13
Di dalam kerangka pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, maka haruslah terjadi pergeseran fungsi birokrasi sebagai fasilitator. Selayaknya birokrasi harus kembali
ke hakikat fungsi yang sebenarnya ialah sebaga i pelayan masyarakat, bukan mencampuradukan dengan pembangunan maupun pemberdayaan. Rakyat memegang hak
dan wewenang yang tinggi untuk menentukan kebutuhan pembangunan, ikut terlibat secara aktif dalam pembangunan dan mengontrolnya serta memperoleh fasilitas dari
pemerintah Santoso, 2002. Jadi pemberdayaan masyarakat adalah memberi daya atau kekuatan dan
kemampuan serta meningkatkan harkat dan martabat untuk dapat berdiri sendiri diatas kakinya sendiri melalui penyuluhan dan pendampingan pada suatu kegiatan yang
bertujuan membekali keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu memberikan kontribusi dan dukungan terhadap pembangunan di lingkungannya.
2.2. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participation yang berarti ambil bagian atau melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Sedangkan dalam kamus
Webster, arti partisipasi mengambil bagian atau ikut menanggung bersama orang lain Natsir 1986. Apabila dihubungkan dengan masalah sosial, maka arti partisipasi adalah
suatu keadaan dimana seseorang ikut merasakan sesuatu bersama -sama dengan orang lain sebagai akibat adanya interaksi sosial, Fairchild 1977. Secara harfiah, partisipasi berarti
turut berperanserta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat
didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari da lam dirinya maupun dari luar
dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan Moeliono, 2004. Dari sudut terminologi partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara
melakukan interaksi antara dua kelompok, yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan dan kelompok yang melakukan
pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat merupakan insentif moral untuk mempengaruhi lingkup- makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-
keputusan yang sangat menentukan kesejahteraan mereka.
14
Tjokroamidjojo 1990, menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijaksanaan kegiatan,
memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil dan manfaat kegiatan secara adil. Partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah atau tujuan
pembangunan, yang ditekankan adalah hak dan kewajiban setiap orang. Koentjaraningrat 1974 berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut menentukan
arah atau tujuan pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat.
Jadi partisipasi dapat diartikan sebagai sesuatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan, dalam hal ini kegiatan
pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Peranserta masyarakat berarti masyarakat ikut serta, yaitu mengikuti dan
menyertai pemerintah dalam memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat dan menjamin keberhasilan usaha pembangunan Santoso dan Iskandar
1974. Masyarakat diharapkan ikut serta, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat
sendiri, dalam hal ini pemerintah memberi bantuan dan masyarakat mempunyai tanggapan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Agar
masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan diperlukan tiga syarat sebagai berikut: 1. adanya kesempatan untuk membangun; 2. adanya kemauan untuk
memanfaatkan kesempatan; dan 3. adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Secara teoritis, partisipasi merupakan alat dan sekaligus tujuan pembangunan masyarakat. Sebagai alat pembangunan, partisipasi berperan sebagai penggerak dan
pengarah proses perubahan sosial yang dikehendaki, demokratisasi kehidupan sosial ekonomi serta yang berasaskan kepada pemerataan dan keadilan sosial, pemerataan hasil
pembangunan yang bertumpu pada kepercayaan kemampuan masyarakat sendiri, selanjutnya sebagai tujuan pembangunan, partisipasi merupakan bentuk nyata kehidupan
masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur, Cary 1970. untuk menjamin kesinambungan pembangunan, maka partisipasi masyarakat harus tetap diperhatikan dan
dikembangkan. Menurut Cary 1970, agar partisipasi dalam pembangunan dapat terus
15
berkembang perlu diperhatikan prasyarat sebagai berikut: 1. aspek partisipasi yang mendasar adalah luasnya pengetahuan dan latar belakang kemampuan untuk
mengidentifikasi dan menentukan prioritas pemecahan masalah; 2. adanya kemampuan untuk belajar terhadap berbagai masalah sosial dan cara mengambil keputusan
pemecahannya; dan 3. kemampuan untuk mengambil tindakan secara cepat dan tepat. Menurut Cressey 1987, partisipasi menjadi fokus utama dalam usaha
peningkatan tarap hidup masyarakat, dan tidak dapat dilepaskan dari pertanyaan- pertanyaan tentang kewenangan, otoritas, legitimasi serta pengendalian dan tampak
terkait dengan aspek-aspek politik. Dalam prakteknya, partisipasi tidak dapat didefinisikan secara terbatas, tergantung pada aktor yang terlibat. Terdapat beberapa
model partisipasi pada saat ini yang didasarkan pada pemikiran dan pendekatan terhadap persoalan, beberapa tipe partisipasi itu ialah:
a. Partisipasi dilihat sebagai kesatuan organik dari kepentingan perusahaan organic unity of interest
partisipasi mengambil tempat melalui kerja kelompok dan struktur untuk mengusahakan aspek-aspek peningkatan dan pengembangan sesuai dengan
sasaran dan tujuan perusahaan. b. Partisipasi berdasarkan lembaga yang ada statutory, biasanya dijumpai pada
masyarakat yang memiliki konsensus politik yang stabil, umumnya bersifat formal, biasanya dimulai dari legalitas, berkembang ke lembaga-lembaga seperti perwakilan
atau pengaturan tripartit. c. Partisipasi sukarela voluntary, tidak diprogram, muncul berdasarkan kebutuhan
kelompok dan kebutuhan perusahaan dan bersifat positif kadang-kadang kepada pengambil keputusan bersama perusahaan.
d. Partisipasi manajeman sendiri self management yang mengembangkan demokrasi dan formalitas kontitusi seperti diskusi investasi dan pengembangan.
Menurut Hassan 1973, partisipasi dalam pembangunan berarti masyarakat ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan, ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan hanya dapat
diharapkan bila yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain, partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan
dari mereka yang merasa tidak berkepentingan terhadap suatu kegiatan, dan juga tidak optimal jika mereka yang berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian.
16
Sedangkan Poerwadarminta 1986, berpendapat bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup manusia sehimpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-
ikatan aturan yang tertentu. Selanjutnya Soekanto 1986 berpendapat bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja secara cukup lama sehingga
mereka dapat mengatur diri sendiri dan menganggap diri mereka suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah dirumuskan dengan jelas. Masyarakat adalah sekelompok
orang yang mempunyai identitas sendiri, yang membedakan dengan kelompok lain dan hidup diam dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri. Kelompok ini, baik
sempit maupun luas mempunyai peranan akan adanya persatuan di antara anggota kelompok dan menganggap dirinya berbeda dengan kelompok lain. Mereka memiliki
norma-norma, ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang dipatuhi bersama sebagai suatu ikatan. Perangkat dan pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi
kebutuhan kelompok dalam arti seluas- luasnya Widjaja, 1986. Jenssen 1992 berpendapat, berbagai kelompok pada hakekatnya terlibat dalam
pembangunan di daerah seperti administratur pembangunan, politisi, spesialis, teknisi, kelompok tani, pedagang, pelaku bisnis, manajer perorangan, guru, anggota lembaga
keuangan dan organisasi-organisasi lainnya. Untuk itu, kontribusi mereka dalam mempersiapkan perencanaan yang direfleksikan dalam kepentingan gagasan, usulan dan
harapan merupakan hal yang sangat diperlukan. Selanjutnya Departemen Dalam Negeri 1982, menyatakan bahwa partisipasi dilakukan dalam berbagai refleksi di antaranya
dalam pengambilan keputusan, baik secara individu maupun secara institusional misalnya melalui kegiatan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD dan Lembaga
Masyarakat Desa LMD. Upaya meningkatkan peranserta masyarakat dibutuhkan dalam pembangunan agar dapat memberikan hasil yang optimal. Partisipasi masyarakat dalam
perencanaan secara teknis berlangsung berdasarkan pertimbangan sasaran dan tujuan. Sasaran yang dimaksud meliputi pembenahan administratif dan kepentingan umum.
Selanjutnya Cressey 1987, menyatakan bahwa partisipasi dipengaruhi oleh konteks sosial ekonomi atau pemasaran, teknologi dan produktivitas, serta organisasi sosial dan
kelembagaan. Selanjutnya menurut Cressey 1987 dan FAO 1991, bahwa komponen penting dalam partisipasi meliputi: waktu dan tahapan, isi kegiatan dan konstruksi proses
termasuk didalamnya aktor yang terlibat.
17
Hamidjojo 1993 mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat yang berintikan gotong-royong yang diangkat dari tradisi khas bangsa Indonesia dengan diberi
persyaratan atau kualifikasi baru, yaitu rasionalitas, otoaktivitas swadaya, individualitas atau kepribadian yang otonom, masyarakat yang dewasa dan harus bisa menolong diri
sendiri. Keberhasilan partisipasi masyarakat haruslah didasari kewajaran, kesukarelaan, sikap, dan prilaku aktif yang langgeng. Dalam partisipasi masyarakat terkandung dua
makna dwitunggal, yaitu bahwa swadaya dan gotong-royong, dan merupakan suatu prinsif kerjasama dan bentuk kerja yang spontan, di antara warga desa dan antara warga
desa dan Kepala Desa beserta Pamong Desa, yang mengandung unsur: kekuatan atau prakarsa sendiri, berupa pengarahan kemampuan pikiran, tenaga, sosial dan hartabenda
daya, melaksanakan pekerjaan bagi kepentingan lingkungan tetangga, masyarakat dan pemerintah rumah tangga desa, dengan menjunjung tinggi semangat kebersamaan dan
rasa keterikatan timbal balik dalam meraih dan menikmati hasil karya. Partisipasi diartikan mengambil bagian atau ikut serta menanggung bersama orang
lain. Jika dihubungkan dengan masalah sosial, maka arti pe rtisipasi adalah suatu keadaan yang seseorang ikut merasakan sesuatu bersama -sama dengan orang lain sebagai akibat
adanya interaksi sosial Fairchild, 1977. Hasil studi Uphoff dalam Cernea 1988 terhadap tiga proyek pembangunan pedesaan di Gana, Meksiko, dan Nepal
menyimpulkan bahwa kegagalan suatu proyek disebabkan oleh ketergantungan yang luar biasa pada perencanaan yang tersentralisasi, tidak mendorong partisipasi. Bahkan
sekalipun perencanaan mulai memperhatikan partisipasi, analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa organisasi sosial dalam partisipasi tergolong lemah atau malahan
tidak ada. Selanjutnya Uphoff 1988 lebih lanjut mendefinisikan lima cara untuk menjamin partisipasi pemanfaat dalam rancangan proyek dan pelaksanaan. Pertama, taraf
partisipas i yang dikehendaki meski diperjelas sejak semula dan dengan cara yang dapat diterima untuk semua pihak. Kedua, harus ada tujuan yang realistis untuk partisipasi dan
kelonggaran meski diberikan untuk kenyataan bahwa beberapa tahap perencanaan relatif berlarut, sedangkan fase lainnya akan lebih singkat. Ketiga, dikebanyakan bagian dunia
perlengkapan khusus untuk memperkenalkan dan mendukung partisipasi memang diperlukan. Keempat, meski ada komitmen rencana untuk bersama-sama memikul
tanggung jawab di semua tahap siklus proyek. Pada akhirnya disimpulkan bahwa tidak
18
semata dalam pembuatan keputusan proyek, tetapi juga menggali pengetahuan penduduk, mencatat bidang keahlian lokal yang dapat memberikan kontribusi sesungguhnya bagi
rancangan proyek: mengumpulkan data sosial ekonomi, memantau dan mengevaluasi proyek yang dikumpulkan oleh orang luar; memberikan pemahaman teknis; dan
memberikan kontribusi informasi ruang dan sejarah tentang proyek terdahulu yang mungkin sejenis dan penyebab keberhasilan dan kegagalan.
Menurut Davis dalam Sastropoetro 1988, ada beberapa syarat agar terdapat pertisipasi yang efektif, diantaranya adalah kemampuan. Seseorang dengan kemampuan
ekonomi yang tinggi mampu berpartisipasi dalam berbagai bentuk, misalnya tenaga, uang, ide atau pemikiran dan sebagainya. Hal ini berarti bahwa tingkat partisipasinya
juga lebih tinggi dibanding seseorang yang kemampuan ekonominya lebih rendah. Di samping itu partisipasinya juga lebih bersifat murni tanpa pamrih, tanpa motif ekonomi.
Sebaliknya, seseorang yang kemampuan ekonominya rendah akan berpartisipasi atas dasar pamrih, yakni untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Kebutuhan ini bisa
terpenuhi dengan berpartisipasi sebagai tenaga kerja, untuk memperoleh upah. Sedangkan menurut Arianta 1995 dalam penelitiannya mengenai partisipasi anggota lembaga
perkeriditan desa menemukan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor penyebab utama partisipasi dari anggota lembaga tersebut. Anggota masyarakat
terdorong untuk berpartisipasi terhadap lembaga tersebut karena faktor ekonomi berupa keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Menurut GTZ 1997, pendekatan partisipatif diperlukan untuk melibatkan semua pihak sejak langkah awal, mulai tahapan analisis masalah, penetapan rencana kerja
sampai pelaksanaan dan evaluasinya. Kegiatan partisipatif dapat dikelompokkan pada dua kelompok sasaran yaitu: partisipasi para pengambil keputusan, dan partisipasi
kelompok setempat yang terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup,
apabila berjalan sesuai dengan peraturan yang ada dan setiap masyarakat menjalankannya secara obyektif tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau kelompoknya saja,
maka kerugian yang akan timbul tidak akan berarti dibandingkan manfaatnya Suratmo, 1977. Selanjutnya menurut Suratmo 1999, manfaat partisipasi adalah:
19
a. Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, dan mengetahui dampak yang akan terjadi, serta dapat menanggulangi.
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai masalah lingkungan. c. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapatnya atau persepsinya kepada
pemerintah. d. Pemerintah mendapatkan informasi dari masyarakat yang tidak ada dalam Amdal.
e. Dapat dihindarinya kesalah pahaman dan terjadinya konflik. f. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat proyek.
g. Meningkatnya perhatian dari pemerintah dan pemrakarsa proyek pada masyarakat. Kerugian partisipasi masyarakat yang sering terjadi berdasarkan pengalaman di Amerika
Serikat menurut Canter 1977, adalah: a. Informasi yang masuk dari masyarakat bermacam- macam bentuknya, mempersulit
untuk mengambil keputusan. b. Informasi dan pendapat dari masyarakat yang tidak banyak tahu atau tidak memahami
mengenai proyek pembangunan, dampak dan pengelolaan lingkungan. c. Masyarakat terkadang tidak berminat lagi dalam dengar pendapat, karena penjelasan
yang diberikan pada masyarakat sering terlalu teknis. d. Penyimpulan pendapat masyarakat tidak selalu berpegang pada pendapat terbanyak
mayoritas, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat dan informasi yang logis dan dapat diterima secara ilmiah oleh pemerintah.
e. Kalau ada perbedaan pendapat diantara kelompok masyarakat, maka rumusan atau keputusan yang akan diambil menyebabkan selalu ada kelompok yang tidak puas.
f. Dimanipulasikan untuk kepentingan pribadi atau suatu kelompok yang tidak baik. Partisipasi ini dikatagorikan sebagai partisipasi langsung. Sebaliknya ada
partisipasi tidak langsung, yaitu apabila warga dikerahkan karena adanya gagasan dari atas dimana warga dimobilisasi, dikerahkan secara paksa untuk aktif dalam kegiatan
lingkungan Huntington and Nilson 1977. Menurut Adimihardja 2001, proses partisipasi sesungguhnya adalah keterlibatan masyarakat secara menyeluruh mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, antara lain adalah: a. Tahap perencanaan, dilakukan jika praktek pembangunan tidak berjalan sebagai
perencana untuk masyarakat, tetapi sebagai pendapat dalam proses perencanaan yang
20
dilakukan oleh masyarakat, dengan melakukan diskusi kelompok terarah untuk membahas persoalan-persoalan yang terjadi diantara kelompok-kelompok atas
organisasi sosial masyarakat dan mempraktekan analisa pola keputuasan yang dilakukan masyarakat dalam proses perencanaan.
b. Tahap pelaksanaan perencanaan partisipatif merupakan konsekwensi logis dari implementasi pemberdayaan masyarakat, masyarakat mempunyai peran utama,
sebagai pengelola perencanaan mulai identifikasi potensi dan pendayagunaan sumber- sumber lokal sehingga penyusunan usulan rencana serta evaluasi mekanisme
perencanaan. Tahap pengawasan dan evaluasi kegiatan pengawasan dan evaluasi partisipatif, teknik dan prosedur, instrumentasi, pengumpulan, pengelolaan dan
analisis data, serta pelaporan harus diberikan kewenangan kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan pengawasan dan evaluasi internal, seperti Tabel 1.
Tabel 1. Evaluasi Partisipatif Aspek
Evaluasi Partisipatif Siapa
Apa Bagaimana
Kapan Mengapa
Anggota masyarakat, staf proyek, fasilitator masyarakat mengidentifikasi sendiri indikator keberhasilan termasuk hasil produk yang akan dicapai.
Evaluasi sendiri, produk sederhana yang diadaptasi dengan budaya lokal, ada diskusi hasil dengan melibatkan partisipan dalam proses evaluasi.
Evaluasi sendiri, metode sederhana yang diadaptasi dengan budaya lokal, ada diskusi hasil yang melibatkan persyaratan dalam proses evaluasi.
Tergantung atas proses perkembangan masyarakat dan intensitas relatif sering.
Pemberdayaan masyarakat lokal untuk intensitas, mengontrol, melakukan tindakan koreksi.
Sumber: Narayama 1993. Sedangkan Angell dalam Murray and Lappin 1967, menyatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam mengikuti kegiatan di lingkungannya, antara lain: umur, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan lama tinggal.
Individu yang berusia menengah keatas cendrung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada dilingkungannya. Individu yang mempunyai pekerjaan tetap cend erung
untuk berpartisipasi. Begitupula dengan penghasilan, makin tinggi penghasilan makin banyak partisipasi yang dib erikan, sebab jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan
dirinya dan keluarganya cend erung untuk tidak berpartisipasi.
21
Inkeles 1969 menyatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam mengikuti kegiatan di lingkungannya, antara lain: umur, penghasilan,
pekerjaan, pendidikan dan lama tinggal. Individu yang mempunyai tingkat pendidikan dan penghasilan yang tinggi cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang
ada di lingkungannya. Ia juga mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan individu, semakin luas pengetahuannya dan kesadarannya terhadap lingkungan yang
akhirnya akan diikuti dengan keterlibatannya pada masalah-masalah kemasyarakatan. Faktor lama tinggal juga merupakan salah satu faktor yang tidak kecil perannya dalam
mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai
bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia menetap. Partisipasi dapat bersifat individual atau
kolektif, terorganisasi atau tidak terorganisasi yaitu secara spontan dan sukarela. Pada hakekatnya, strategi dan pendekatan pembangunan manusia adalah
menumbuhkan otonomi perilaku pribadi dan sosial yang terintegrasi. Interaksi tersebut merupakan kristalisasi dan faktor- faktor situasional dan beserta kognisi, keinginan, sikap,
motivasi dan responnya. Latar belakang sosial kultural, status sosial dan tingkat kehidupan menentukan kesempatan dan kemampuan untuk turut berproses dalam
pembangunan. Faktor internal manusia dan lingkungan sosial, terutama lembaga sosial untuk menumbuhkan self sustain capacity masyarakat, bekerjasama dengan lembaga
pemerintahan mempunyai makna penting dalam pembangunan sumberdaya manusia yang berkelanjutan Supriatna, 1997. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan
terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang mendukungnya, yaitu: 1 adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi
lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, 2 adanya kemauan; adanya sesuatu yang mendorongmenumbuhkan minat dan sikap
mereka untuk termotivasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut, 3 adanya kemauan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada
dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, baik pikiran, tenaga, waktu atau sarana dan material lainnya Slamet, 1994.
22
Ketiga faktor tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor di seputar kehidupan, manusia yang paling berinteraksi atau dengan lainnya, seperti psikologis individu needs,
harapan, motif, reward pendidikan, adanya informasi, keterampilan, teknologi, kelembagaan yang mendukung, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal serta
peraturan dan pelayanan pemerintah. Sedangkan menurut Oppenheim 1973 dalam Sumardjo dan Saharudin 2003, ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu
pada diri seseorang dan terdapat iklim atau lingkungan yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu.
Menurut Sahidu 1998 faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif harapan, dan penguatan informasi. Faktor
yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan,
sarana dan prasarana. Faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal dan pengalaman yang dimiliki. Terdapat tiga prinsip dasar dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat
desa agar ikut serta dalam pembangunan, yaitu: 1 Learning process learning by doing : Proses kegiatan dengan melakukan aktivitas kegiatan pelaksanaan program dan sekaligus
mengamati, menganalisa kebutuhan dan keinginan masyarakat; 2. Institusional development.
Melakukan kegiatan melalui pengembangan pranata sosial yang sudah ada dalam masyarakat. Karena institusi atau pranata sosial masyarakat merupakan daya
tampung dan daya dukung sosial; 3 Participatory. merup akan suatu pendekatan yang umum dilakukan untuk dapat menggali need yang ada dalam masyarakat Marzali, 2003.
Menurut Hikmat 2001, pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka peningkatan ekonomi, sosial dan transformasi budaya,
proses ini pada akhirnya dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Secara sederhana partisipasi mengandung makna peran serta seseorang untuk
sekelompok orang atau sesuatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya mencapai sesuatu secara sadar diinginkan oleh pihak yang berperan serta tersebut. Bila menyangkut
partisipasi dalam pembangunan masyarakat, maka menyangkut keterlibatan secara aktif dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya atas suatu
usaha perubahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat Sumardjo dan Saharudin 2003. Sedangkan menurut Bumberger dan Shams
23
1989, terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi masyarakat. Pertama, partisipasi merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan dari
masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan sumberdaya dan kapasitas yang dimilikinya. Dalam proses ini tidak ada campur tangan dan prakarsa pemerintah. Kedua,
partisipasi harus mempertimbangkan adanya investasi dari pemerintah dan LSM, di samping peran serta masyarakat. Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek yang
lebih efisien, mengingat kualitas sumber daya dan kapasitas masyarakat tidak memadai, jadi, masyarakat miskin tidak leluasa sebebas-bebasnya bergerak sendiri berpartisipasi
dalam pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan. Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya
dapat dibedakan menjadi yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam partisipasi masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil
keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu,
dimana keputusan terakhir tetap berada ditangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Dalam konteks partisipasi masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat
keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukkannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif
pemecahan masalah dan membahas keputusan. Kenyataan menunjukan bahwa masih banyak yang memandang partisipasi masyarakat semata- mata hanya sebagai
penyampaian informasi, penyuluhan bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karena nya partisipasi masyarakat tidak saja
digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan. Partisipasi dalam pemanfaatan TPA berarti masyarakat ikut ambil bagian dalam
suatu kegiatan, hanya dapat dirasakan bila masyarakat berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Partisipasi tidak mungkin optimal jika masyarakat yang
berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian. Pendekatan partisipatif diperlukan untuk melibatkan semua pihak sejak langkah awal, mulai analisis masalah,
penetapan rencana kerja sampai pelaksanaan dan evaluasinya. Lebih lanjut disebutkan bahwa seseorang akan berpartisipasi apabila terpenuhi prasyarat untuk berpartisipasi,
yaitu adanya: 1. kesempatan, suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang
24
tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, 2. kemauan, sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan resiko, mereka untuk termotivasi
berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut, dan 3. kemampuan, adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia
mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu atau sarana dan material lainnya.
Dengan demikian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dan keikutsertaan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta melakukan kegiatan bersama -sama
dengan orang lain secara aktif dan sukarela dalam menentukan arah, strategi dan tujuan pembangunan.
2.3. Pencemaran Lingkungan