Apabila keuntungan sosial lebih besar dari nol dan nilai semakin besar yaitu keuntungan sosial sebesar Rp 229.083 juta, berarti pengembangan sentra jeruk
Siam Pontianak tersebut makin efisien dan mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi.
Nilai keuntungan sosial lebih tinggi daripada nilai keuntungan privat, hal ini menunjukkan bahwa pengembangan jeruk Siam Pontianak lebih memberikan
keuntungan bagi masyarakat secara keseluruhan dibandingkan secara individu. Dengan kata lain, adanya kebijakan atau intervensi pemerintah mengakibatkan
keuntungan yang diterima petani menjadi lebih kecil dari keuntungan yang seharusnya diterima dibandingkan tanpa adanya intervensi atau kebijakan.
Berdasarkan analisis struktur biaya PAM pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak Lampiran 5 sampai 11, perbedaan perolehan keuntungan sosial lebih
tinggi disebabkan karena perbedaan penerimaan ekonomi, yaitu dikarenakan tingginya perbedaan harga sosial atau harga bayangan jeruk di pasar international
yang mencapai US 1 497.40 FOB per Ton atau Rp 13 534 per Kilogram untuk grade
AB per Kilogram, sedangkan harga aktualnya hanya mencapai sekitar Rp 4 126 per Kilogram untuk grade AB.
5.3.2. Analisis Dayasaing
Untuk mengukur tingkat dayasaing jeruk Siam Pontianak dalam kaitannya dengan efisiensi penggunaan sumberdaya, maka digunakan dua pendekatan yaitu
dayasaing kompetitif keungggulan kompetitif dan dayasaing komparatif keunggulan komparatif. Indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing
kompetitif adalah Rasio Biaya Privat PCR, sedangkan indikator yang digunakan
untuk melihat dayasaing komparatif adalah Rasio Biaya Sumberdaya Domestik DRC. Hasil analisis dayasaing yaitu nilai PCR dan DRC seperti pada Tabel 14.
Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai Rasio Biaya Privat PCR sebesar 0.44 atau nilai yang diperoleh lebih kecil dari satu, mengandung arti bahwa
pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak efisien secara finansial atau mempunyai keunggulan kompetitif. artinya untuk meningkatkan nilai tambah
output sebesar satu-satuan pada harga privat diperlukan tambahan biaya faktor domestik kurang dari satu-satuan. Rasio Sumberdaya Domestik DRC sebesar
0.17 atau nilai yang diperoleh kurang dari satu, menunjukkan bahwa pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak efisien secara ekonomi atau
mempunyai keunggulan komparatif. Artinya untuk meningkatkan satu-satuan pada harga sosial diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar kurang dari
satu-satuan. Makna lainnya adalah untuk menghemat satu satuan devisa pada harga sosial dan harga privat hanya diperlukan korbanan kurang dari satu satuan
biaya sumberdaya domestik.
Tabel 14. Analisis Policy Analysis Matrix Pengembangan Sentra Jeruk
Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Hektar Revenue
Biaya Rp Profit Rp
Rp Tradable Rp
Domestik Rp
Harga Privat 123 967 175
17 341 261 47 042 681
59 583 233 Harga Sosial
290 569 568 14 443 500
47 042 681 229 083 387
Divergensi 166 602 393
2 897 762 0 169 500 155
Sumber : Analisis data primer, 2007 Keterangan :
Keuntungan private PP = 59 583 233
Keuntungan sosial SP = 229 083 387
Rasio biaya private PCR = 0.44
Rasio sumberdaya domestik DRC =
0.17
Nilai DRC sebesar 0.17 memberi arti bahwa memproduksi jeruk Siam Pontianak di dalam negeri lebih baik dibandingkan dengan impor, karena hanya
membutuhkan biaya domestik sebesar 17 persen, dengan kata lain produksi jeruk Siam Pontianak secara domestik memiliki dayasaing tinggi, sebab setiap satu
dollar yang diinvestasikan, devisa yang dihasilkan dalam usaha ini mampu mendatangkan nilai tambah sebesar 0.83 dollar.
Keunggulan kompetitif terlihat nilai PCR sebesar 0.44 yaitu lebih kecil dari satu. Angka ini memberikan gambaran bahwa untuk meningkatkan nilai tambah
output sebesar satu satuan pada harga privat, hanya diperlukan tambahan biaya faktor domestik sebesar 44 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan
sentra jeruk Siam Pontianak dapat menghasilkan profit positif karena mampu membiayai faktor domestik pada harga privat, atau dengan kata lain secara
finansial usaha ini dapat dilihat bahwa nilai PCR lebih besar dari nilai DRC, artinya walaupun tidak ada intervensi atau kebijakan pemerintah, pengembangan
sentra jeruk Siam Pontianak tetap memiliki keunggulan komparatif dan prosfektif untuk dikembangkan.
Keadaan ini tentunya perlu didukung adanya kebijakan operasional yaitu: 1 menghilangkan atau mengurangi distorsi pasar baik pada pasar input maupun
output, 2 mengadakan berbagai program penelitian terapan, 3 menyediakan sarana dan prasarana yang baik fisik maupun ekonomi sehingga dapat
meningkatkan aksesibilitas sentra-sentra produksi terhadap pasar input maupun output, 4 memberi kemudahan investor membangun pabrik pengolahan hasil,
sehingga petani lebih mudah memasarkan produksinya, dan 5 pengembangan peningkatan sumberdaya manusia melalui magang bagi petugas dan petani.
Hasil analisis sensitivitas pada dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing kompetitif dan komparatif pada pengembangan sentra jeruk Siam
Pontianak Tabel 15 menunjukkan bahwa pada simulasi pertama apabila input tradable yaitu harga pupuk, pestisida dan alat pertanian masing-masing naik
sebesar 20 persen, maka nilai PCR mengalami peningkatan sebesar 0.46 - 0.44 =0.02, dan nilai DRC tetap yaitu sebesar 0.17. Hal ini menunjukkan bahwa akibat
dampak kebijakan peningkatan harga input tradable sebesar 20 persen maka mengakibatkan penurunan dayasaing kompetitif sebesar 2 persen dan dayasaing
komparatifnya tetap yaitu sebesar 17 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap. Simulasi kedua kenaikan input faktor domestik yaitu harga upah tenaga
kerja, sewa lahan dan sarana pertanian lainnya masing-masing sebesar 15 persen, maka nilai PCR mengalami peningkatan sebesar 0.50 - 0.44 =0.06, dan nilai DRC
yaitu sebesar 0.19 - 0.17= 0.02. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan harga input faktor domestik sebesar 15 persen akan mengakibatkan penurunan
dayasaing kompetitif sebesar 6 persen dan dayasaing komparatifnya sebesar 2 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Simulasi ketiga penurunan harga output sebesar 40 persen, maka nilai PCR mengalami peningkatan sebesar 0.82 - 0.44 =0.38, dan nilai DRC yaitu sebesar
0.18 - 0.17= 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penurunan harga output sebesar 40 persen akan mengakibatkan penurunan dayasaing kompetitif sebesar
38 persen dan dayasaing komparatifnya sebesar satu persen dengan asumsi variabel lainnya tetap.
Simulasi keempat yaitu peningkatan harga input tradable sebesar 20 persen, input domestik sebesar 15 persen dan penurunan harga output sebesar 40 persen,
maka nilai PCR mengalami peningkatan sebesar 1.01 - 0.44= 0.57, dan nilai DRC yaitu sebesar 0.21 - 0.17= 0.04. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan
harga input tradable sebesar 20 persen, input domestik sebesar 15 persen dan penurunan harga output sebesar 40 persen akan mengakibatkan penurunan
dayasaing kompetitif sebesar 57 persen dan dayasaing komparatifnya sebesar 4 persen.
Tabel 15. Analisis Sensitivitas Dampak Kebijakan Pengembangan Sentra Jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat
Hektar
Uraian Sebelum Sesudah
Perubahan Perubahan
Input Output Input
Output Rp
Tradable +20
Domestik +15
-40 +20,+15, -40
Keuntungan Privat
59 583 233 55 664 107
52 864 965 9 996 363
-641 010 Keuntungan
Sosial 229 083 387
227 281 654 222 365 140
216 564 961 206 044 980
Dampak Kebijakan
-169 500 155 -171 617 547
-169 500 155 -206 568 598
-208 685 990 PCR
0.44 0.46 0.50 0.82 1.01 DRC
0.17 0.17 0.19 0.18 0.21
Sumber : Analisis data primer, 2007
5.4. Analisis Sistem Pemasaran 5.4.1.