Hipotesis . Novelty Kebaruan Pemberdayaan Masyarakat

6 Gebang dalam Kota Bekasi, Jawa Barat. Secara administrasi tiga kelurahan tersebut adalah sebagai berikut: a. Kelurahan Ciketing Udik; b. Kelurahan Cikiwul; dan c. Kelurahan Sumurbatu. B. Lingkup Materi Penelitian Sehubungan telah berakhirnya pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Bantargebang menurut Kesepakatan Kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi tahun 2003, maka ruang lingkup materi penelitian dibatasi dengan pengembangan model pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasis masyarakat.

1.6. Hipotesis .

Berdasarkan latarbelakang dan perumusan masalah yang dikemukakan serta sesuai dengan kerangka pemikiran dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebabagi berikut: a. Sumur penduduk baik yang diatas maupun di bawah dari TPA dan air Sungai Ciketing telah tercemar; b. Alternatif terbaik pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi adalah digunakan sebagai TPA Terpadu; c. Pemanfaatan sebagai TPA Terpadu menimbulkan multiplier effect bagi lingkungan, masyarakat sekitar TPA dan pemerintah;

1.7. Novelty Kebaruan

Berkaitan dengan novelty tersebut, kebaruan penelitian yang dilakukan adalah penyusunan model pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi menjadi TPA Terpadu dengan analisis integratif pada aspek fisik kimia, mikrobiologi serta sosial dan kesehatan dan pendapat pakar yang berbasis masyarakat. 7 I I . TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Menurut McArdle 1989, pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan, orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Namun, bukan hanya untuk mencapai tujuannya yang penting, akan tetapi lebih pada makna pentingnya proses dalam pengambilan keputusan. Friedmann 1992, menyatakan bahwa proses pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradap menjadi semakin efektif secara struktural baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun bidang politik, ekonomi dan lain- lain. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan: a. Menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya; b. Kemampuan individu untuk mengendalikan lingkungannya, adalah suatu proses pemahaman situasi yang sedang terjadi sehubungan dengan politik, ekonomi dan sosial yang tidak dapat dipaksakan dari luar. Pemberdayaan masyarakat dipengaruhi pula oleh faktor sosial, politik dan psikologi. Konsep pemberdayaan masyarakat ini mencerminkan paradigma baru pembangunan. Upaya untuk memberdayakan masyarakat adalah meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang kondisinya sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap ketidak mampuan dan keterbelakangan. 8 Menurut Hikmat 2001, pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang berpusat pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mempunyai arah pada kemandirian masyarakat. Oleh karena itu dalam pemberdayaan masyarakat pada dasarnya masyarakat perlu mengembangkan kesadaran atas potensi, masalah dan kebutuhannya sehingga akan terwujud rasa tanggungjawab dan kesadaran untuk memiliki dan memelihara program pengembangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberdayaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan masyarakat untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan Hikmat 2001. Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya, proses ini akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan sangat penting, menurut Uphoff Sumardjo dan Saharudin, 2003 ada tiga alasan utama yaitu 1 sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi dan merupakan suatu cara untuk menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan 2 sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan potensi dan sikap masyarakat setempat 3 masyarakat mempunyai hak untuk memberikan pemikir annya dalam menentukan program-program yang akan dilaksanakan di wilayah mereka. Sedangkan menurut Oppenheum Sumardjo dan Saharudin, 2003 ada dua hal yang mendukung terjadinya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan pembangunan, yaitu: 1 adanya unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang dan 2 iklim dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya pelaku tersebut. Menurut Syaukani 1999, pemberdayaan tidak hanya terpusat pada individu- individu masyarakat, tetapi juga pendukungnya misalnya peraturan, nilai- nilai modern, 9 kerja keras, hemat, keterbukaan, rasa tanggung jawab dan lain sebagainya. Pemberdayaan masyarakat adalah kemampuan setiap individu untuk terlibat dan berperan dalam pembangunan, dengan demikian masyarakat berhak dan wajib menyumbangkan potensinya dalam pembangunan, sekecil dan selemah apapun kualitas sumberdaya seseorang bisa diberdayakan dalam pembangunan di daerahnya. Menurut Departemen Dalam Negeri 1996, Pembangunan Masyarakat Desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di desa dan kelurahan dan mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan prakarsa dan swadaya gotong royong. Dalam memperdayakan masyarakat, pemerintah mengarahkan program-program yang diperuntukkan dan langsung akan dinikmati masyarakat, rencana dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat dan lembaga kemasyarakatan yang pelaksanaannya dilakukan oleh LKMD. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia dan masyarakat agar mampu secara mandiri melaksanakan kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan tujuan dan sasarannya, meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat; pencapaian tujuan pembangunan masyarakat; semangat membangun pada seluruh masyarakat; dan menempatkan manusia sebagai subyek pembangunan. Sasarannya adalah pimpinan lembaga kemasyarakatan; tokoh masyarakat dan warga masyarakat dengan tidak membedakan jenis kelamin. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang bertujuan membekali keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu memberikan kontribusi dan dukungan terhadap proses pembangunan yang terjadi di lingkungannya. Masyarakat akan ikut menangani limbah domestik apabila mereka memiliki keberdayaan, sehingga pemberdayaan masyarakat menjadi penting dan mendesak Ditjen Bina Bangda, 2002. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, menempatkan otonomi daerah secara utuh pada daerah Kabupaten dan Daerah Kota dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peranserta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Atas dasar ini, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat Elfian, 2001. 10 Prinsip dasar otonomi daerah adalah memberdayakan daerah dan pemberdayaan masyarakat. Agar Pemerintah Daerah mampu mengelola sumberdaya secara optimal, keputusan publik harus mampu menjawab permasalahan dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pemberdayaan masyarakat mempunyai makna sejauh mana masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan, melaksanakannya dan mengawasi keputusan tersebut, termasuk peningkatan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan menuju kemandirian, sehingga berperan sebagai penjinak bencana bukan menjadi korban bencana Jurnal Otonomi Daerah, 2001. Selanjutnya menurut Bangd a 2002, strategi pemberdayaan masyarakat antara lain adalah: a. Keterbukaan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan limbah domestik, yang segala sesuatunya dibicarakan dengan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi faham dan mengerti. b. Responsif dan aspiratif, menampung dan menindaklanjuti keinginan masyarakat dan tidak membiarkan masalah menjadi berlarut-larut. c. Jemput bola, tidak menunggu timbul masalah baru bekerja, tetapi aktif untuk membantu masyarakat dalam keadaan apapun. d. Dengan membentuk kelompok 1 kelompok = 10 orang untuk mengelola dan menangani limbah domestik, kelompok ini menjadi ujung tombaknya. e. Mengembangkan semangat “perang terhadap limbah domestik” dalam diri masyarakat melalui media elektronik, cetak, spanduk dan brosur. f. Mengembangkan budaya bersih dan sehat dalam lingkungan RT, RW dan Desa atau Kelurahan. Pelaksanaannya dapat berbentuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat antara lain: kursus, pelatihan, orientasi, lokakarya, seminar, studi banding, diseminasi dan sosialisasi. Setelah masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan diharapkan mampu dan ikut serta dalam pengelolaan limbah domestik. Menurut Stewart 1994 pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti melepaskan pengendalian, tapi menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah 11 hilangnya pengendalian atau hilangnya hal- hal lain, yang paling penting pemberdayaan memungkinkan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak memberdayakan, Sumodiningrat 1997. Dalam kaitan dengan upaya memberdayakan masyarakat guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Payne 1997 suatu proses pemberdayaan bertujuan membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil kep utusan dan menentukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. MAcArdle 1989 mengemukakan bahwa hal terpenting dalam pemberdayaan adalah partisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan. Menurut Hikmat 2001, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan; Pertama, proses pemberdayaan dengan kecenderungan primer menekankan pada proses memberikan keleluasaa n, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder menekankan atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Seringkali kecendrungan primer terwujud melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Selanjutnya disebutkan bahwa proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan prinsif bekerja bersama masyarakat mempunyai hak- hak yang harus dihargai, sehingga masyarakat lebih mampu mengenali kebutuhannya dan dilatih untuk dapat merumuskan rencana serta melaksanakan pembangunan secara memadai dan swadaya. Dalam hal ini, praktisi pembangunan berperan dalam memfasilitasi proses dialog, diskusi, curah pendapat dan mensosialisasikan temuan masyarakat. Menurut Moebyarto 1995, pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas 12 sumber hidup yang penting. Proses pemberdayaan merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi antara lapisan sosial sehingga kemampuan individu senasib untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Dalam rangka mewujudkan kesamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki- laki, pemberdayaan pere mpuan merupakan proses kesadaran pembentukan kapasitas terhadap partisipasi perempuan yang lebih besar dan tindakaan transformasi. Dalam rangka peningkatan partisipasi aktif laki- laki dan perempuan, maka perempuan harus terlibat secara proporsional, sehingga dapat menciptakan kemitraan yang adil, IRC, UNICEF dan Yayasan Dian Desa 1999. Strategi pemberdayaan perempuan sebagai mitra sejajar laki- laki menggunakan pendekatan dua arah, yaitu saling menghormati, saling mendengar dan menghargai keinginan serta pendapat orang lain. Dalam proses pemberdayaan ini, terjadi pembagian kekuasaan secara demokratis atas dasar kebersamaan, keutamaan dan tenggang rasa. Pemberdayaan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki adalah kondisi dimana laki- laki dan perempuan memiliki kesamaan hak dan kewajiban yang terwujud dalam kesempatan, kedudukan, peranan yang dilandasi sikap dan perilaku yang saling membantu dan mengisi disemua bidang kehidupan Priyono , 1996. Praktek proyek pembangunan menunjukkan bahwa pendekatan partisipatif tidak secara otomatis diterapkan dengan cara yang sensitif gender. Bila tidak ada kaitan tertentu yang dilakukan untuk melibatkan semua segmen dalam komunitas dalam aksi partisipatif dari proyek, yang biasanya terjadi adalah laki-laki yang berpendidikan dan elit yang terlibat seperti yang ada dalam struktur kekuasaan dimana suara perempuan anggota masyarakat yang tidak beruntung dan miskin tidak didengar, Hemelrijk, et al 2001. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemandirian dan proses pemberdayaan Craig dan Mayo, 1995. Partisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan merupakan hal penting dalam pemberdayaan. Faktor- faktor determinin yang mempengaruhi proses pemberdayaan, antara lain, perubahan sistem sosial yang diperlukan sebelum pembangunan yang sebenarnya dimungkinkan terjadi. Karena itu perubahan struktur sosial masyarakat dalam sistem sosial menjadi faktor terpenting dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat, termasuk di dalamnya sistem ekonomi dan politik Rojek, 1986. 13 Di dalam kerangka pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, maka haruslah terjadi pergeseran fungsi birokrasi sebagai fasilitator. Selayaknya birokrasi harus kembali ke hakikat fungsi yang sebenarnya ialah sebaga i pelayan masyarakat, bukan mencampuradukan dengan pembangunan maupun pemberdayaan. Rakyat memegang hak dan wewenang yang tinggi untuk menentukan kebutuhan pembangunan, ikut terlibat secara aktif dalam pembangunan dan mengontrolnya serta memperoleh fasilitas dari pemerintah Santoso, 2002. Jadi pemberdayaan masyarakat adalah memberi daya atau kekuatan dan kemampuan serta meningkatkan harkat dan martabat untuk dapat berdiri sendiri diatas kakinya sendiri melalui penyuluhan dan pendampingan pada suatu kegiatan yang bertujuan membekali keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu memberikan kontribusi dan dukungan terhadap pembangunan di lingkungannya.

2.2. Partisipasi Masyarakat