2.5.6. Farmer’s Share
Tersebarnya lokasi produksi dalam wilayah yang luas dan jauh dari pusat pemasaran hasil produksi menyebabkan banyaknya lembaga pemasaran yang
terlibat. Kondisi ini mengakibatkan jasa-jasa pedagang pengumpul masih tetap diperlukan. Semakin panjang rantai pemasaran maka biaya pemasaran atau biaya
tataniaga akan semakin besar. Hal ini berakibat semakin banyaknya marjin tataniaga sehingga bagian harga yang diterima petani farmer’s share akan
semakin kecil. Kecilnya bagian yang diterima petani akan mengakibatkan kurangnya dorongan bagi para petani untuk memproduksi lebih lanjut.
Kohl and Ulh 1990, menyatakan bahwa besarnya bagian yang diterima petani dipengaruhi oleh tingkat pemprosesan biaya transportasi, keawetan atau
mutu produksi dan jumlah produksi. Tingkat efisiensi pemasaran dapat diukur juga melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Dengan
semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem pemasaran akan semakin efisien. Rasio keuntungan terhadap
biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio Keuntungan dan Biaya =
C N
i i
.......................................................2.1 dimana:
N
i
= Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i C
i
= Biaya lembaga pemasaran tingkat k-i
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu
2.6.1. Studi Mengenai Kelayakan Finansial dan Ekonomi
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad 2005, di Kabupaten Selayar, Sulawesi selatan, mengenai keragaan dan analisis pengembangan usahatani jeruk
keprok secara umum, teknologi budidaya jeruk keprok yang berkembang di tingkat petani cukup baik dengan menggunakan input produksi dari sumberdaya
setempat dan input yang rendah cukup menguntungkan dengan nilai NPV Rp. 20.7 juta, BC ratio 2.69, dan IRR 66.24 persen dengan dasar perhitungan
discaunt faktor 20 persen.
Hasil Penelitian Rustiadji 2005, mengenai analisis pengembangan agribisnis buah jeruk di wilayah agropolitan Kota Batu Malang Jawa Timur,
berdasarkan penelitiannya diperoleh jawaban strategi pengembangan buah jeruk di wilayah agribisnis Kota Batu Malang untuk saat ini, adalah kinerja finansial
usahatani menunjukkan bahwa usahatani buah jeruk layak untuk dikembangkan yang ditunjukkan oleh nilai BC ratio yang diperoleh lebih besar dari satu, nilai
NPV yang positif dan nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku di lokasi penelitian. Rantai pemasaran produksi buah jeruk menunjukkan
belum efisien karena petani menerima marjin yang relatif rendah sementara pelaku tataniaga lainnya menerima marjin yang lebih besar dan struktur rantai
pemasarannya masih terlalu panjang dan melibatkan banyak pelaku tataniaga.
2.6.2. Studi Mengenai Policy Analysis Matrix
Hasil penelitian Emilya 2001, mengenai analisis keunggulan komparatif dan kompetitif serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan komoditas
tanaman pangan menunjukkan bahwa komoditas pangan memperoleh profit diatas normal atau memiliki kelayakan untuk diusahakan dan dikembangkan di Provinsi
Riau dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Secara privat dan sosial, komoditas pangan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat dilihat dari
nilai PCR dan DRC lebih kecil dari satu. Artinya pengusahaan komoditas pangan
di Provinsi Riau mempunyai dayasaing dan mampu dikembangkan dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Keunggulan tertinggi terdapat pada komoditas padi,
kedelai dan jagung. Tingginya tingkat komoditas padi, kedelai dan jagung lebih banyak disebabkan karena ketiga komoditas tersebut mendapat prioritas utama
dari pemerintah sejalan dengan program ketahanan pangan terutama untuk peningkatan produksi dan produktivitasnya.
Hasil penelitian Novianti 2003, Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas unggulan sayuran menunjukkan bahwa komoditas
kentang dan bawan merah di ketiga daerah penelitian Garut, Bandung dan Majalengka menghasilkan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil daripada satu.
Artinya kedua komoditas unggulan sayuran tersebut di ketiga tempat penelitian memiliki dayasaing sehingga mampu bersaing dan diharapkan dapat berkembang
dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Sementara usahatani kubis, hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal
tersebut menunjukkan bahwa intervensi pemerintah menghambat usahatani kubis sehingga usahatani menjadi tidak efisien.
2.6.3. Studi Mengenai Sistem Pemasaran