56
ternyata memenuhi kriteria pengujian, yaitu t
hitung
t
tabel
. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata skor hasil belajar kelas yang diberikan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan
TPS. Hasil perhitungan uji hipotesis kelas eksperimen pertama dan kelas eksperimen kedua disajikan dalam lampiran 10.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, diperoleh perhitungan rata-rata hasil belajar kelas XI IPA
6 kelas eksperimen pertama dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebesar 76,26 dan rata-rata hasil belajar kelas XI IPA 7
kelas eksperimen kedua dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS sebesar 69,12.
Setelah dilakukan pengolahan data secara statistik yaitu dengan melakukan uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.
Kemudian dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t dan diperoleh hasil t
hitung
sebesar 5,724, sedangkan nilai t
tabel
sebesar 1,99. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa hasil t
hitung
t
tabel
, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar kimia siswa yang signifikan antara yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS pada pokok bahasan laju reaksi. Data hasil
perhitungan pengujian hipotesis uji-t, sebagai berikut:
Tabel 4.6. Hasil Perhitungan Pengujian Hipotesis
Kelas N
Mean t
hitung
t
tabel
Keputusan Eksperimen
Pertama 34 76,26
5,724 1,99
Ho ditolak Eksperimen
Kedua 34 69,12
57
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT yang diterapkan pada kelas eksperimen pertama pada konsep laju reaksi dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penerapan
pembelajaran dengan model kooperatif tipe TPS yang diterapkan pada kelas eksperimen kedua, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan hasil belajar
yang signifikan dari kedua kelas tersebut merupakan efek dari perlakuan yang telah dilakukan.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe TPS. Hal ini
terjadi karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
1
NHT mengajarkan siswa untuk bekerja sama, bertanggung jawab terhadap kelompok dan terhadap diri sendiri, sehingga siswa lebih termotivasi untuk
belajar dan aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran kelas eksperimen pertama
dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok kecil dengan diberikan penomoran pada masing-
masing anggota kelompok, melakukan praktikum dan pemanfaatan LKS. Dengan kata lain, proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT sangat mengoptimalkan partisipasi siswa, sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran dan hasil belajar yang diperoleh pun akan
meningkat. Pada tahap awal guru memberikan LKS kepada siswa. LKS ini disusun
secara sistematik agar dapat membantu siswa memahami konsep secara mandiri dan melatih kemampuan berpikir siswa serta menambah pemahaman
serta penguasaan siswa terhadap suatu materi. Dalam LKS tersebut tidak hanya berisi latihan soal, melainkan terdapat beberapa tahapan praktikum
mengenai materi laju reaksi yang harus dilakukan oleh siswa. Siswa
1
Muslim Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: University Press, 2000, h.6.
58
melaksanakan praktikum sesuai dengan tahapan yang telah diberikan dan mendiskusikan hasil dari praktikum tersebut serta menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat didalam LKS bersama dengan anggota kelompok masing-masing.
Tahap selanjutnya adalah guru mengajukan pertanyaan yang terdapat didalam LKS. Pada tahap ini guru memanggil nomor anggota kelompok
sesuai dengan nomor yang telah ditentukan diawal pertemuan, kemudian siswa tersebut menjawab secara individu dan tidak boleh dibantu oleh anggota
lainnya. Dalam hal ini siswa dituntut untuk mengingat kembali apa yang telah mereka pelajari bersama dengan kelompok masing-masing.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran kelas eksperimen kedua dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS yang meliputi
pengajaran oleh guru berupa demonstrasi dan siswa dituntut untuk berpikir secara individu mengenai materi pembelajaran yang akan diberikan sebelum
mereka berbagi dengan siswa lainnya untuk mengerjakan LKS. Pada tahap awal guru mendemonstrasikan materi mengenai laju reaksi, sedangkan
masing-masing siswa mencatat dan memahami hasil dari demonstrasi tersebut. Pada tahap selanjutnya diberikan LKS dan siswa saling berpasang-
pasangan untuk berdiskusi dan mengerjakan LKS tersebut. Setelah berhasil menjawab pertanyaan yang terdapat di LKS, siswa saling berbagi dengan
siswa yang lainnya dan mendiskusikan hasil dari jawaban mereka. Pada proses ini siswa menyamakan pengetahuan yang mereka dapatkan dari hasil diskusi
berpasangan. Masing-masing siswa dapat saling berbagi dan mengoreksi pemahaman mereka terhadap materi laju reaksi.
Dengan tahap-tahap yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS siswa dilatih
untuk aktif berpikir, berdiskusi dan aktif dalam mengungkapkan ide yang mereka miliki. Sedangkan guru hanya membimbing dan mengontrol jalannya
proses belajar agar berjalan lancar. Selain itu, pada pembelajaran kooperatif siswa dirangsang berperan aktif untuk menciptakan situasi belajar yang
kondusif agar siswa termotivasi untuk menemukan pengetahuan dan
59
memahami dengan baik materi pelajaran yang diberikan sehingga mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
Pada proses pembelajaran kooperatif tipe NHT tahap berdiskusi, hampir seluruh kelompok melakukan diskusi dengan baik. Hal ini terjadi
karena masing-masing siswa memiliki rasa tanggung jawab yang penuh terhadap diri sendiri. Pada proses pembelajaran kooperatif tipe TPS tahap
saling berpasangan dan berbagi, hanya beberapa siswa yang melakukan diskusi, sedangkan siswa yang lain cenderung melakukan keributan dan
mengobrol. Hal ini terjadi karena masing-masing siswa merasa telah memahami materi yang diajarkan sehingga mereka tidak termotivasi untuk
saling berbagi dengan siswa yang lainnya. dan kelompoknya. Pada pembelajaran NHT guru mengajukan pertanyaan dari LKS
kepada siswa dan meminta siswa untuk menjawab dengan memanggil nomor yang telah ditentukan. Pemanggilan nomor ini dilakukan secara acak dan pada
saat menjawab siswa tersebut cara tidak dibantu oleh anggota kelompok lainnya, sehingga masing-masing siswa memiliki rasa tanggung jawab karena
sewaktu-waktu nomor mereka akan dipanggil. Adanya tahap pemanggilan nomor secara acak ini membuat proses diskusi kelompok tidak membosankan,
karena siswa akan mendapat tantangan pada saat nomor-nomor yang akan menjawab pertanyaan disebutkan secara bergantian oleh guru. Selain itu,
tahap ini juga memberikan dampak yang positif terhadap keaktifan dan keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok, serta membuat siswa semakin
termotivasi untuk belajar. Sedangkan dalam pembelajaran TPS, pada saat guru mengajukan pertanyaan, siswa hanya menjawab dari hasil jawaban LKS
yang mereka kerjakan dan siswa lainnya pun boleh membantu siswa tersebut. Hal ini membuat siswa kurang memiliki rasa tanggung jawab karena mereka
beranggapan teman yang lain dapat membantunya saat mereka mengalami kesulitan pada saat menjawab pertanyaan.
Proses pembelajaran NHT yang terlebih dahulu memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi bersama kelompok kemudian diakhir diskusi
dilakukan presentasi oleh masing-masing anggota kelompok tanpa bantuan
60
dari anggota lainnya memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pemahaman dan hasil belajar siswa dibandingkan dengan proses pembelajaran
TPS yang terlebih dahulu memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara individu baru kemudian mereka saling berbagi dan berdiskusi dengan
siswa lainnya. Hal ini terjadi karena pada proses pembelajaran NHT siswa dituntut untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap kelompok
dan diri sendiri. Sehingga, hasil belajar kimia siswa kelas eksperimen pertama yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil belajar kelas eksperimen kedua yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS yang dilakukan di kelas XI IPA 6
eksperimen pertama dan kelas XI IPA 7 eksperimen kedua SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, diperoleh data dari perhitungan statistik uji hipotesis
dengan menggunakan uji-t didapatkan hasil t
hitung
sebesar 5,724, sedangkan nilai t
tabel
sebesar 1,99. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa hasil t
hitung
t
tabel
, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak. Dari data yang telah disajikan, hasil belajar kelas eksperimen pertama
yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen kedua yang menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS. Hal ini menunjukkan bahwa kerja kelompok yang dilaksanakan dalam tipe NHT lebih banyak memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling membagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang tepat, sehingga siswa akan lebih memahami materi pelajaran yang diberikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada hasil belajar kimia siswa antara yang diberikan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan TPS.
B. Saran
Pada kesempatan ini, penulis ingin memberikan sedikit saran demi keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah, khususnya pada mata
pelajaran kimia: 1.
Guru harus memperhatikan dan membimbing siswa dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS agar hambatan-
hambatan yang sering muncul dalam proses pembelajaran dapat terpantau.