Analisis Kebijakan Pemerintah . Penentuan Harga Sosial Input-Output

pertumbuhan harga upah tenaga kerja, sewa lahan dan sarana pertanian tahun 2005-2006 secara simultan menyebabkan peningkatan biaya usahatani dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan inflasi di waktu yang akan datang selama umur kegiatan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak, sehingga menjadi simulasi kedua. Simulasi ketiga adalah penurunan harga ouput berdasarkan laju pertumbuhan harga tahun 2003-2006 sebesar 40 persen dan untuk mengantisipasi terjadinya produksi yang melimpah. Simulasi sensitivitas keempat yaitu peningkatan harga input tradable simulasi 1, faktor domestik simulasi 2 dan penurunan harga output simulasi 3.

3.4.2. Analisis Kebijakan Pemerintah

Untuk menganalisis sejauh mana dampak kebijakan pemerintah terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dilakukan pendekatan terhadap penggunaan sumberdaya domestik dan input tradable. Metode analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix PAM yang merupakan alat analisis untuk mengetahui efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau dampak intervensi dalam pengusahaan berbagai aktivitas usahatani secara keseluruhan dan sistematis. PAM dapat digunakan untuk mengestimasi biaya, pendapatan dan dayasaing komoditas usahatani ditingkat petani dalam arti keunggulan komparatif serta identifikasi dampak kebijakan pemerintah. Tahapan dalam menggunakan metode PAM adalah: 1 identifikasi input secara lengkap dari usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak, 2 menentukan harga bayangan shadow price dari input dan output usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak, 3 memilah biaya ke dalam kelompok tradable dan domestik, 4 menghitung penerimaan dari usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak, dan 5 menghitung dan menganalisis berbagai indikator yang bisa dihasilkan PAM.

3.4.3. Penentuan Input dan Output

Input yang ada dalam penelitian ini adalah lahan sewa lahan, biaya bibit, tenaga kerja, pupuk anorganik NPK, pupuk organik pupuk kandang, pestisida, peralatan, kapur dan input lainnya, sedangkan yang dimaksud output adalah penerimaan dari harga jual buah jeruk Siam Pontianak yang telah dihasilkan.

3.4.3.1. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing

Menurut Monke and Pearson 1989, terdapat dua pendekatan dalam mengalokasikan biaya kedalam komponen biaya domestik dan asing, yaitu pendekatan langsung direct approach dan pendekatan total total approach. Pendekatan langsung mengasumsikan seluruh biaya input yang dapat diperdagangkan input tradable baik impor maupun produksi dalam negeri dinilai sebagai komponen biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permintaan input tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional. Dengan kata lain, input non tradable yang sumbernya dari pasar domestik ditetapkan sebagai komponen domestik dan input asing yang dipergunakan dalam proses produksi barang non tradable tetap dihitung sebagai komponen biaya asing. Sementara pada pendekatan total, setiap biaya input tradable dibagi kedalam komponen biaya domestik dan asing, dan penambahan input tradable dapat dipenuhi di dalam negeri. Dengan demikian pendekatan ini lebih tepat digunakan apabila produsen lokal dilindungi, sehingga tambahan keperluan input didatangkan dari produsen lokal atau pasar domestik. Dari uraian diatas disimpulkan bahwa pendekatan langsung akan sesuai dilakukan apabila analisis yang dilakukan adalah dayasaing kompetitif dan komparatif. Pendekatan total lebih sesuai dengan digunakan dalam analisis dampak kebijakan atau memperkirakan biaya ekonomi sosial dari struktur proteksi yang dilakukan pemerintah Monke and Pearson,1989. Penelitian ini menggunakan pendekatan total dalam mengalokasikan biaya kedalam komponen biaya domestik dan asing.

1. Alokasi Biaya Produksi

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan secara tunai maupun yang diperhitungkan untuk menghasilkan komoditas akhir yang siap dipasarkan atau dikonsumsi. Biaya domestik dapat didefinisikan sebagai nilai input yang digunakan dalam suatu proses produksi Nainggolan, 1998. Penentuan alokasi biaya produksi kedalam komponen asing tradable dan domestik non tradable didasarkan atas jenis input, penilaian biaya input tradable dan non tradable dalam biaya total input. Alokasi biaya produksi atas komponen domestik dan asing dapat dilihat pada Tabel 5. Input tradable dalam penelitian ini adalah bibit, pupuk anorganik dan pestisida, sedangkan input non tradable yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, pupuk organik kandang, kapur, keranjang, sewa lahan dan bunga modal. Selain itu ada barang-barang yang tidak diperdagangkan non tradable tetapi didalamnya terdapat barang-barang yang tidak diperdagangkan disebut indirectly traded seperti peralatan alat-alat pertanian. Pada penelitian Suryana 1980 dan Simatupang 1990, peralatan masing- masing 90 persen faktor domestik dan 10 persen faktor asing tradable. Namun dalam penelitian ini pembagian bibit kedalam faktor domestik dan faktor asing tradable dibedakan antara analisis finasial dan ekonomi. Pada analisis finansial, bibit yang berasal dari pembelian dimasukan kedalam faktor asing tradable, sedangkan benih yang berasal dari dalam usahatani dan tidak dibeli dimasukkan kedalam faktor domestik. Sementara pada analisis ekonomi, bibit seluruhnya 100 dimasukkan kedalam faktor domestik. Peralatan ditetapkan masing- masing sebesar 50 persen menjadi faktor domestik dan 50 persen menjadi faktor asing. Tabel 5. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya Asing Persen Persentase Komponen Biaya No Jenis Biaya Domestik Asing 1. Bibit hasil penangkaran sendiri 100.00 0.00 2. Pupuk anorganik dan pestisida 9.45 90.55 3. Pupuk kandang 100.00 0.00 4. Tenaga kerja dan sewa lahan 100.00 0.00 5. Bunga modal 100.00 0.00 5. Penyusutan alat 50.00 50.00 Keterangan : Tabel Input-output Indonesia, 1998 Suryana 1980, Simatupang 1990, dan Oktaviani 1991

2. Alokasi Biaya Tataniaga

Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, yaitu kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Dalam penelitian ini, biaya tataniaga didekati dengan menghitung seluruh biaya tataniaga di daerah produsen sampai ke pelabuhan ekspor atau pelabuhan impor sampai ke daerah konsumen. Biaya tataniaga terbagai atas biaya pengakutan transportasi dan biaya penanganan alokasi biaya tataniaga kedalam komponen biaya domestik dan asing didasarkan pada Tabel Input-output tahun 1998. Tabel 6. Alokasi Biaya Tataniaga Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya Asing Persen Persentase Komponen Biaya No Jenis Biaya Domestik Asing Pajak 1. Bongkar muat 100.00 0.00 0.00 2. Pengepakan dan Karung 86.00 12.00 2.00 3 Pengangkutan 44.32 54.47 1.21 4. Penyimpanan 60.15 39.58 0.27 Sumber : Tabel Input-Output,1998

3.4.4 . Penentuan Harga Sosial Input-Output

Penggunaan harga privat harga pasar dalam melakukan analisis ekonomi seringkali tidak menggambarkan opportunity cost-nya. Oleh karena itu, setiap input dan output yang digunakan dalam analisis ekonomi harus disesuaikan terlebih dahulu dengan tingkat harga sosial atau harga bayangan. Harga sosialbayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan Gittenger, 1986, sedangkan Syarani 2001, mendefinisikan harga bayangan sebagai harga yang menggambarkan peningkatan dalam kesejahteraan dengan adanya perubahan marjinal dalam persediaan komoditas dan faktor produksi. Dalam kenyataannya, sulit menemukan pasar dalam kondisi persaingan sempurna terlebih lagi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, karena adanya berbagai gangguan akibat kebijakan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah minimum dan sebagainya. Harga pasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung dalam analisis ekonomi karena sering sekali tidak mencerminkan biaya imbangan sosial opportunity cost. Suatu komoditas akan mempunyai biaya imbangan yang sama dengan biaya pasar jika berada pada pasar persaingan sempurna, sehingga untuk memperoleh suatu nilai yang mendekati nilai biaya imbangan sosial atau harga bayangan, perlu dilakukan penyesuaian. Harga sosialbayangan dapat dianggap sebagai penyesuaian yang dapat dibuat oleh peneliti proyek terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi karena hasil tersebut tidak mencerminkan biaya atau nilai sosial yang sebenarnya social opportunity cost dari unsur-unsur hasil produksi tersebut Kadariah, 1992. Alasan penggunaan harga sosialbayangan dalam menganalisis ekonomi adalah : a. Harga yang berlaku di masyarakat tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari suatu aktivitas. b. Harga pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah pilihan sumberdaya yang digunakan dalam aktivitas tertentu, tetapi tidak digunakan pada aktivitas lain yang masih memungkinkan bagi masyarakat.

1. Harga Bayangan Output

Harga bayangan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga border price yaitu harga FOB free on board untuk output yang di ekspor, sedangkan harga CIF cost insurance freight dipakai untuk output yang diimpor atau kemungkinan impor. Dalam penelitian ini, karena posisi indonesia terhadap output yang dianalisis jeruk berada dalam posisi dimana volume ekspor jeruk lebih tinggi dibandingkan dengan volume impornya maka untuk mengitung harga bayangan jeruk menggunakan harga FOB yang dikonversi dengan SER dikurangi biaya tataniaga transportasi dan penanganan dari pelabuhan ke tempat penelitian. Nilai tukar bayangan SER yang digunakan adalah Rp 9 038 per US untuk tahun 2007 dengan harga FOB jeruk sebesar Rp 13 534 per Kilogram Lampiran 1 sampai dengan 3

2. Harga Sosial Input

Pada prinsipnya dalam menentukan harga sosialbayangan input atau sarana produksi dan peralatan yang termasuk komoditas tradable, tidak berbeda dengan menentukan harga sosialbayangan output. Harga sosialbayangan ditentukan pada harga border price, sedangkan untuk input non tradable digunakan harga pasar domestik. Sarana produksiinput yang digunakan dalam usahatani antara lain :

a. Pupuk

Pupuk yang digunakan dalam usahatani jeruk ini terdiri pupuk anorganik dan pupuk organik pupuk kandang. Pupuk anorganik yang digunakan adalah NPK plus. Walaupun sejak tahun 1998 perdagangan pupuk sudah berdasarkan pasar bebas, namun harga aktualnya belum mencerminkan harga sosialnya, sehingga dalam penelitian ini untuk menghitung harga sosialbayangannya menggunakan harga border price. Karena sejak tahun 2000, Indonesia sudah mampu memproduksi pupuk urea dan TSP sendiri bahkan produksi yang dihasilkan melebihi konsumsi sehingga dapat diekspor, maka harga sosial kedua pupuk tersebut dihitung berdasarkan FOB dikali SERnya dikurangi biaya tataniaga, sedangkan untuk pupuk KCl dan NPK karena sampai saat ini sebagian besar masih impor, maka untuk menghitung harga sosialbayangannya digunakan harga CIF dikali SERnya ditambah biaya tataniaga. Besarnya biaya tataniaga pupuk untuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp 100.