Metode Penelitian .1. Bahan KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PENGEMBANGAN FISH SANCTUARY DI ESTUARI SEGARA ANAKAN

117 2. Penyusunan matrik kesesuaian Kesesuaian kawasan untuk pengembangan suaka secara umum dibagi dalam dua katagori yakni kawasan perlindungan bagi habitat asuhan, dan kawasan perlindungan bagi habitat pemijahan. Pada tahap pembuatan matrik kesesuaian, diawali dengan merumuskan kriteria-kriteria fisik keruangan yang akan dipakai. Dimana kriteria tersebut telah dilengkapi dengan nilai bobot dan skor. Nilai skor diperoleh berdasarkan kepentingan suatu kelas pada coverage yang sama terhadap kelas yang lain. Sedangkan nilai bobot ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan dari masing-masing coverage terhadap coverage yang lain. Nilai skor dan bobot ditetapkan berdasarkan justifikasi ilmiah dan informasi pakar. Dalam matriks kesesuaian lahan untuk rencana pengembangan suaka perikanan dibagi dalam tiga kelas kesesuaian lahanperairan, yaitu : S1 : Sangat sesuai highly suitable, apabila lahan tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan atau tidak berarti terhadap produksinya S2 : Sesuai bersyarat suitable, apabila lahan mempunyai pembatas cukup berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan. Pembatas akan mengurangi produksi dan meningkatkan masukan yang diperlukan N : Tidak Sesuai not suitable, wilayah ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat baik permanen maupun tidak permanen, sehingga mencegah perlakuan pada daerah tersebut. 3. Pembobotan weighting dan pengharkatan scoring Proses pembobotan pada setiap factor pembatasparameter ditentukan berdasarkan dominannya suatu parameter dimaksud terhadap peruntukkan, besarnya pembobotan ditentukan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi pembatasparametercriteria terhadap suatu evaluasi kesesuaian 118 Tabel 55. Matrik kriteria Kesesuaian Calon Suaka Perikanan estuari No Parameter bobot Nilai Skor Sangat sesuai skor Sesuai bersyarat skor Tidak sesuai skor A EKOBIOLOGI 62 1 Sedimentasi 5 Tidak ada 3 minimal 2 ada 1 2 Keragaman fisik habitat terdapat maender, palung, percabangan anak sungai 4 Semua komponen 3 2 komponen 2 Tidak terdapat 1 3 Fisiografi dan morfologi 4 stabil 3 stabil 2 patahan 4 Kedalaman air m 5 5,02m 3 5,02 – 3,26 2 3,26 1 5 Turbiditas 4 16,5-19,5 3 5-16,5 dan 19,5-25 2 5, 25 1 6 Salinitas 4 0,5 –17 3 17 - 30 2 0,5; 30 1 7 Suhu permukaan air 4 30 3 30-35 2 35 1 8 pH 4 6,5 – 8,5 3 6, 9 2 6, 9 1 9 Do 4 5 3 2-4 2 2 1 10 Kualitaskesuburan perairan 4 baik 3 sedang 2 rendah 1 11 Sumberdaya pakan alami plankton; phyto zoo 4 tinggi 3 sedang 2 rendah 1 12 Integritas vegetasi: tipe tutupan, kerapan, dan keanekaragaman jenis 6 tinggi 3 sedang 2 rendah 1 13 Ruang bagi pemijahanasuhan 4 Tersedia 3 terbatas 2 Tidak ada 1 14 Integritas biologi indek integritas biologi ikan 6 tinggi 3 sedang 2 rendah 1 B SOSIAL -EKONOMI 33 15 Modal sosial 5 baik 3 cukup 2 kurang 1 16 Sistem nilai kearifan lokal 4 Ada,aktif Ada, pasif Tidak ada 17 Potensi sncaman dari kegiatan ekonomi ekstraktif 4 Sangat aman 3 Cukup aman 2 Tidak aman 1 18 Potensi konflik pemanfaatankepentingan 4 rendah 3 sedang 2 tinggi 1 19 Potensi kelembagaan 4 Performing- maturing 3 Norming 2 Forming- brainstorming 1 20 Nilai penting kawasan bagi ekonomi kerakyatan 4 Sumber mata pencaharian utama 3 Sumber mata pencaharian utamabahan baku industri rakyat 2 Peningkatan PADbahan baku industri modern ekspor 1 21 Potensi untuk pengembangan wisata 4 ada 3 terbatas 2 Tidak ada 1 22 Jarak lokasi dari pemanfaatan lain 4  500 3 300-500 2 500 1 D INTEGRASI SOSIAL- EKOLOGI 5 23 Status ketersediaan jasa ekosistem 5 tinggi 3 sedang 2 rendah 1 Sumber: Utomo et al. 1994; HRPT 2002; PP no. 60 Tahun 2007; Soselisa 2006; Hartoto et al. 2007; Tjahjo et al. 2013 di modifikasi 4. Penilaian dan analisis kondisi kawasan Pada penelitian ini kesesuaian calon fish sanctuary didekati dengan analisis fungsi suaka perikanan yang dikembangkan oleh Utomo et al 1994; HRPT 2002; PP no. 60 Tahun 2007; Soselisa 2007; dan Hartoto et al 2008; dan Tjahjo 2013 yang dimodifikasi berdasarkan status integritas ekologi, integritas sosial, dan konektifitas sosial-ekologi. Penetapan suaka juga harus 119 memperhatikan syarat utama bagi suatu badan air untuk menjadi calon suaka perikanan yakni: 1 tidak kering pada musim kemarau, dan 2 tidak mendapat pengaruh sedimentasipengaruh minimal, dan 3 bukan merupakan perairan tercemar. Analisis Geomorfologi dan Bathimetri Kondisi geomorfologi diinterpretasikan dari peta topografi skala 1: 50.000 yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Tanah Nasional Bakosurtanal dan Citra Satelit landsat, sedangkan untuk membedakan antara sedimen dan air digunakan band 5. Pemetaan batimetri profil perairan estuari didapatkan dari peta bathimetri bakosurtanal dan Navigasi yang dilakukan dengan alat deepthmeter dan GPS Garmin Survey II kemudian di plot menjadi peta digital dengan menggunakan bantuan sofware Arcview 3.3. Analisis sebaran sedimen Analisa sebaran sedimen dilakukan dengan menghitung volume sedimen yang terperangkap, dan kecepatan pengendapan dalam satuan gramm 2 satuan waktu. Selanjutnya, analisa fraksi sedimen dilakukan dengan menggunakan metode ayakan bertingkat, yakni ayakan mekanik dengan ukuran masing masing 2000 µm, 1000µm, 425 µm, 212 µm, 125 µm dan 63 µm untuk mendapatkan fraksi pasir, dan dilanjutkan dengan metode pipet untuk memisahkan fraksi debu dan liat. Penentuan persen kelas butir dengan menggunakan rumus: Fi = Bi x 100 BKT ................................................................................8 Dimana: Fi = fraksi butiran sedimen kelas ke-i Bi = berat kering fraksi butir sedimen kelas ke-i BKT = berat kering total gram Klasifikasi fraksi substrat mengunakan pendekatan wenhworth grade clasification Tabel 56, sedangkan analisis tipologi tekstur substrat menggunakan pendekatan segitiga millar Brower et al. 1990. 120 Tabel 56. Klasifikasi sedimen berdasarkan Wentworth Scale Fraksi Sedimen Partikel Ukuran Butir um Batu Bongkahan  256 Krakal 64 – 256 Kerikil kasar 4 -64 Kerikil halus 2-4 Pasir Pasir sangat kasar 1-2 Pasir kasar 0,5 – 1 Pasir sedang 0,25 - 0,5 Pasir halus 0,125 - 0,25 Pasir sangat halus 0,063 – 0,125 Debulanal Debu kasar 0,031 – 0,063 Debu sedang 0,016 – 0,031 Debu halus 0,008 – 0,016 Debu sangat halus 0,004 – 00,8 Liat Liat kasar 0,002 – 0,004 Liat sedang 0,001 – 0,002 Liat halus 0,0004 – 0,001 Liat sangat halus 0,0002 – 0,0004 Analisis vegetasi Identifikasi vegetasi dilakukan pada setiap tingkat pertumbuhan yakni: 1 semai, yaitu perkecambahan sampai tinggi 1,5 m, 2 pancang, yaitu pemudaan dengan tinggi antara 1,5 m dan diameter 10 cm, 3 tiang, yaitu pohon kecil dengan diameter batang 10 – 19 cm, dan 4 pohon, yaitu pohon yang berdiameter 20 cm. metode yang digunakan adalah metode kuadrat petak tunggal 3 ulangan, dimana teknik pembuatan sub plot mengikuti stadium pertumbuhan Kusmana, 1997. Data kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relative, dominasi jenis dan dominasi relatif, frekwensi jenis dan frekwensi relatif, serta indek nilai penting menggunakan rumus Mueller Dumbois dan Ellenberg 1974. Analisis Kualitas Air dan kesuburan perairan Teknis Analisis data kesuburan perairan menggunakan metoda yang dikemukakan oleh APHA 1989; Davis 1955; Edmonson 1959; Boyd 1990; Kimmell 1990; Ryding and Rast 1989; dan Needham and Needham 1963 Beberapa Analisis data yang digunakan antara lain analisis kelimpahan plankton Perhitungan kelimpahan plankton dilakukan dengan menggunakan metode „Lackey Drop Microtransect Counting’ APHA 2005. Indek keanekaragaman 121 diversitas dan keseragaman dihitung berdasarkan indeks Shanon-Weiner dalam Odum 1998, sedangkan indeks dominansi dihitung berdasarkan Indeks Simpson dalam Legendre dan Legendre 1983. Analisis sumberdaya ikan Beberapa analisis yang digunakan adalah analisis jenis dan kelimpahan larva dan juvenil, komposisi jenis, kelimpahan relatif, dan kategori trofik level. Komposisi jenis diperoleh dari data ukuran dan jumlah spesies ikan yang diperoleh dari stasiun yang ada, kelimpahan relative diperoleh dengan menghitung persen jumlah Krebs 1972, Kr = �� � x 100 ..........................................................................9 Keterangan: Kr = kelimpahan relatif ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah total individu semua spesies Frekuensi keterdapatan digunakan untuk menunjukkan luas penyebaran lokal jenis tertentu dengan menggunakan persamaan Misra 1968 �� = �� � x 100 .................................................................... 10 Keterangan: Fi = frekuensi keterdapatan ikan spasies ke-i yang tertangkap ti = jumlah stasiun dimana spesies i tertangkap T = jumlah semua stasiun Sedangkan kategori trofik level merujuk pada Fish base 2005. Analisis Aspek Sosial Ekonomi, dan kelembagaan o Identifikasi kriteria terkait kondisi sosial-budaya Analisis ini bertujuan untuk melihat ada atau tidak nilai-nilai samawi nilai luhur, dukungan masyarakat yang merupakan perwujudan modal sosial, potensi kelembagaan masyarakat lokal yang dapat mendukung kegiatan konservasi. potensi konflik kepentingan agar pengelolaan kawasan dapat berjalan dengan 122 baik, serta potensi ancaman yaitu untuk melihat faktor-faktor yang mengancam kelestarian sumber daya ikan. Untuk mengetahui kriteria modal sosial digunakan sebanyak 24 responden yang terdiri dari nelayan, tokoh masyarakat dan aparat desa yang ditentukan berdasarkan azas keterwakilan. Pengumpulan data dilakukan di balai pertemuan menggunakan metode Focus Group Discussion FGD dan Focus Interview dengan menggunakan kuesioner. Parameter kriteria ada tidaknya nilai samawi, modal sosial terkait potensi dukungan masyarakat, potensi perpaduan iptek dengan kearifan ekologis, masing-masing disajikan pada Tabel 57-60. Tabel 57. Kriteria keberadaan nilai samawi di dalam masyarakat terkait kegiatan pengelolaan sumberdaya dan habitatnya Hartoto et al. 2007 No Nilai-Nilai Kelas kriteria Skor 1 Tidak mempunyai system nilai samawi bahkan mempunyai akhlak yang tidak baik dalam memanfaatkan sumberdaya dan habitatnya buruk 1 2. Hanya memiliki satu sampai 2 sistem nilai samawi yang berlaku dalam masyarakat kurang 2 3. Memiliki tiga system nilai samawi Cukup 3 4. Memiliki empat system nilai samawi Baik 4 5. Memiliki lebih dari lima system nilai samawi Baik sekali 5 Tabel 58. Kriteria penilaian potensi perpaduan iptek yag tersedia dengan kearifan ekologis Purba 2001; Hartoto et al. 2008 No parameter Kriteria Banyak sekali skor 5 Banyak Skor 4 Cukup Skor 3 Kurang Skor 2 Tidak ada Skor 1 1. Pengetahuan khusus yang dimiliki dari waktu ke waktu oleh masyarakat terkait sumberdaya ikan dan habitatnya 6 4-5 2-3 1 2. Kecerdikan atau kepandaian yang sifatnya tidak eksploitatif terkait dengan interaksi antara manusia dengan sumberdaya ikan dan habitatnya 6 4-5 2-3 1 3. Ada tidaknya kebijaaksanaan dalam pengambilan keputusan yang berkenan dengan penyelesaian masalah sumberdaya ikan dan habitatnya 6 4-5 2-3 1 123 Tabel 59. Kriteria evaluasi dari sisi potensi pengembangan modal sosial Purba 2001; Hartoto et al. 2008 No parameter Status criteria Kurang sekali skor 1 Kurang skor 2 Cukup skor 3 Baik skor 4 Baik sekali skor 5 1. Partisipasi dalam komunitas 4-7 8-10 11-12 13-14 15-20 2. Tingkat resiprositas dan proaktif di dalam kegiatan sosial gotong royong 6-11 12-14 15-18 19-24 25-30 3. Perasaan saling mempercayai dan rasa aman 13-24 24-34 35-39 40-53 53-65 4. Jaringan dan koneksi dalam komunitas 5-8 9-11 12-14 15-16 16-20 5. Jaringan dan koneksi antar temankeluarga 5-8 9-11 12-14 15-16 16-20 6. Toleransi dalam kebhinekaan 7-12 13-19 20-25 26-27 28-35 7. Nilai hidup dan kehidupan 6-11 12-14 15-18 19-24 25-30 8. Koneksijaringan kerja di luar komunitas 5-8 9-11 12-14 15-16 16-20 9. Partisipasi dan keanggotaan kelompok di luar komunitas 5-8 9-11 12-14 15-16 16-20 Table 60.Kriteria penilaian potensi kelembagaan dalam ko-manajemen Purba 2001; Hartoto et al. 2008 no Tahap perkembangan Kelas criteria skor 1. Forming mengawali pembentukan 1. Sudah ada struktur organisasi, dan pengurus yang dipilih secara demokratismusyawarah mufakat 2. Sudah memiliki daftar anggota yang memuat informasi tentang struktur rtp, kenelayanan, kebudidayaan, mata pencaharian 3. Ada kartu identitas nelayan 4. Melaksanakan rapat anggota secara periodik, disertai notulensi yang disetujui setiap anggota 1 2. Brainstorming urun saran 5. Memiliki program kerja dan dokumen yang disepakati bersama 6. Terdapat iuran anggota, rencana pendapatan organisasi, dan rencana pembelanjaan organisasi 2 3. Norming penetapan system nilai 7. Sudah disepakati system nilai spiritual yang akan diterapkan dalam menjalankan roda organisasi: system nilai baikburuk, system nilai samawi, tujuan berkelompok wahana untuk mendapatkan bantuan program, mandiri, sejahtera secara bersama 8. Memiliki mekanisme penyelesaian konflik antar aanggota 9. Memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga 3 Performing menjalankan fungsi dalam ko manajemen 10. Kegiatan organisasi nelayan sudah berjalan lebih dari 2 tahun 11. Adanya kesepakatan dan pemahaman tentang dasar-dasar menerapkan kegiatan perikanan yang bertanggungjawab 12. Melaksanakan aktifitas yang bersifat memberikan kontribusi terhadapsumberdaya seperti: - Perbaikan habitat - Penanaman vegetasi riparian - Kesehatan lingkungan - Kehati hatian dan ramah terhadap pemanfaatan stok ikan - Kehati hatian dan ramah terhadap perairan 13. Kewirausahaan dalam persaudaraan 4 o Identifikasi kriteria terkait kondisi ekonomi Identifikasi kriteria terkait kondisi ekonomi meliputi: 1 keterkaitan masyarakat dengan sumber daya ikan di estuari untuk mengetahui potensi sumber 124 daya ikan kaitannya dengan pendapatan livelihood dan peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan, 2 penilaian potensi ancaman dari kegiatan ekonomi, 3 nilai penting perairan bagi kegiatan perikanan, 4 Potensi wisata, dalam pendekatan kemudahan mencapai lokasi Tabel 61-64. Tabel 61. Kriteria penilaian tingkat ancaman dari fungsi ekonomi pemanfaatan SDI dan habitat kawasan No Parameter fungsi ekonomi Keragaman fungsi ekonomi Nilai Ancaman 1. Fungsi sebagai habitat dan sumber bahan baku - Daerah penangkapan ikan Nila 1-2, sangat aman dari ancaman kegiatan ekonomi skor 5; nilai 3-4 aman skor 4; nilai 5-6 cukup aman skor 3; nilai 7-8 kurang aman skor 2’ dan nilai 9 tidak aman skor 1 - Lahan budidaya ikan - Penghasil bahan baku kayubangunan - Penghasil arang dan kayu - Transportasi air - Ekowisata - Tempat pembuangan limbah domestik - Tempat pembuangan limbah domestik industri - Tanah timbulsepadandaerah tangkapan air sebagai kawasan pengembangan pertanian yang menggunakan pupukpestisida 2. Fungsi sumberdaya ikan - Produksi perikanaan tangkap untuk konsumsi sendiri Nila 1-2, sangat aman dari ancaman kegiatan ekonomi skor 5; nilai 3-4 aman skor 4; nilai 5-6 cukup aman skor 3; nilai 7-8 kurang aman skor 2’ dan nilai 9 tidak aman skor 1 - Produksi perikanan tangkap untuk bahan perdagangan local dan antar daerah - Produksi perikanan tangkap untuk bahan baku industry perikanaan rakyat - Produksi perikanan tangkap untuk komoditi ekspor - Spesies yang ditaangkap dan diperdagangkan secaraa terbatas appendixcites - Spesies yang ditangkap adalah yang sama sekali tidak boleh diperdagangkan - Ada spesies yang dianggap memiliki nilai budayakesehatan khusus - Ada spesies yang berperan dalam ekowisata Tabel 62. Kriteria penilaian tingkat ancaman dari fungsi ekonomi No Parameter Kriteria Sangat aman skor 5 Aman skor 4 Cukup aman skor 3 Tidak aman skor 2 Sangat tidak aman skor 1 1. Fungsi sebagai habitat dan sumber bahan baku 1-2 3-4 5-6 7-8 9 2. Fungsi sumberdayaa ikan 1-2 3-4 5-6 7-8 9 3. Rejim system ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya ikan Ekonomi kerakyatan yang tidak merusak alaam Sedikit berdampak merusak alam Gabungan ekonomi kerakyatan dan kapitalistik- liberal Ekonomi kapitalistik- liberal yang berpotensi merusak alam Ekonomi kapitalistik -liberal yang berdampak sangat merusak 4. Keragaman tingkah laku stakeholders utama dalam kegiatan pengelolaan Sangat ramah dan kontributif Ramah, kontributif dalam kegiatan yang membatasi aktifitas ekonomi Biasa saja terhadap kegiatan pengelolaan yang membatasi aktifitas ekonomi Bersikap menentang Bersikap sangat menentang 125 Table 63. Kriteria penilaian terhadap nilai penting kawasan dalam bingkai ekonomi kerakyatan No Parameter fungsi ekonomi Keragaman fungsi ekonomi Nilai penting Perikanan tangkap - Kegiatan perikanan tangkap sebagai sumber mata pencaharian utama 26-30-- Sangat penting skor 5 ; 21-25  Penting skor 4 ; 11- 20  Cukup skor 3 6-10  Kurang penting skor 2 ; 0-5  Tidak penting skor 1 - Kegiatan perikanan tangkap sebagai sumber penghasilan tambahan - Kegiatan perikanan tangkap sebagai sarana hiburanwisata - Kegiatan perikanan tangkap memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah setempat - Kegiatan perikanan tangkap sebagai komoditi ekspor dan bahan baku industry modern 2 Perikanan budidaya - Perairan dimanfaatkan untuk budidaya sebagai sumber mata pencaharian utama - Perairan dimanfaatkan untuk budidaya sebagai sumber mata pencaharian tambahan - Perairan dimanfaatkan untuk budidaya yang produknya sebagai bahan baku industry rakyat - Perairan dimanfaatkan untuk budidaya yang secara langsung dapat meningkatkan PAD - Perairan dimanfaatkan untuk budidaya yang produknya menjadi komoditi eksporindustry modern Tabel 64. Penilaiaan criteria jarakkemudahan mencapai lokasi dan potensi u pengembangan wisata no Dimensi akses Rincian criteria 1. Moda cara transportasi untuk mencapai lokasi calon kk dari ibu kota kabupatenkota - Hanya dengan pesawat udarakendaraan airtracking dengan lama perjalanan 3 jam - Kombinasi pesawat udara, kendaraan akir, hanya bisa dengan kendaraan darat dan trac - Hanya dengan kendaraan air saja dengan lama perjalanan 3 jam - Cukup dengan kendaraan darat dengan lama perjalanan 3 jam - Dapat dicapai dengan kendaraan darat dengan lama perjalanan 3 jam 2. Sarana akomodasi di sekitar kawasan calon kk - Sarana akomodasi yang memadai baru ada pada jarak 5jam perjalanan - Sarana akomodasi yang memadai baru ada pada jarak 4jam perjalanan - Sarana akomodasi yang memadai baru ada pada jarak 2-3jam perjalanan - Sarana akomodasi yang memadai baru ada pada jarak 1jam perjalanan - Sudah terdapat sarana akomodasi di lokasi calon kk 5. Analisis spasial Metode overlay yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah model union , dimana hasil akhirnya membentuk basis data secara keseluruhan dari coverage yang ditumpangtindihkan. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai indeks overlay berdasarkan metode Indeks Overlay Model Bonham – Carter 126 in Awal 1998, yang menyatakan bahwa setiap layer memiliki bobot weight, dan setiap kelas memiliki nilai skor. Secara umum model matematis dari nilai indeks overlay dirumuskan sebagai berikut:     n j i n i i ij B B S Sx ..................................................................11 Dimana: S x : Indeks terbobot poligon terpilih S ij : Nilai kelas ke-j dalam peta ke-i B i : Bobot peta ke-i N : jumlah peta Sehingga algoritma yang digunakan dalam penilaian nilai indeks bagi pengembangan fish sanctuary sebagai berikut: Fish sanctuary : Sed 0,04 x skor + Kfh 0,04 x skor + FisMor 0,04 x skor + Kdlmn 0,05 x skor + Turb 0,04 x skor + Sal 0,04 x skor + Suhu 0,04 x skor + pH 0,04 x skor + DO 0,04 x skor + Kual_air 0,04 x skor + Intg_vgts 0,06 x skor + Rg_PijAshn 0,04 x skor + Intgrts_biol 0,06 x skor + Mod_sos 0,05 x skor + Sis_nilai 0,05 x skor + Pot_ancm 0,05 x skor + Pot_konflik 0,05 x skor + Pot_lmbg 0,05 x skor + Nilai_penting kaw 0,05 x skor +Pot_wis 0,05 x skor+ Jrk_lok 0,05 x skor + Skj 0,05 x skor Spawning ground : Sed 0,07 x skor + Kfh 0,07 x skor + FisMor 0,07 x skor + Kdlmn 0,08 x skor + Turb 0,07 x skor + Sal 0,07 x skor + Suhu 0,07 x skor + pH 0,07 x skor + DO 0,07 x skor + Kual_air 0,07 x skor + Intg_vgts 0,1 x skor + Rg_PijAshn 0,07 x skor + Intgrts_biol 0,1 x skor Nilai indeks overlay menggambarkan tingkat kesesuaian lahanperairan yang terbentuk. Nilai indeks overlay yang terbentuk berada pada kisaran 1 sampai dengan 3. Jika bernilai 3, artinya lahanperairan tersebut memiliki kriteria kesesuaian sangat sesuai seperti pada matriks kesesuaian lahannya. 6. Analisis Zonasi Tahap selanjutnya adalah penetapan zonasi bagi calon fish sanctuary. Terdapat dua pendekatan yang umum dipakai untuk memudahkan dalam penyusunan zonasi calon kawasan konservasi, yakni pendekatan dengan GIS dan marxan. Parameter yang digunakan mengacu pada kriteria keseuaian untuk fish sanctuary didasarkan pada nilai perhitungan skor dibuat dalam persen dengan cara 127 total skor masing masing atribut dibagi total skor maksimum dikali 100. Dengan menggunakan teknik interval, maka zonasi calon fish sacntuary dapat dikategorikan sebagai berikut Permen KP no 17 tahun 2008; Permen KP no 30 tahun 2010: 1 Zona inti, diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, alur migrasi biota estuari, serta pendidikanpenelitian, mencakup didalamnya daerah pemijahan, pengasuhan danatau alur ruaya ikan, habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan khasendemik, langka danatau, kharismatik, mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya, mempunyai ciri khas ekosistem alami, danatau mewakili keberadaan biota tertentu yang masih asli, kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia, luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses bio-ekologis secara alami, dan mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi Kawasan Konservasi Perairan. Kategori zona inti dalam penelitian ini adalah seluruh kawasan yang termasuk dalam kelas sesuai 2 Zona pemanfaatan terbatas, diperuntukkan sebagai kawasan penyangga bagi perlindungan habitat dan populasi ikan dan lingkungannya, kegiatan pariwisatarekreasi, penelitian dan pengembangan, danatau pendidikan, dan atau pemanfaatan yang sifatnya tidak langsung 3 Zona perikanan berkelanjutan, diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan, budidaya ramah lingkungan, penangkapan ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, danatau pendidikan 4 Zona lainnya, diperuntukkan untuk kepentingan lainnya seperti rehabilitasi, alur pelayaran, pemukiman. 7. Analisis prioritas lokasi Analisis prioritas lokasi bertujuan untuk memilih lokasi pengembangan fish sanctuary berdasarkan skala prioritas lokasi yang memiliki nilai kesesuaian paling tinggi. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan pemeringkatan yang berbasis pada nilai bobot dan skor pada analisis sebelumnya. 128 . 5.3. Hasil dan Pembahasan 5.3.1. Integritas sosial ekologi ekosistem Estuari Segara Anakan

5.3.1.1. Keragaman fisik habitat

Keragaman fisik habitat pada masing masing lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 65. Kondisi fisik tepi ruas sungai yang diamati menunjukkan kondisi subsrtat lumpur berpasir pada stasiun 2,3, dan 4, dengan persentase pasir antara 22,04-46,7, selebihnya umumnya berlumpur, yang diduga sebagai pengaruh dari adanya sedimentasi. Adanya akumulasi sedimentasi tampak jelas pada stasiun 1, 3, 11, 12, dan 13, bahkan pada sebagian lokasi akumulasi sedimen tersebut nampak sebagai paparan lumpur yang dapat dilihat pada saat surut. Dalam perkembangannya, paparan lumpur tersebut selanjutnya membentuk pulau pulau baru yang berdampak pada semakin sempitnya badan perairan estuari. Seperti pulau tiram sabuk, tiram gesing dan lainnya Gambar 19 Gambar 19. Kemunculan pulau baru dari aktifitas sedimentasi Citra Landsat 1994-2014 2014 129 Tabel 65. Keragaman fisik habitat No Karakteristik fisik habitat Stasiun Zona Timur Zona Tengah Zona Barat Do Tal Tri UA UA KW UA UA Pan Kla UG UG UG 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1. Tipe pantai alur sungai berlumpur Lumpur berpasir Lumpur berpasir Lumpur berpasir berlumpur berlumpur berlumpur berlumpur berlumpur berlumpur berlumpur berlumpur berlumpur 2. Profil Dasar Perairan Akumulasi sedimen tinggi Akumulasi sedimen rendah Akumulasi sedimen tinggi Akumulasi sedimen sedang Akumulasi sedimen sedang Akumulasi sedimen minimal Morfologi agak kasarada campuran batuan Akumulasi sedimen sedang Akumulasi sedimen sedang Akumulasi sedimen tinggi; Morfologi agak kasarada campuran batuan Akumulasi sedimen tinggi Akumulasi sedimen tinggi Akumulasi sedimen tinggi 3. Ukuran butir subsrtat dominan 5 µm; 20 µm; 0,25mm 5 µm; 1 mm 5 µm; 1 mm 5 µm; 20 µm; 0,25mm 5 µm; 20 µm; 0,25mm 5 µm; 1 mm 5 µm; 20 µm; 5 µm; 20 µm; 5 µm; 50 µm; 5 µm; 50 µm; 5 µm; 50 µm; 5 µm; 50 µm; 5 µm; 50 µm; 4. Tekstur substrat perairan liat lempung berpasir liat berpasir liat berpasir lempung liat berpasir liat lempung berpasir liat berlempung liat berlempun g liat berlempung lempung berliat lempung berliat liat berlempung lempung berliat liat berlempung 5 Tipe perairanalur sungai Alur sungai lurus Alur sungai lurus Alur sungai berhutan mangrove berkelok kelok Alur sungai berhutan mangrove berkelok kelok Alur sungai berhutan mangrove berkelok kelok Alur sungai berhutan mangrove berkelok kelok Alur sungai berhutan mangrove berkelok kelok Alur sungai berhutan mangrove lurus Muara sungai berhutan mangrove lurus Alur sungai berhutan mangrove lurus Muara sungai Muara sungai Mulut estuari 6 Kedalaman Perairan m 5,6 5,8 4,2 5,2 6,2 6,8 2,2 1,5 2 2,1 2,5 5 4,1 7 Kondisi Vegetasi Mangrove - Mangrove sejati, tebal Mangrove sejati, tebal Mangrove mix Mangrove mix Mangrove sejati, tebal Mangrove mix Mangrove mix Mangrove asosiasi Mangrove asosiasi pioner Mangrove asosiasi pioner Mangrove asosiasi pioner Mangrove asosiasi pioner Ket: - tidak memiliki areal tutupan mangove 129 130 Morfometri alur sungai pada umumnya berpola lurus, dengan paparan yang bervariasi pada ukuran panjang 2 -5,7 km, kecuali pada stasiun 3,4,5, 6, dan 7 dimana sebagian tanggul sungai memiliki tipe berkelak kelok maender. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada stasiun tersebut memiliki garis pantai lebih panjang dibanding stasiun lainnya. Hasil pemetaan batimetri menunjukkan bahwa rata rata kedalaman perairan berada pada kisaran 1,5 – 6,2 m, mengindikasikan bahwa estuari segara anakan memiliki sebaran kedalaman relatif seragam, kecuali pada stasiun 1,2,5, dan 6 yang memiliki kedalaman 5m Gambar 20. Ketersediaan maender, dukungan kedalaman yang memadai serta rendahnya tingkat sedimentasi khususnya pada stasiun 5, dan 6, menunjukkan bahwa lokasi ini memiliki nilai keragaman fisik yang lebih tinggi serta cukup aman dibanding dengan stasiun lainnya. Dengan kata lain kawasan ini lebih banyak menyediakan peluang bagi tersedianya spasial ecological niche, seperti dikemukakan Ridwansyah et al. 2008 bahwa zona dengan heterogenitas yang tinggi akan lebih mampu menyokong kehidupan biotik disekelilingnya. Gambar 20. Peta sebaran kedalaman 131

5.3.1.2 Geomorfologi, dan DAS

Kawasan estuari segara anakan merupakan bagian dari pantai selatan jawa tengah termasuk ke dalam depresi central java Van Belemen 1949 yang dibatasi sesar-sesar besar penyebab merosoknya zona depresi Wibisono 2000. Komposisi batuan pembentuk kawasan terdiri dari dua jenis batuan sedimen, yakni jenis gamping dan breksi menyusun Pulau Nusakambangan ditandai dengan topografi perbukitan di sebelah tenggara pulau, dan jenis alluvial menyusun kawasan laguna ditandai dengan lembah-lembah alluvium pada sebagian besar kawasan estuari, bertekstur silty clay dengan perbandingan 65- 77 clay, dan 23-35 silty, dengan kandungan bahan organik 3-11,2. Berdasarkan topografi, struktur batuan dan proses geomorfologi, kawasan estuari sendiri terdiri dari 4 bentukan lahan yakni 1 lereng perbukitan gamping yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, tegalan, dan kebun campuran, 2 dataran alluvial meliputi lembah lembah sungai dan dataran estuari dengan material penyusun adalah sedimen rawa berupa pasir, kerikil dan lempung, lanau bercampur material organis, dengan ketebalan 25 cm hingga 2 m, 3 Pulaupaparan lumpur, terbentuk dari proses pengendapan oleh pasang surut, dicirikan dengan material penyusun relatif muda, belum memadat dan tertutup mangrove zona barat, dan yang berumur sudah lebih tua didominasi oleh vegetasi rumput rawa zona tengah bagian utara dan timur sehingga struktur geologi cenderung lebih stabil, dan 4 tubuh perairan, dari waktu ke waktu terus mengalami pendangkalan hingga terbentuk seperti alur alur sungai saja, kedalaman rata-rata 2,70 m 1900 menjadi 1,03 m 1980, dengan rata rata pendangkalan 2 cmth. Hasil analisis topografi menunjukkan bahwa estuari segara anakan merupakan tempat bermuaranya 8 sungai utama, yakni Sungai Citanduy, Cibeureum, Cimeneng zona barat, Sungai Penikel, Cikonde, Ujung Alang zona tengah, Sungai Cigintung dan Donan Zona Timur. Sungai-sungai tersebut berasal dari dua DAS besar, yaitu DAS Citanduy dan DAS Segara Anakan. DAS Citanduy memiliki luas sekitar 350.000 ha, DAS Segara Anakan memiliki luas 96.000 ha dengan sungai-sungai utamanya Cikonde, Cibeureum, dan Ujung Alang yang relatif pendek dan berhulu di perbukitan rendah di sebelah utara Sidareja 132 Napitupulu dan Ramu, 1982. Sungai Citanduy sebagai sungai terbesar dan menyumbang sekitar 80 debit yang masuk ke laguna selain sungai lainnya. Tabel 66. Sebaran kondisi geomorfologi dan DAS di Estuari Segara Anakan No Parameter Desa Desa Pesisir Estuari Zona Timur Zona Tengah Zona Barat Do Tal Tri KW UA Pan Kla UG 1. Topografi Dataran Dataran dataran Dataran Dataran dataran Dataran- perbukitan Dataran 3 Geomorfologi Alluvial Alluvial Alluvial Alluvial Alluvial, campuran Alluvial, muda Alluvial, muda Alluvial, muda 2. DAS terbatas terbatas terbatas luas luas luas terbatas luas

5.3.1.3 Sedimentasi

Hasil analisa terhadap volume sedimentasi pada beberapa muara sungai besar yang bermuara di perairan estuari menunjukkan rata rata sedimen mengendap 0,009-0,021 cm 3 detik. Sedimentasi tertinggi terjadi di sekitar Muara Citanduy, Muara Jeruk legi, dan Muara Donan, sedangkan terendah di perairan parid kotawaru. Gambar 21. Rata rata pengendapan sedimen pada 12 muara sungai

5.3.1.4 Kualitas Perairan

Kajian terhadap kualitas lingkungan perairan terkait integritas ekologi bagi kesesuaian pengembangan fish sanctuary meliputi 22 sub parameter dalam 5 kategori yakni non spesifik lima sub parameter, nutrisi empat sub parameter, 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 0.025 rata rata p e n g e n d ap an c m 3d tk