Kilogram atau 66.87 persen sedangkan saluran pemasaran keenam yaitu petani Æ pedagang pengumpul Sambas Æ pedagang distributor Sambas Æ pengecer Kota
Pontianak Æ konsumen Kota Pontianak total marjin pemasaran sebesar Rp 2 566 per Kilogram atau 63.82 persen apabila dilihat dari jarak untuk saluran pemasaran
kedua adalah lebih dekat dibanding saluran pemasaran keenam. Hal ini disebabkan biaya pemasaran pada saluran kedua lebih besar karena pada tahapan
pedagang pengecer di saluran pemasaran kedua penjualan jeruk ke konsumen dilakukan dengan cara keliling kampung menggunakan kendaraan sepeda motor.
5.4.6.2. Farmer’s Share
Famer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan
harga yang dibayar konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share
memiliki hubungan negatif dengan marjin tataniaga, yang mana semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah.
Berdasarkan analisis farmer’s share pola pemasaran kesatu saluran pemasaran kesatu sampai dengan pola pemasaran ketiga saluran pemasaran
kedelapan menunjukkan bahwa pada pola pemasaran kesatu saluran pemasaran kesatu memberikan nilai keuntungan tertinggi yaitu sebesar 38.13 persen dan
keuntungan terendah terjadi pada pola pemasaran ketiga saluran pemasaran kedelapan yaitu sebesar 24.24 persen. Berdasarkan farmer’s share-nya, maka pola
pemasaran kesatu pada saluran pemasaran kesatu menguntungkan bagi petani karena memiliki total marjin pemasaran yang rendah dan farmer’s share yang
terbesar. Pada lokasi penelitian, menunjukkan pola pemasaran kesatu dan kedua terhadap pemasaran jeruk Siam Pontianak baik pada saluran pemasaran kesatu
sampai dengan keenam merupakan lembaga pemasaran lokal Provinsi Kalimatan
Barat dan pola pemasaran ketiga saluran pemasaran ketujuh dan delapan merupakan pemasaran di luar Provinsi Kalimantan Barat Jakarta dan Bogor
mempunyai nilai harga jual dari petani yang sama. Ditinjau dari analisis pendapatan usahatani adalah pendapatannya sama, justru konsumen yang merasa
dirugikan hal ini disebabkan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dibebankan kepada konsumen. Dengan kata lain semakin panjang
rantai pemasaran maka keuntungan yang diterima oleh lembaga pemasaran semakin kecil dan konsumen semakin membayar dengan nilai yang tinggi.
5.4.6.3. Penyebaran Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jeruk Siam Pontianak dari petani
kepada konsumen. Komponen biaya yang digunakan oleh lembaga pemasaran terdiri dari transportasi, bongkar muat, sortir, kerusakan buah, retribusi,
penggunaan listrik, dan penyusutan buah. Biaya transportasi meliputi biaya angkut dari pedagang pengumpul hingga ke pedagang pengecer. Alat transportasi
yang digunakan dari petani ke pedagang pengumpul menggunakan motor air, gerobak dan mobil pick up kecil. Penyebaran biaya pemasaran terbesar secara
umum terjadi pada pola pemasaran ketiga saluran pemasaran kedelapan sebesar Rp 2 407 per Kilogram terkecil terjadi pada pola pemasaran kesatu saluran
pemasaran kesatu sebesar Rp 813 per Kilogram, secara terperinci per lembaga pemasaran per saluran pemasaran biaya pemasaran terbesar pada lembaga
pedagang pengumpul yaitu pada pola pemasaran kesatu sebesar Rp 146 per Kilogram, pedagang distributor pada pola pemasaran kedua saluran pemasaran
ketiga sebesar Rp 3 527 per Kilogram dan pedagang pengecer pada pola
pemasaran ketiga saluran pemasaran kedelapan. Hal ini terutama dipengaruhi oleh jarak yang semakin jauh maka biaya pemasaran semakin besar terutama
dipengaruhi oleh faktor resiko kerusakan buah pada tingkat lembaga pemasaran pedagang pengecer.
5.4.6.4. Penyebaran Keuntungan Pemasaran