Penggunaan Eritrosin Penggunaan Eritrosin dan Rhodamin B

96 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini tidak mengidentifikasi dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat mengonsumsi pangan jajanan yang mengandung Eritrosin dan Rhodamin B karena untuk mengidentifikasi dampak kesehatan dari mengonsumsi pewarna sintetik ini membutuhkan jangka waktu yang panjang. 2. Penelitian ini hanya meneliti pangan jajanan anak sekolah yang dijual oleh pedagang saat itu dan tidak menggali lebih dalam dimana pangan jajanan itu diproduksi. 3. Hasil penelitian sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam menjawab kuesioner dan jawaban juga responden tergantung pada pemahaman responden terhadap pertanyaan pada kuesioner.

6.2 Penggunaan Eritrosin dan Rhodamin B

6.2.1 Penggunaan Eritrosin

Penggunaan Eritrosin di Indonesia sampai dengan saat ini masih diperbolehkan namun dengan syarat tidak melebihi batas maksimal yang telah ditentukan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 37 Tahun 2013 pada Pasal 3 ayat 3. Eritrosin boleh digunakan untuk makanan dengan batas maksimal tertentu namun Eritrosin tidak digunakan pada minuman. Karunia 2013 menegaskan bahwa Eritrosin tidak dapat dipakai dalam produk minuman karena mudah diendapkan oleh asam. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.1a dari 30 responden diketahui bahwa 13,3 pangan jajanan anak sekolah di sekitar SDN Sekelurahan Pondok Benda dinyatakan menggunakan Eritrosin. Peneliti lainnya, Nisma dan Setyawati 2014 menemukan sampel pangan jajanan SD di wilayah Kotamadya Jakarta Timur mengandung Rhodamin B dan Eritrosin. Pasal 3 ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 37 Tahun 2014 menyatakan penggunaan Eritrosin masih diperbolehkan dengan batas antara 20-300mgkg tergantung pada kategori pangan tertentu. Berbeda dengan BPOM, Arisman 2008 berpendapat bahwa Eritrosin sebagai pewarna yang tidak dianjurkan untuk pangan. Meskipun diperbolehkan untuk pangan sebaiknya kita menghindari penggunaan pewarna sintetik apapun sebab pewarna sintetik tidak baik untuk kesehatan jika terus dikonsumsi, apalagi oleh anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Ditemukan keterkaitan Eritrosin dengan reduksi noradrenalin selain berkemungkinan bersifat karsinogenik Arisman, 2008. Begitu pula menurut Karunia 2013 jika mengonsumsi Eritrosin dalam dosis tinggi dapat bersifat kasinogen dan juga dapat mengakibatkan reaksi alergi seperti nafas pendek, dada sesak, sakit kepala, serta iritasi kulit. Eritrosin juga berpengaruh kuat sebagai neurocompetitive dopamine inhibitor ketika dipajankan pada otak tikus percobaan, pengurangan laju dopamine turnover inilah yang menyebabkan utama hipersensitivitas anak. Selain itu Eritrosin dapat menyebabkan hiperaktif dan menimbulkan efek kurang baik pada otak dan perilaku Nasir, 2010. Menurut Saputro dalam Novriana dkk 2013, prevalensi penderita hiperaktif di Indonesia pada anak usia sekolah yaitu, 3-18 tahun sebesar 15,8 dari 3006 anak. Kemudian prevalensi penderita hiperaktif pada anak laki-laki dan anak perempuan berbeda yaitu 35,2 untuk anak laki-laki dan 18,3 untuk anak perempuan.

6.2.2 Penggunaan Rhodamin B