Studi Mengenai Sistem Pemasaran

di Provinsi Riau mempunyai dayasaing dan mampu dikembangkan dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Keunggulan tertinggi terdapat pada komoditas padi, kedelai dan jagung. Tingginya tingkat komoditas padi, kedelai dan jagung lebih banyak disebabkan karena ketiga komoditas tersebut mendapat prioritas utama dari pemerintah sejalan dengan program ketahanan pangan terutama untuk peningkatan produksi dan produktivitasnya. Hasil penelitian Novianti 2003, Analisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas unggulan sayuran menunjukkan bahwa komoditas kentang dan bawan merah di ketiga daerah penelitian Garut, Bandung dan Majalengka menghasilkan nilai PCR dan DRC yang lebih kecil daripada satu. Artinya kedua komoditas unggulan sayuran tersebut di ketiga tempat penelitian memiliki dayasaing sehingga mampu bersaing dan diharapkan dapat berkembang dengan atau tanpa kebijakan pemerintah. Sementara usahatani kubis, hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi pemerintah menghambat usahatani kubis sehingga usahatani menjadi tidak efisien.

2.6.3. Studi Mengenai Sistem Pemasaran

Hasil penelitian Muani 1993, Analisis Kelembagaan dan Saluran Distribusi Komoditas Jeruk Siam dari daerah Kaimantan Barat menunjukkan bahwa berdasarkan pola saluran distribusi komoditas jeruk Siam Pontianak terdapat kecenderungan makin rendah grade makin kecil bagian yang diterima petani produsen dari harga konsumen. Bagian harga petani produsen relatif kecil pada saluran distribusi tujuan pasar DKI Jakarta adalah grade AB 23.76 persen, C= 19.39 persen, D=11.56 persen dan E= 9.00 persen, sedangkan pada saluran distibusi Bandung grade AB=20.96 persen, C=16.16 persen, D=11.06 persen dan E=7.14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Pola distribusi pemasaran jeruk Siam pontianak sudah efisien karena srtuktur pasar bersifat oligopolistik. Hasil kajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat 2006, Pengkajian agroniaga jeruk Siam Pontianak menunjukkan bahwa terdapat lima hubungan antar lembaga, yaitu 1 petani dan pedagang mempunyai pemasaran murni, belum terlihat adanya hubungan hutang-piutang sehingga petani bebas memilih pasar, 2 hubungan pengumpul dengan pedagang antar pulau dan distributor lokal ada dua macam, yaitu hubungan pasar murni pengumpul free lance dan hubungan bantuan modal atau kaki tangan pengumpul hencman, 3 hubungan antara pedagang antar pulau dan distributor di luar Kalimantan Barat adalah hubungan pemasaran yang menganut 3 macam sistem transaksi, yaitu sistem komisi, sewa dan harga lepas, 4 hubungan antara distributor dan pengecer lebih banyak murni perdagangan dan bersifat langganan. Keduanya tidak mempunyai hubungan yang mengikat, sehingga pengecer mempunyai banyak pilihan dalam pembelian jeruk, 5 hubungan antara pengecer dengan konsumen bersifat jual-beli murni tanpa ikatan tertentu, dan struktur pasar bersifat oligopolistik dan secara umum pola distribusi pemasaran cukup efisien. Penelitian mengenai analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak sendiri belum pernah dilakukan, sehingga perlu untuk diteliti. Penelitian di Provinsi Kalimantan Barat ini dilaksanakan berdasarkan informasi-informasi yang dikembangkan oleh penelitian sebelumnya mengenai konsep agribisnis jeruk, oleh karena itu penelitian di Provinsi Kalimantan Barat bertujuan untuk meneruskan penelitian yang dilakukan oleh Rustiadji 2005, Novianti 2003, dan Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat 2006 pada tempat, komoditi dan metodologi yang berbeda dari penelitian sebelumnya.

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual