Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday

masing-masing partisipan akan menafsirkan ”teks” yang ada. Dengan demikian, makna akan selalu bersifat ganda. Semiotik dalam kajian sosial tak lain adalah kajian semiotika dengan batasan sistem sosial atau kebudayaan sebagai suatu sistem makna. Tetapi Halliday juga memberi perhatian terutama pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial, dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial. 19 Menurut Halliday, teks merupakan sebuah bahasa yang berfungsi dalam melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah sebuah teks merupakan bahasa yang memiliki makna- makna. Karena sebagai sesuatu yang mandiri, teks itu pada dasarnya adalah satuan makna. Teks merupakan unit semantis, menurut Halliday. Kualitas tekstur tidak didefinisikan dari ukuran. Teks merupakan konsep semantik. Walau terdapat pengertian sebagai sesuatu diatas kalimat super-sentence, yang secara esensial salah tunjuk pada kualitas teks. Kita tidak dapat merumuskan bahwa dibanding kalimat ataupun klausa, teks merupakan sesuatu yang lebih besar atau susunan yang lebih panjang. Ditegaskan oleh Halliday, bahwa dalam kenyataannya, kalimat-kalimat itu lebih merupakan “realisasi teks” daripada merupakan sebuah teks itu sendiri. Sebuah teks tidak tersusun dari 19 Halliday dan Hasan, Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial, h.5. kalimat-kalimat ataupun klausa, namun direalisasikan dalam kalimat- kalimat. 20 Sebuah teks, selain dapat direalisasikan dalam sistem-sistem lingual yang lebih rendah seperti leksikogramatis dan fonologis, juga dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih tinggi dari interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan sebagainya yang dimiliki oleh teks itu. Level-level yang lebih rendah ini memiliki kekuatan untuk memproyeksikan makna pada level yang lebih tinggi lagi, dan hal ini diberi istilah “latar depan” foreground oleh M.A.K Halliday. 21 Selain itu, teks pun merupakan proses sosio-semantis. Dalam arti yang sangat umum, Halliday berpendapat bahwa teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, yakni sebuah perjumpaan semiotik melalui makna-makna yang berupa sistem sosial yang sedang saling dipertukarkan. Anggota masyarakat, yakni individu-individu adalah seorang pemakna. Melalui tindakan pemaknaan antar individu, maka realitas sosial dapat diciptakan dan dijaga dalam urutan yang baik, dan secara terus-menerus disusun dan dimodifikasi. 22 Fitur esensial sebuah teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna itu terjadi perjuangan semantis antara individu-individu yang terlibat. Karena sifatnya yang “perjuangan” itu, makna akan selalu bersifat ganda, tidak ada makna yang bersifat tunggal begitu saja. Dengan demikian, pilihan 20 M.A.K Halliday, Languange as Social Semiotic London: Edward Arnold, 1978, h.135. 21 Halliday, Languange as Social Semiotic, h. 138. 22 Halliday, Languange as Social Semiotic, h. 139. bahasa pada hakikatnya adalah perjuangan atau pertarungan untukmemilih kode-kode bahasa tertentu. Teks itu sendiri merupakan suatu objek dan contoh proses atas hasil makna sosial dalam konteks situasi tertentu. Makna diciptakan oleh sistem sosial dan dipertukarkan oleh anggota-anggota masyarakat dalam bentuk teks. Makna tidak mungkin diciptakan begitu saja dengan keadaan terisolasi dari lingkungannya. Konsep “makna adalah sistem sosial” ditegaskan oleh Halliday. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam sebuah sistem sosial akan direfleksikan dalam sebuah teks, dengan kata lain situasi akan menentukan bentuk dan makna teks. 23 Situasi adalah faktor penentu teks. Menurut Halliday, makna diciptakan oleh sistem sosial dan dipertukarkan oleh anggota-anggota masyarakat dalam bentuk teks. Makna tidak diciptakan dalam keadaan terisolasi dari lingkungannya. Secara tegas dirumuskan oleh Halliday bahwa makna adalah sistem sosial. Perubahan dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks. Situasi akan menentukan bentuk dan makna teks. Dalam semiotika Michael Alexander Kirkwood Halliday, ada tiga unsur konsep situasi yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara kontekstual. Konsep-konsep ini digunakan untuk menafsirkan konteks sosial teks, yaitu lingkungan terjadinya pertukaran makna. Konsep-konsep tersebut yaitu medan wacana field of discourse, pelibat wacana tenor of discourse, dan sarana wacana mode of discourse. 23 Halliday dan Hasan, Bahasa, Konteks dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial, h.125. Medan wacana merujuk pada aktifitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan bahasa itu muncul. Untuk menganalisis medan, kita dapat mengajukan pertanyaan what is going on apa yang sedang terjadi?, yang mencakup tiga hal, yakni ranah pengalaman, tujuan jangka pendek, dan tujuan jangka panjang. Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan yang mempertanyakan apayang terjadi dengan seluruh “proses”, “partisipan”, dan keadaan”. Tujuan jangka pendek merujuk pada tujuan yang harus segera dicapai, dan bersifat amat konkret. Tujuan jangka panjang merujuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan yang lebih besar. Tujuan tersebut bersifat lebih abstrak 24 . Pelibat wacana tenor of discourse merujuk pada hakikat relasi antar partisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Untuk menganalisis pelibat, kita dapat mengajukan pertanyaan who is taking part, yang mencakup tiga hal, yakni peran agen atau masyarakat, status sosial dan jarak sosial. Peranan yang dijalankan tentunya terkait dengan fungsi yang dilakukan individu atau masyarakat tersebut. Status sosial terkait dengan tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, diperbandingkan kesejajarannya. Jarak sosial, terkait dengan tingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, akrab atau memiliki jarak. Peran, status, dan jarak sosial dapat bersifat sementara dan dapat pula permanen. 24 Anang Santoso, Bahasa dan Seni: Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis Malang: UNM, 2008 h.4. Sarana wacana mode of discourse merujuk pada bagian bahasa yang sedang dimainkan dalam situasi, termasuk saluran yang dipilih, baik itu lisan ataupun tulisan. Untuk menganalisis sarana, pertanyaan yang dapat diajukan adalah what’s role assigned to language, yang mencakup lima hal, yakni peran bahasa, tipe interaksi, medium, saluran, dan modus retoris. Peran bahasa terkait dengan kedudukan bahasa dalam aktifitas: bisa saja bahasa bersifat wajib, atau malahan sebaliknya yakni bersifat hanya sebagai penyokong saja. Peran wajib terjadi jika bahasa berperan sebagai aktifitas keseluruhan, sebaliknya peran tambahan terjadi apabila bahasa membantu aktifitas lainnya. Tipe interaksi merujuk pada jumlah pelaku: monologis atau dialogis. Medium terkait dengan sarana yang digunakan: lisan, tulisan, atau isyarat. Saluran berkaitan dengan bagaimana teks itu dapat diterima: fonis, grafis, atau visual. Modus retoris merujuk pada “perasaan” teks secara keseluruhan, yakni persuasif, kesastraan, akademis, edukatif, mantra dan sebagainya. 25 Para pembicara dan para penulis yang efektif benar-benar memanfaatkan bahasa kiaas atau majas untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka. Sarana retorik klasik ini telah dipergunakan oleh novelis Romawi, Cicero dan Suetonius yang memakai figura dalam pengertian ‘bayangan, gambaran, sindiran, kiasan’. Majas merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalamberbicara dan menulis untukmeyakinkan atau mempengaruhi penyimak 25 Santoso, Bahasa dan Seni: Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis, h.4. atau pembaca. Majas dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. 26 Sekarang, dengan sudut pandang semiotik sosial yang peneliti pakai disini, kita dapat melihat teks dari segi prosesnya sebagai peristiwa yang timbal balik, suatu pertukaran makna yang bersifat sosial. Teks adalah suatu bentuk pertukaran. Dengan demikian, teks itu sendiri merupakan objek dan juga merupakan contoh makna sosial dalam konteks situasi tertentu. Konteks situasi, tempat teks itu terbentang, dipadatkan dalam teks, bukan dengan cara berangsur-angsur, bukan pula dengan cara mekanis yang ekstrem, tetapi melalui suatu hubungan yang sistematis antara lingkungan sosial di satu pihak dengan organisasi bahasa yang berfungsi di lain pihak. Bila kita memperlakukan teks dan konteks sebagai fenomena semiotik sebagai ‘modes of meaning’, kita dapat meniti jalan dari yang satu kepada yang lain dengan cara yang menarik.

C. Gaya BahasaMajas

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran dan perasaan yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pembicara dengan memanfaatkan kekayaan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. Gaya bahasa disebut juga majas. Kekhasan gaya bahasa adalah pada mepilihan kata yang secara tidak langsung menyatakan makna yang sebenarnya. 26 H.G Tarigan, Pengajaran Kosakata, Bandung: Penerbit Angkasa, 1984 h.179. Gaya bahasa berfungsi untuk menjadikan pesan lebihberbobot, menghidupkan suasana teks, menimbulkan efek tertentu dan menimbulkan keindahan. Majas atau gaya bahasa dapat dibagi menjadi empat pengelompokkan, yakni gaya bahasa perbandingan, penegasan, pertentangan, dan gaya bahasa sindiran yang masing – masing memiliki sub-klasifikasi yang unik dan beragam, yakni: 27

1. Gaya Bahasa Perbandingan

Merupakan jenis gaya bahasa yang menggunakan istilah sebagai perbandingan dalam mengungkap kenyataan. a. Metafora: menggunakan kata atau kelompoknkata dengan arti bukan sesungguhnya. Raja siang telah pergi ke peraduannya. b. Personifikasi: penyeolahan benda mati seperti manusia. Awan menari-nari di angkasa. c. Asosiasi atau Simile: gaya bahasa dengan kata pembanding seperti bak, umpama, laksana, bagai, bagaikan. Wajahnya muram bagaikan bulan kesiangan. d. Alegori: perbandingan antarakejadian fakta dengana penggunaan kiasan. Berhati-hatilah mendayung bahtera hidup. e. Tropen: penggunaan kata atau istilah untuk pekerjaan, yang sejajar dengan makna aslinya. Kemarin ia terbang ke Yogya. 27 M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, Jakarta: Limas, 2011 h.193. f. Metonimia: gaya bahasa dengan penyebutan merek, walau bisa jadi yang dimaksud adalah bendanya, bukan mereknya. Ayah pergi ke kantor naik Honda g. Litotes: penggunaan kiasan sebagai perbandingan untuk merendahkan diri. Ayo, mampir ke gubukku. h. Sinekdoke: gaya bahasa yang menyebutkan sebagian atau keseluruhan,namun tidak bermakna asli. i. Pars Prototo: menyatakan sebagian hal,yang padahal artinya adalah keseluruhan. Sudah lama Anton tak terlihat batang hidungnya. ii. Totem Pro Parte: penyebutan keseluruhan padahal bermakna sebagian saja. Indonesia menjadi juara dalam Asean Games. i. Eufimisme: perbandingan menggunakan kelompok kata atau kata penghalus. Anak Anda lamban menerima pelajaran. j. Hiperbola: perbandingan dengan penggunaan kata yang berlebihan dari aslinya. Tangisnya menyayat hati orang yang mendengarnya. k. Alusio: perbandingan dengan penggunaan istilah, pantun atau peribahasa secara tidak lazim. Penyanyi itu sekarang sedang naik daun. l. Antonomasia: penggunaan julukan untuk nama orang tertentu. Petinju berleher beton itu telah kehilangan gelarnya