26


(44)

Gaya bahasa berfungsi untuk menjadikan pesan lebihberbobot, menghidupkan suasana teks, menimbulkan efek tertentu dan menimbulkan keindahan. Majas atau gaya bahasa dapat dibagi menjadi empat pengelompokkan, yakni gaya bahasa perbandingan, penegasan, pertentangan, dan gaya bahasa sindiran yang masing –masing memiliki sub-klasifikasi yang unik dan beragam, yakni:27

1. Gaya Bahasa Perbandingan

Merupakan jenis gaya bahasa yang menggunakan istilah sebagai perbandingan dalam mengungkap kenyataan.

a. Metafora: menggunakan kata atau kelompoknkata dengan arti bukan sesungguhnya. (Raja siangtelah pergi ke peraduannya). b. Personifikasi: penyeolahan benda mati seperti manusia. (Awan

menari-naridi angkasa).

c. Asosiasi atau Simile: gaya bahasa dengan kata pembanding seperti bak, umpama, laksana, bagai, bagaikan. (Wajahnya murambagaikanbulan kesiangan).

d. Alegori: perbandingan antarakejadian fakta dengana penggunaan kiasan. (Berhati-hatilahmendayung bahtera hidup). e. Tropen: penggunaan kata atau istilah untuk pekerjaan, yang

sejajar dengan makna aslinya. (Kemarin iaterbang keYogya).

27


(45)

f. Metonimia: gaya bahasa dengan penyebutan merek, walau bisa jadi yang dimaksud adalah bendanya, bukan mereknya. (Ayah pergi ke kantor naikHonda)

g. Litotes: penggunaan kiasan sebagai perbandingan untuk merendahkan diri. (Ayo, mampir kegubukku).

h. Sinekdoke: gaya bahasa yang menyebutkan sebagian atau keseluruhan,namun tidak bermakna asli.

i. Pars Prototo: menyatakan sebagian hal,yang padahal artinya adalah keseluruhan. (Sudah lama Anton tak terlihatbatang hidungnya).

ii. Totem Pro Parte: penyebutan keseluruhan padahal bermakna sebagian saja. (Indonesia menjadi juara dalam Asean Games).

i. Eufimisme: perbandingan menggunakan kelompok kata atau kata penghalus. (Anak Anda lambanmenerima pelajaran). j. Hiperbola: perbandingan dengan penggunaan kata yang

berlebihan dari aslinya. (Tangisnya menyayat hati orang yang mendengarnya).

k. Alusio: perbandingan dengan penggunaan istilah, pantun atau peribahasa secara tidak lazim. (Penyanyi itu sekarang sedang naik daun).

l. Antonomasia: penggunaan julukan untuk nama orang tertentu. (Petinju berleher betonitu telah kehilangan gelarnya)


(46)

m. Perifrasis: penggunaan kata atau kelompok kata untuk menjelaskan sebuah kata/istilah. (Kapal pesiar itu bergerak perlahan-lahan).

n. Simbolik: penggunaan kata yang menyatakan simbol atas sesuatu. (Warna putihlambang kesucian).

o. Antropomorfomisme: penggunaan istilah yang berhubungan dengan manusia. (Pedagang kaki lima dilarang berjualan di halte).

p. Aptronim: penggunaan julukan sesuai dengan profesinya. (Kakak jadi jaksa, sehingga kakak dipanggilJaksa Anton) q. Sinestesia: pernyataan dengan menggunakan kata yang

berhubungan dengan indera, padahal yang dimaksud adalah untuk indera lainnya. (Enakgadis itudipandang).

r. Hipokorisme: penggunaan panggilan julukan seseorang yang menandakan keakraban. (Adik lelakiku dipanggilTole).

s. Dipersonifikasi: pengungkapan seolah manusia merupakan benda mati atau mahluk selain manusia. (Kamulahnahkodaku). t. Disfemisme: gaya bahasa perbandingan yang menyatakan hal

tabu, dipasangkan/dibandingkan dengan pengungkapan yang halus. (Maaf ya, ibumugermo).

u. Fabel: menyeolahkan perbuatan binatang seolah diperbuat manusia. (Harimau marahsetelahditipu kancil).


(47)

v. Parabel: gaya bahasa yang didalamnya terdapat hikmah atau makna tersembunyi sebagai nilai-nilai. (Cerita tentang orang suci, nabi, wali dalam Injil)

w. Eponim: nama tempat sebagai pranata. (Orde Lama berlangsung padarezim Soekarno).

2. Gaya Bahasa Penegasan

Gaya penyajian bahasa dengan sedemikian cara untuk mempertegas makna yang terdapat didalamnya.

a. Pleonasme: penegasan dengan kata tambahan (makna sama, kata yang berbeda) secara berlebihan atau tidak diperlukan. (Turunlah ke bawahdengan hati-hati)

b. Repetisi: penegasan dengan penggunaan pengulangan kata atau kelompok kata. (Selamat jalan sayangku, selamat bekerja kekasihku)

c. Paralelisme: penegasan dengan menggunakan kata atau kelompok kata yang sejajar.

i. Anafora: penegasan dengan pengulangan kata pada awal tiap potongan bagian kalimat. (Engkaupujaanku, engkau pelitaku, engkauharapanku)

ii. Epipora: penegasan dengan pengulangan kata pada akhir tiap potongan bagian kalimat. (Jika ayah mau, ibu mau, maka aku punmau).


(48)

d. Tautologi: penegasan dengan pengulangan kata, kelompok kata atau sinonimnya. (Sekali kukatakantidak,yatidak).

e. Klimaks: penegasan dengan penyebutan beberapa hal yang berurut dari rendah ke tinggi. (Senyummu membuat diriku terdiam, membisu, terpaku).

f. Anti-klimaks: penegasan dengan penyebutan beberapa halyang berurut dari tinggi ke rendah. (Presiden,wakil presiden dan menterisedang menjenguk pengungsi) .

g. Retoris: penegasan dengan kalimat berisi pertanyaan yang tak perlu dijawab karena dimaksudkan untuk pernyataan. (Mana mungkin orang yang meninggal dunia lalu hidup lagi?).

h. Koreksio: penegasan yang diungkapkan melalui koreksi kata yang terdapat dalam sebuah kalimat. (Mari berlari..eh..maaf, berdiri).

i. Sindenton: penegasan yang berusaha menjelaskan beberapa hal secara berturut-turut dengan menggunakan kata hubung (konjungsi).

i. Asindenton: menjelaskan beberapa hal tanpa kata penghubung. (Kemeja, sepatu, kaos kaki ini dibeli di toko sebelah).

ii. Polisindenton: penjelasan beberapa hal sederajat dengan menggunakan kata hubung berulangkali. (Dengan kamu, denganAnda,dengankalian, kami bisa).


(49)

j. Interupsi: penggunaan kata untuk penjelasan sebagai keteranganyang disispkan dalam suatu kalimat. (Tiba-tiba ia suami itu-direbut oleh perempuan lain).

k. Praterio: gaya bahasa penegasan dengan menyembunyikan maksud yang sebenarnya agar ditebak oleh penerima (memberi efek penasaran). (Bahwa saya tahu kejadian kemarin,tidak perlu saya ceritakan).

l. Enumerasio: gaya bahasa yang menyebut beberapa bagian saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan. (Angin berhembus, laut tenang, bulan memancarlagi).

m. Inversi: penegasan dengan menggunakan kalimat yang tersusun terbalik (kata sifat mendahului objek). (Indah benar pemandangannya).

n. Elipsis: penegasan dengan penggunaan kalimat yang tidak lengkap. (Diam!)

o. Eksklamasio: penegasan dengan penggunaan tanda baca seru (!). (Awas,anjing galak!).

p. Apofasis: penegasan dengan cara seolah menyangkal hal tersebut. (Saya tidak mau mengungkapkan dalam acara ini bahwaAsnda curang).

q. Pararima: Pengulangan dengan mengulang kata, namun mengubah bunyi huruf vokalnya. (Kamu jangan mondar-mandir).


(50)

r. Aliterasi: penegasan dengan pengulangan penggunaan kata dengan konsonan yang sama dengan kata pertama. (Tuhantentu tidaktidurtatkalaterjaditindakantidakterpuji).

s. Sigmatisme: gaya bahasa dengan pengulangan kata dengan dominasi huruf S untuk menimbulkan efek meriah. (Rasa sesal selalusinggahisapasiapasaja)

t. Antanaklasis: penegasan dengan menggunakan pengulangan kata yang sama namun beda makna. (Sempit rumah tidak harus sempit hati).

u. Alonim: penegasan dengan menggunakan varian nama. (Bang Benadalah pelawak legendaris Betawi)

v. Kolokasi: penegasan dengan menggunakan asosiasi kata. (Sungguh sulit berurusan dengan orangberkepala batu)

w. Silepsis: penegasan dengankata atau kelompok kata yang berbeda makna. (Membacamenambah wawasan dan menambah pengetahuan).

x. Zeugma: penegasan yang menggunakan kata atau kelompok kata yang tidak logis. (Ia menganggukkan kepaladanbadannya tanda setuju).

3. Gaya Bahasa Pertentangan

Merupakan gaya bahasa yang memperlihatkan pertentangan, dengan maksud dan tujuan tertentu, tergantung jenis yang dipakainya.


(51)

a. Paradoks: menggunakan dua kata atau kelompokkata yang bermakna pertentangan frontal dalam sebuah kalimat. (Hatinya sunyidi kota Jakarta yang ramai ini).

b. Antitesis: gaya bahasa yang menggunakan kata yang bermakna perbedaan. (Orangbulemaupun orangnegrosama-sama ciptaan Tuhan).

c. Okupasi: gaya bahasa pertentangan, tapi kemudian diberi penjelasan. (Dulu adik pemalu, tetapi kini pemberani sejak mondok di pesantren).

d. Kontradiksio: gaya bahasa pertentangan dengan adanya pengecualian dan keseluruhan. (Semua anakmu penurut, hanya Andi yangnakal).

e. Anakronisme: menggunakan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan. (Majapahit runtuhkarenadiserang teroris). f. Oksimoron: gaya bahasa pertentangan yang menggunakan kata

atau kelompok kata berlawanan. (Dia kaya harta, tetapi miskin ilmu).

4. Gaya Bahasa Sindiran

Gaya bahasa yang menyindir atau mengejek.

a. Ironi: sindiran dengan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut, menggunakan kelompok kata yang halus. (Merdu benar


(52)

b. Sinisme: sindiran yang menggunakan kata atau kelompok kata agak kasar. (Wangibenarbau mulutmu).

c. Sarkasme: sindiran yang menggunakan kata atau kelompok kata kasar. (Hai anjing, pergi dari sini!)

d. Antifrasis: yakni gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata atau kelompok kata dengan makna berlawanan. (Mana mungkin jatah untukorang kayadanorang miskindisamakan??)

e. Innuedo: gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata atau sekelompok kata yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya. (Jangan heran, dia itukaya karena pelit).

f. Satir: ungkapan yang menggunakan kecaman atau

menertawakan seseorang atau keadaan. (Ya ampun, akumuak mendengarpidato orang itu)

D. Representasi Media Stuart Hall

Representasi secara bahasa diambil dari bahasa Inggris “to present”, yang bermakna menunjukkan suatu citra tertentu. Representasi dilakukan melalui media tertentu untuk mencuatkan citra yang ingin ditonjolkan pada objek tersebut. Sebenarnya ada studi khusus mengenai representasi, yaitu cultural studies, karena cultural studies berpatokan pada pertanyaan tentang representasi. Pertanyaan mendasar mengenai representasi adalah “Bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada kita dan oleh


(53)

kita.”28. Representasi dan makna ini melekat pada beberapa faktor antara lain: bunyi, prasasti, objek, citra atau image, program televisi, majalah, dan film

Representasi juga merupakan konsep yang menghubungkan antara makna dan bahasa dengan budaya. Representasi juga dapat berarti menggunakan bahasa untuk mengatakan sesuatu yang penuh arti atu menggambarkan dunia yang penuh arti kepada orang lain. Representasi juga merupakan sebuah bagian esensial dari proses dimana makna dihasilkan dan diubah oleh anggota kultur tersebut.29

Menurut Stuart Hall, representasi harus dipahami dari peran aktif dan kreatif orang memaknai dunia. Representasi adalah jalan dimana makna diberikan kepada hal-hal yang tergambar melalui citra atau bentuk lainnya pada layar atau pada kata-kata. Hall menunjukkan bahwa sebuah citra akan mempunyai makna yang berbeda dan tidak ada garansi bahwa citra akan berfungsi atau bekerja sebagaimana mereka dikreasi atau dicipta. Representasi adalah peristiwa kebahasaan. Bagaimana seseorang ditampilkan, dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa. Melalui bahasa-lah berbagai tindakan representasi tersebut ditampilkan oleh media dan dihadirkan dalam pemberitaan. Maka yang patut dikritisi ialah pemakaian bahasa yang ditampilkan oleh media. Proses ini mau tidak mau sangat berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas untuk dibaca oleh khalayak.30

28

Chris Barker, Cultural Studies: Theory and Practice, 4th Edition, (California: Sage,2012)h.8.

29

Stuart Hall, Culture, the Media and the Ideological Effect, (London: mass Communication & Society,1997) h. 15.

30

Eriyanto,Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media(Yogyakarta: LKiS, 2009), h.113.


(54)

Menurut Stuart Hall ada dua proses representasi.Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’, yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol tertentu.31

Representasi merupakan kegunaan dari tanda. Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai berikut: “proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik”32

Representasi amatlah diperlukan bagi sebuah kebudayaan, salah satunya adalah melalui teks budaya. Teks budaya itu sendiri merupakan kombinasi dari tanda33. Teks dan praktek budaya bersifat multi-aksentual. Teks kebudayaan dapat diartikulasikan secara berbeda, dengan aksen yang berbeda oleh orang yang berbeda, dalam konteks yang berbeda dan untuk tujuan yang berbeda pula.

31

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h.122.

32

Marcel Danesi,Understanding Media Semiotics(London: Arnold), h.3. 33

Tony Thwaites, dkk, Introducing Cultural and Media Studie: A Semiotic Approach


(55)

Menurut Stuart Hall, budaya dan bahasa merupakan hal yang terkait satu sama lain, dikarenakan terkait dengan satu poin, yakni makna. Budaya adalah proses produksi dan pertukaran makna, proses memberi dan menerima maknadiantara sekelompk orang34.

Bahasa adalah sistem representasi dalam kebudayaan. Bahasa adalah salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan berekspresi kepada satu sama lain, termasuk dalam hal merepresentasikan citra atas sebuah kelompok atau kebudayaan tertentu, melalui media.

Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.35

Stuart Hall juga berpendapat bahwa ada beberapa prinsip representasi sebagai sebuah proses produksi makna melalui bahasa, yaitu:36

• Representasi untuk mengartikan sesuatu, maksudnya adalah representasi menjelaskan dan menggambarkan dalam pikiran dengan sebuah gambaran imajinasi untuk menempatkan persamaan sebelumnya dalam pikiran atau perasaan kita.

34

Stuart Hall, Representation: Cultural Representations and Signifying Practice (Sage Publications, 2003), h.2.

35

Eriyanto,Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media(Yogyakarta: LKiS, 2009), h.113.

36

Stuart Hall, Culture, the Media and the Ideological Effect, (London: mass Communication & Society,1997) h. 16.


(56)

• Representasi digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau mengkonstruksi makna dari sebuah simbol.

Stuart Hall juga mengemukakan bahwa ada tiga bentuk pendekatan representasi makna melalui bahasa, yaitu:37

• Reflektif, dimana representasi menggunakan bahasa sebagai cermin yang merefleksikan/memantulkan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu di dunia. Misalnya saja, kita melihat itu “piring” maka dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya “piring “, dalam bahasa inggris kita menyebutnya “plate”.

• Intensional, dimana menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan apa yang ingin kita katakan dan lakukan karena memiliki tujuan tertentu. Misalnya, memberi kecupan di kening sebagai tanda kasih sayang dan perlindungan.

• Konstruksionis, di mana pemaknaan dikonstruksi dalam dan melalui bahasa, misalnya saja: tanda cinta disimbolkan dengan bunga mawar, bukan kamboja.

Karena bunga mawar memiliki banyak duri dan yang memetik rela terkena duri, demikian dengan cinta siap atas sakitnya duri. Sedangkan kamboja seringkali dijumpai di pemakaman, sehingga identik dengan bunga kematian. Dari ketiga pendekatan tersebut, merupakan pendekatan bagaimana

37


(57)

bahasa yang digunakan merupakan cerminan dari sebuah makna atas apa yang ingin dibangun.

Sedangkan Sturken dan Cartwright mengartikan representasi sebagai proses mengkonstruksi dunia disekitar kita dan proses memaknainya, serta berarti penggunaan bahasa dan imaji untuk menciptakan makna di dunia sekitar kita.38

Ada hubungan antara representasi dengan bahasa media, dalam relasi media dengan khalayaknya. Dalam media ada aktor yang berperan, awak media tersebut adalah subjek yang memiliki mental representation sendiri yang tidak selalu sama dengan khalayaknya. Akan ada kemungkinan terjadi bias kepentingan dari media karena keniscayaan subjektif dari bahasa media.

Kepentingan tersebut mewakili gambaran ideologis pelaku representasi (media sendiri). Proses pembacaan terhadap bahasa media ini bersifat negosiatif, antara mental representation awak media dengan mental representation pembaca atau khalayak.

Dalam representasi media, tanda yang dipakai untuk merepresentasikan sebuah citra tentunya mengalami seleksi. Tanda-tanda yang sesuai dengan tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain diabaikan.39

Maka selama realitas dalam representasi media tersebut harus memasukkan atau mengeluarkan komponennya dan juga melakukan

38

Marita Sturken and Lisa Cartwright, Practices of Looking: An Introduction to Visual Culture,(USA: Oxford, 2001) h.12.

39

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h.123.


(58)

pembatasan pada isu-isu tertentu sehingga mendapatkan realitas yang bermuka banyak bisa dikatakan tidak ada representasi realita –terutama di media- yang benar-benar “benar” atau “nyata”.40

40

David Croteau dan William Hoynes, media/society, industries image and audiences


(59)

B. Komunikasi Antar Budaya

Kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks yang ada di dalamnya meliputi pengetahuan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan dan kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang sebagai suatu anggota masyarakat. Oleh karena itu, cara termudah untukmenjelaskan kebudayaan adalah dengan mendeskripsikan rincian pengetahuan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dari kebudayaan tertentu.41

Komunikasi antar budaya (intercultural communication) adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang yang berbeda budaya. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok rasa atau komunitas bahasa, komunikasi tersebut disebut komunikasi antar budaya. Pada dasarnya komunikasi antarbudaya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi, apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, kapan mengkomunikasikannya, bagaimana cara mengkomunikasikannya (verbal dan nonverbal).42

Hasil penelitian lain tentang bahasa dalam kasus-kasus komunikasi lintas budaya menunjukkan bahwa pemerkayaan bahasa mampu memperluas

41

Alo Liliweri,Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya(Yogyakarta: LKiS, 2007), h.11.

42


(60)

pemahaman terhadap struktur objek kebudayaan, tipe tipe strategi tindakan manusia dalam konteks komunikasi antar budaya43.

Menurut Michael Lull, hubungan bahasa dan budaya tidak terbatas pada kosakata, tata bahasa, dan ucapan. Lembaga-lembaga juga mencoba mengatur kapan orang-orang dapat berbicara, kepada siapa, mengenai apa, dan pada tingkat volume berapa. Manajemen budaya yang dilembagakan jugamuncul, misalnya dalam peraturan berpakaian disuatu lembaga yang memberitahukan para anggotanya berpakaian dan gaya rambut apakah yang dapat diterima menurut budaya. Peraturan-peraturan ini dimaksudkan tidak hanya untuk menstandarkan penampilan dan perilaku, tetapi juga memungkinkan otoritas-otoritas untuk menarik batas perbedaan kekuatan sosial antara diri mereka dan warga yang secara budaya tak dapat diatur.

Bahasa adalah sebuah instituasi sosial yang dirancang,dimodifikasi, dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan kultur atau subkultur yang terus berubah. Karenanya, bahasa dari budaya satu berbeda dengan bahasa dari budaya lain, dan samapentingnya,bahasa dari suatu subkulturberbeda dengan bahasa dari subkultur yang lain.44

C. Dakwah bit Tadwin

43

Syifa Fauzia, “Representasi Budaya Betawi dan Religiusitas Islam dalam Bens Radio”,

(Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta, 2012) h.29. 44

Martin Montgomery,An Introduction to Language and Society,(London: Methuen &Co.,Ltd, 1986) h.24.


(61)

Secara semantik, kata dakwah berasal dari bahasa Arab, da’a /yad’u yang artinya mengajak, mengundang atau memanggil. Kemudian menjadi kata da’watun yang artinya panggilan atau undangan atau ajakan45. Dalam pengertian, istilah dakwah diartikan sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat46.

Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.

Berbicara da’wah juga berarti berbicara komunikasi. Berbicara komunikasi berarti juga berbicara media, dikarenakan komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai macam media. Media ialah alat atau wahana yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Untuk itu, komunikasi bermedia adalah komunikasi yang menggunakan saluran atau sarana untuk meneruskan suatu pesan kepada komunikan yang jauh tempatnya, atau banyak jumlahnya47. Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh48.

45

Muhammad Bahri Ghazali, Da’wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Da’wah(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), h.5.

46

Wahidin Saputra,Pengantar Ilmu Dakwah(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.1. 47

Wahyu Ilaihi,Komunikasi Dakwah(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 104. 48


(62)

Media dakwah (Wasilah al-Dakwah) adalah media atau instrument yang digunakan sebagai alat untuk mempermudah sampainya pesan dakwah kepada mad’u. Media ini bisa dimanfaatkan oleh da’I untuk menyampaikan dakwahnya baik dalam bentuk lisan atau tulisan.49

Terdapat beberapa media dalam metode pemberian dakwah, salah satunya adalah dakwah bit-Tadwin, yang berarti dakwah melalui tulisan. Ia hadir untuk menjawab permasalahan, dapatkah dakwah disampaikan secara serempak dalam waktu yang relatif bersamaan?50

Di era saat ini ada banyak media yang bisa dijadikan sebagai sarana dakwah. Selain media massa seperti koran, majalah, radio, dan televisi, ada juga sarana lain yang cukup efektif yaitu buku. Melihat animo masyarakat yang mulai menyukai buku sebagai sumber ilmu dan pengetahuan, menjadikan dakwah melalui buku bisa dijadikan sebagai alternatif yang cukup representatif.51

Berdakwah melalui tulisan, merupakan bagian integral dari bidang kajian dakwah. Ia merupakan kajian atas salah satu unsur dakwah,yaitu media dakwah52. Jika para da’I hanya mengandalkan dakwahbil-lisansaja,dan hanya sebagai konsumen untuk informasi yang disampaikan oleh media lain, maka salah satu lahan potensial tidak tergarap53.

49

Saputra,Pengantar Ilmu Dakwah,h.9. 50

Aep Kusnawan,Berdakwah Lewat Tulisan(Bandung: Mujahid Press, 2004), h.6. 51

Bambang Trim, Menjadi Powerful Da’I dengan Menulis Buku, (Bandung: Kolbu, 2006), h. xii.

52

Kusnawan,Berdakwah Lewat Tulisan,h.5. 53


(63)

Oleh karena itu, tidak keliru jika kini kegiatan dakwah bisa dikembangkan melalui media tulisan. Melalui tulisan yang dikemas populer, dan dikirimkan lalu dimuat di media massa seperti di koran, majalah, tabloid maupun bulletin, pesan dakwah dapat tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya tergantung kepada keluangan objek dakwah.54

D. Sejarah Islam

Korpus data yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah buku yang bertema sejarah. Maka, peneliti akan membahas mengenai sejarah dalam konteks kajian kebudayaan keislaman. Sejarah merupakan salah satu produk budaya karena didalam sejarah terjadi proses produksi dan sirkulasi makna.

Menurut Arthur Marwick, terdapat tiga definisi sejarah, yakni masa lalu kehidupan manusia; cara manusia menggambarkan dan menginterpretasi masa lalu; sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu.55

Dari sisi lain, sejarah berasaldari kata ’syajarah’ yang dalam bahasa Arab berarti pohon. Kata ini masuk ke Indonesia sesudah terjadi akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Islam. Dalam kaitan tersebut, silsilah, riwayat, babad, tambo maupun tarikh termasuk dalam satu cakupan pengertian sejarah.56

54

Kusnawan,Berdakwah Lewat Tulisan,h.6. 55

Judy Giles dan Tim Middleton,Studying Culture: A Practical Introduction(Chicester: Blackwell Publishing, 2008), h.83.

56

Rustam E. Tamburaka, Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan IPTEK(Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h.3.


(64)

Menurut John Tosh, produksi sejarah lebih bersifat positif daripada keilmuan57. Penulisan sejarah yang ditampilkan ke khalayak luas harus dapat menunjang situasi politik dimana sejarah tersebut disebarkan. Meski begitu, teks dari sejarah kebudayaan bukanlah sekedar cerminan struktur tertentu dan sejarah. Teks tersebut merupakan sebuah kesatuan terintegrasi, sebuah proses yang berjalan beriringan.

Sejarah sebagai ilmu adalah usaha untuk mengetahui dan memahami peristiwa yang terjadi pada masa silam, yang dianggap mempunyai relevansi dan signifikansi sosial tertentu, karena peristiwa itu dinilai ikut berperan dalam menentukan masa kini dan masa yang akan datang.58

Seperti yang tersurat dalam Al-Qur’an, berbunyi sebagai berikut:

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.Al-Hasyr:18)

Begitulah perintah Allah dalam menyikapi hal yang sudah lampau sebagai sebuah sejarah dan pembelajaran untuk masa depan. Maka sebagai umat yang beriman, sudah seharusnya kita belajar dari sejarah dan bangkit untuk membangun masa depan.

57

Judy Giles. Studying Culture: A Practical Introduction(Blackwell Publishers, 1999), h.85.

58

Badri Yatim, Islam dan Konstruksi Ilmu Peradaban dan Humaniora: Studi Islam dengan Pendekatan Sejarah(Jakarta: FAH UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h.28.


(1)

It was a requirement given that the book was in the Beginners series. I had no choice! The challenge was to make the illustrations relevant and suitable for the subject.

• What are your goals and expectations while writing this book?

To introduce a positive picture of Islam as a religion, culture and civilization. • Do you think this book has been quite successful in delivering its objectives? On the whole, yes. It is one of the more popular books on Islam – and still sells quite a lot. It has been translated into 30 different languages.

• From the time you wrote this book until now, have the Moslems experienced a significant development?

Yes – many negative developments. We had to revise the book after 9/11 to include the event. And perception of Islam and Muslims around the world has gone from bad to worse. But there have also been a few positive developments – democracy in Turkey, Indonesia and now Pakistan.

• In your opinion as a futurologist, please state your view on the future development of the Moslems, by taking into account the current state.

Grim. The trends and trajectories suggest that the Muslim people will remain at the bottom of the pile. Given the violence and strife in Muslim societies, the future will be fragmented. China, India, Brazil – have all developed and are making progress. Muslim societies are too deeply entrenched in dictatorships and violence to make any progress.

• What should be done by the Moslems in their effort in pursuing progress in the modern era?

Rethink what it means to be Muslim in the 21st century. Reformulate the Shariah, which has become dangerously obsolete. Rise about sectarianism. Focus on education; entrench science and technology in Muslim societies; and base education of critical thought. Individual Muslim and societies need to open their minds.

Best,

Zia

Page 2 of 3 Gmail - Re: Fw: Interview by email

10/29/2013 file:///E:/Inda%20Nurshadina/Gmail%20-%20Re%20%20Fw%20%20Interview%20by%...


(2)

[Kutipan teks disembunyikan]

Page 3 of 3 Gmail - Re: Fw: Interview by email

10/29/2013 file:///E:/Inda%20Nurshadina/Gmail%20-%20Re%20%20Fw%20%20Interview%20by%...


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS BUKU

MENGENAL ISLAM FOR BEGINNERS

Data Pribadi

Nama : Ziauddin Sardar

Tempat, Tanggal Lahir : Pakistan, 31 October 1951

Kontak :zsardar51@gmail.com

Website :http://ziauddinsardar.com/

Pendidikan Terakhir : Profesor Hukum dan

Kemasyarakatan, Middlesex University, London Pekerjaan : -DirekturCentre for Postnormal Policy and

Futures Studies,East West University, Chicago. -KetuaThe Muslim Institute

-Editor majalahCritical Muslim Bibliografi

Lebih dari 40 buku telah ia terbitkan, dan lebih dari 80 artikel maupun reportase dalam bentuk teks maupun siaran yang ia hasilkan sedari tahun 1977, yang dapat dilihat dihttp://ziauddinsardar.com/bibliography/ .

Karyanya diantarantaScience, Technology and Development in the Muslim World (1977), Postmodernism and the Other(1998), international best seller : Why Do People Hate America? (2002), Desperately Seeking Paradise: Journeys of a Sceptical Muslim (2004), dan yang terbaru Mecca: The Sacred City yang akan diterbitkan pada musim gugur 2014


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI

Data Pribadi

Nama : Inda Nurshadrina

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Bogor, 7 September 1991

Alamat : Jl Mantarena nomor 24 RT 04/03

Kel.Panaragan Kec.Bogor Tengah, Bogor 16113 Nomor Telepon : 087874019501/085892228981

Email :indaagozali@yahoo.com

Agama : Islam

Warga negara : Indonesia

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan

a. Formal

Sekolah Tempat Tahun

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta 2010-2014 Jurusan Komunikasi Penyiaran

SMAN 6 Bogor 2006-2009

SMPN 7 Bogor 2003-2006

SD Bina Insani Bogor 1997-2003


(5)

b. Informal

2002 : Bina Vokalia Bogor

2011 : Workshop “Menerbitkan Karya Tulis”

2011 : Workshop “Menulis Karya Fiksi dan Jurnalistik”

2012 : Training Public Speaking and Broadcasting di Yayasan Bina Insan 2012 : Training Broadcasting Radio

2012 : Peserta lomba News Casting FISIP Days

2012 : Workshop Broadcasting–Mengembangkan Potensi di Era Globalisasi Media

2013 : Workshop dan Peserta Lomba SCTV Goes to Campus

Pengalaman Bekerja

2007 : Trainer for Preschool Children–Bina Vokalia Bogor 2013 : Admin–CV.Andrawina

2013-2014 : PR staff–Dekanat Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah

2013-2014 : Freelancer Interviewer–Litbang Koran Harian Kompas Jakarta

Juni 2014 : Publikasi -Event “Tribute to Kretek”, TIM

Pengalaman Berorganisasi

2004-2005 : Anggota OSIS SMPN 7 Bogor, Divisi Mading dan Publikasi 2005-2007 : Sekretaris Umum Nata Sastra Indonesia, Bogor

2010-2013 : Anggota Himpunan Mahasiswa Bogor UIN Jakarta

Prestasi

2006 : Juara Pertama dalam Lomba Membaca Puisi bertema “Anti Rokok dan Narkoba” se-Kotamadya Bogor

2006 : Juara Pertama dalam Lomba Pidato Bahasa Indonesia dengan Judul

“Peranan Wanita”, Bogor


(6)