33
ALAM manusia
Metabolisme
Komunikasi Langsung
Struktur Biofisik
Masyarakat
Dunia Materi
BUDAYA Sistem budaya
Sistem Alam
Alam
INTERAKSI MASYARAKAT-ALAM
Gambar 5 adalah suatu penyajian visual tentang konsep sistem sosialekologis,yang menegaskan peran sentral dari pembelajaran sosial.
Komponen merupakan struktur hirarkis terkait sistem ekologis dan sosial- institusional yang dihubungkan melalui pemahaman dan pengetahuan ekologis,
yang kemudian diterjemahkan ke dalam praktek pengelolaan. Variasi dari perubahan sosialekologis yang memungkinkan terjadi.
Dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir, konsep ini sangat penting mengingat karakteristik dan dinamika ekosistem perairan, sumberdaya ikan dan
pelaku perikanan merupakan satu keterkaitan. Hal ini didasarkan pada karakteristik dan dinamika pesisir yang merupakan suatu sistem dinamis saling
terkait antara sistem manusia dengan sistem alam sehingga kedua sistem inilah yang bergerak dinamik dalam kesamaan besaran magnitude. Untuk itu
diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan wilayah pesisir. Integrasi inilah yang dikenal dengan paradigma Social-Ecological System
dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan Adrianto and Aziz 2006.
Gambar 6. Keterkaitan antara Sistem Ekologi dan Sosial di Wilayah Pesisir dan Laut Anderies et al. 2004 in Adrianto 2006
Dari tinjauan-tinjauan yang dikemukakan oleh Anderies et al. 2004, Ostrom 2007, Gunderson and Holling 1998; 2002, Berkes and Folke 1998, dan
Berkes et al. 2003 tersebut di atas, dapat disarikan pemahaman terkait dengan konsep maupun aplikasi dari analisis SSE. Dari aspek konsep, SSE mengandung
pengertian jejaring dinamik interaktif yang terbentuk dari sejumlah unit sistem yang mencakup sistem ekologi sumberdaya dan ekosistemnya, dan sistem sosial
34 pengguna sumberdaya, prasarana dan penyedia prasarana, serta pemangku
kepentingan publik. Dalam aplikasinya, unit-unit sistem menurut konsep SSE dicirikan berdasarkan sejumlah variabel Suryawati 2012; Adrianto et al. 2013.
2.6. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang
perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan
tujuan yang telah disepakati. Secara alamiah, pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari
tiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu 1 dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; 2 dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan
untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat;dan 3 dimensi kebijakan perikanan itu sendiri Charles 2001. Terkait dengan tiga dimensi tersebut,
pengelolaan perikanan saat ini masih belum mempertimbangkan keseimbangan ketiga dimensi tersebut, di mana kepentingan pemanfaatan untuk kesejahteraan
sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding dengan misalnya kesehatan ekosistemnya. Dengan kata lain, pendekatan yang dilakukan masih
parsial belum terintegrasi dalam sebuah batasan ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan. Dalam konteks ini, pendekatan
terintegrasi melalui pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan ecosystem approach to fisheries management, EAFM menjadi sangat penting,
seperti diungkapkan dalam model yang dikembangkan oleh Gracia and Cochrane 2005 pada Gambar 7.
35
Gambar 7. Interaksi dan proses antar komponen dalam pengelolaan perikanan
Gracia and Cochrane 2005 Gambar di atas menyajikan model sederhana dari interaksi antar komponen dalam
ekosistem yang mendorong pentingnya penerapan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan EAFM, dimana interaksi antar komponen abiotik dan
biotik dalam sebuah kesatuan fungsi dan proses ekosistem perairan menjadi salah satu komponen utama mengapa pendekatan ekosistem. Interaksi bagaimana iklim
mempengaruhi dinamika komponen abiotik, mempengaruhi komponen biotik dan sebagai akibatnya, sumberdaya ikan akan turut terpengaruh, adalah contoh
kompleksitas dari pengelolaan sumberdaya ikan. Apabila interaksi antar komponen ini diabaikan, maka keberlanjutan perikanan dapat dipastikan menjadi
terancam. Proses yang terjadi pada conventional management digambarkan melalui garis tebal, sedangkan pengembangan dari pengelolaan konvensional
tersebut melalui EAFM digambarkan melalui garis putus-putus, dimana pada pengelolaan konvensional kegiatan perikanan hanya dipandang secara parsial
bagaimana ekstraksi dari sumberdaya ikan yang didorong oleh permintaan pasar. Dalam konteks EAFM, maka ekstraksi ini tidak bersifat linier namun
mempertimbangkan pula dinamika pengaruh dari tingkat survival habitat yang
mensupport kehidupan sumberdaya ikan itu sendiri.
36 Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan
FAO 2003 mendefinisikan EAFM sebagai sebuah konsep bagaimana menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan
kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan, dll dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen
biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan. Dalam
konteks ini, beberapa prinsip yang harus diperhatikan antara lain: 1 perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh
ekosistem; 2 interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; 3 perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi
sumberdaya ikan; 4 prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan; 5 tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem
ekologi dan sistem manusia FAO 2003. Dalam implementasinya, EAFM beradaptasi baik struktural maupun fungsional di seluruh tingkat pengelolaan
perikanan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini paling tidak menyangkut perubahan kerangka berpikir mindset misalnya bahwa otoritas perikanan tidak
lagi hanya menjalankan fungsi administratif perikanan fisheries administrative functions
, namun lebih dari itu menjalankan fungsi pengelolaan perikanan fisheries management functions Adrianto 2008, melalui seperangkat indikator.
Indikator yang dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi mengenai sejauh mana pengelolaan perikanan sudah menerapkan prinsip-prinsip
pengelolaan berbasis ekosistem Degnbol 2002; Garcia and Cochrane 2005; Gaichas 2008. Beberapa Indikator terkait EAFM seperti diusulkan dalam Loka
Karya Nasional 2010 terdiri dari 6 domain yaitu: 1 indikator sumberdaya ikan; 2 indikator habitat dan ekosistem peraian; Indikator teknis penangkapan ikan;
4 indikator ekonomi; 5 indikator sosial; dan 6 indikator kelembagaan perikanan.
37
2.7. Pendekatan Sosial-ekologi Dalam Penetapan Suaka Perikanan Estuari
2.7.1. Integritas ekologi
Istilah integritas ekologi diperkenalkan sebagai kesehatan ekosistem. Terkait dengan ekosistem perairan, Schofield Davies 1996; Karr Dudley
1981; dan Angermeier Karr 1994 mendefinisikan integritas ekologi sebagai kemampuan ekosistem air untuk mendukung dan menjaga proses ekologi dan
komunitas adaptif organisme yang memiliki komposisi spesies, keragaman, dan fungsional organisasi sebanding dengan habitat alam dari daerah yang sama.
Selanjutnya Rapport et al. 1998 menyatakan bahwa kesehatan ekosistem tidak
hanya dalam hal organisasi sistem, kekuatan, dan ketahanan, tapi juga oleh adanya tekanan lingkungan. sistem ekologi yang sehat memiliki kapasitas yang tinggi
untuk melawan gangguan dikenakan oleh fenomena lingkungan alamiah dan banyak perubahan yang disebabkan oleh masyarakat, Oleh karena itu mereka
memerlukan intervensi eksternal rendah Karr et al. 1986. Sulastri et al. 2006 menjabarkan bahwa integritas ekologi terkait dengan keutuhan sebuah ekosistem
dalam keberadaan dan fungsinya, mencakup aspek fisik, kimia dan biologi sebagai satu kesatuan integritas ekologi De Barbour et al. 2000.
Pendekatan integritas ekologi sering digunakan dalam mengevaluasi kondisi sebuah ekosistem. Dalam kaitanya terhadap kelayakan status habitat bagi
pengembangan kawasan lindung pada ekosistem estuari, sulastri et al. 2007; Hartoto et al. 2007 dalam penelitiannya di Muara Layang, Provinsi bangka
Belitung menyebutkan beberapa aspek terkait integritas ekologi yakni keragaman fisik habitat, struktur komunitas biotik integritas biologi dalam hal ini fauna
aquatik, kondisi sedimen, dan daya dukung kualitas perairan mencakup parameter non spesifik, nutrisi, parameter pengganggu, logam, dan sumberdaya pakan.
Beberapa kriteria biofisik ekosistem terkait kesesuaian bagi pengembangan suaka perikanan di estuaria disajikan pada Tabel 3.
38 Tabel 3. Kisaran nilai parameter kualitas air dalam mendukung kehidupan biota
Estuari
parameter satuan
Nilai kisaran yang disarankan
sumber
1. Kualitas air a. Parameter non spesifik
Turbiditas NTU
5 -25 USA Quinn et al, 1992 Salinitas
Ppt 0,5
– 17 Nontji 1992 Suhu
C 30 Kirby-smith et al 2003
pH -
6,5 – 8,5 PP 02men KLHI1998
DO mgL
5 Kep Men LH No. 512004 b.Parameter nutrisi
T-N mgL
1,5 SEPA 1991 Nitrat NO
3
mgL 10 PP no 82 2001
P-PO
4
mgL 0,2 PP no 82 2001
T-P mgL
0,05 SEPA 1991 TNTP
- 7 Jorgensen 1980
c. Parameter pengganggu Nitrit N-NO
2
mgL 0,06 PP no 82 2001
Amonia N-NH
3
mgL 0,02 PP no 82 2001
d. Parameter logam KaliumPotasium K
mgL 200-400 Hartoto et al, 2007
Kalsium Ca mgL
180-220 Hartoto et al, 2007 Magnesium Mg
mgL 900-1500 Hartoto et al, 2007
Sodium Na mgL
5000-9000 Hartoto et al, 2007 Besi Fe
mgL 0,15-0,2 Hartoto et al, 2007
Mangan Mn mgL
0,02 – 0,03 Hartoto et al 2007; jorgensen,
1981; Goldman dan horne 1983
Timbal Pb mgL
0,008 Kep Men LH No. 512004 Kadmium Cd
mgL 0,001 Kep Men LH No. 512004
Tembaga Cu mgL
0,008 Kep Men LH No. 512004 Seng Zn
mgL 0,05 Kep Men LH No. 512004
Nikel Ni mgL
0,05 Kep Men LH No. 512004 Merkuri Hg
mgL 0,002 Kep Men LH No. 512004
2. Biota Fitoplankton dominan
Chaetocheros sp, Fragilaria sp,
Nitzschia sp, Nitzschia closterium,
Pleurosigmasp Hartoto et al, 2007
Zooplankton dominan Brachyuran;
Copepod, caridina Asthon et al 2003; Hartoto et
al 2007
Benthos Moluska
Codakia sp Hartoto et al 2007
Crusacea Ostracoda sp
Hartoto et al 2007 polychaeta
Mediomastus sp Lianso et al 2002