Pengetahuan Pedagang Pangan Jajanan

6.3 Perilaku

6.3.1 Pengetahuan Pedagang Pangan Jajanan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu Sunaryo, 2004. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2 dari 30 responden diketahui bahwa 46,7 dari pedagang pangan jajanan di sekitar SDN Sekelurahan Pondok Benda memiliki pengetahuan tentang pewarna dalam kategori sedang. Damayanthi dkk 2013 juga menyatakan 77,8 pengetahuan penjaja PJAS di SDN D tentang keamanan pangan dalam kategori sedang dan Pujiasuti 2002 menyatakan 40,9 responden memiliki pengetahuan dalam kategori sedang tentang pemakaian BTP. Namun Sugiyatmi 2006 menyatakan 64,6 pembuat pangan jajanan tradisional yang dijual di pasar-pasar Kota Semarang memiliki pengetahuan dalam kategori kurang tentang bahaya pewarna terlarang. Begitu pula dengan Ardiarini dan Gunanti 2004 yang mengatakan 75 penjual memiliki pengetahuan yang tergolong rendah terhadap pewarna sintetik. Hasil analisis bivariat dengan pengujian Chi-square mengenai hubungan pengetahuan pedagang pangan jajanan dengan penggunaan Eritrosin dan Rhodamin B pada tabel 5.10 diperoleh pValue = 0,666 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan pedagang pangan jajanan dengan penggunaan Eritrosin dan Rhodamin B. Begitu pula Pujiasuti 2002 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan produsen dengan pemakaian bahan tambahan pangan dan Damayanthi dkk 2013 menyatakan hubungan negatif antara pengetahuan tentang gizi dan keamanan pangan dengan praktek keamanan pangan. Namun Sugiyatmi 2006 menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang bahaya pewarna terlarang dengan praktek pembuatan pangan jajanan. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan Eritrosin maupun Rhodamin B dalam penelitian ini dapat dimungkinkan karena pengetahuan yang dimiliki oleh pedagang pangan jajanan hanya pada tingkat tahu namun tidak memahaminya dengan baik. Menurut Keraf dan Dua 2001, pengetahuan tersebut termasuk dalam kategori tahu bahwa yaitu pengetahuan tentang informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan benar. Jenis pengetahuan ini disebut pengetahuan teoritis atau pengetahuan ilmiah walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam oleh karena itu bisa saja tidak disertai dengan perilaku yang baik pula. Menurut Utami dkk 2009 rendahnya pengetahuan pedagang tentang pewarna alami dan sintetik serta pewarna yang tidak diijinkan dipengaruhi salah satunya oleh pendidikan, survei menunjukan 47,37 pedagang tidak berpendidikan. Ardiarini dan Gunanti 2004 mengatakan tingkat pendidikan 75 penjual adalah setingkat Sekolah Dasar dan 25 penjual tidak mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Menurut Utomo dalam Ardiarini dan Gunanti 2004, pendidikan berpengaruh pada faktor sosial ekonomi seperti pendapatan, pekerjaan, lifestyle, perumahan dan tempat tinggal serta pangan yang dikonsumsi dan disajikan. Handayani dan Kurniawati dalam Wariyah dan Dewi 2013, selain pengetahuan yang rendah terhadap bahan tambahan pangan dan bahan berbahaya, faktor ketidakpedulian juga mempengaruhi pedagang pangan jajanan dalam pemakaian bahan tambahan. Begitu pula dengan BPOM 2012a yang menyatakan bahwa pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi persyaratan dapat mengindikasikan kurangnya pengetahuan tentang keamanan pangan namun faktor kepedulian atau kesadaran para pembuat, penjual dan pembeli pangan jajanan anak sekolah juga dapat mempengaruhi. Menurut Rahayu dkk 2012, indsutri kecil perlu memiliki pengetahuan dalam proses produksi pangan yang aman dan bermutu agar tidak mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan orang lain. Menurut Aminah dan Hidayah 2012, umumnya pengetahuan keamanan pangan yang diketahui oleh para pedagang diperoleh dari informasi lisan dari mulut ke mulut, penyuluhan di PKK bagi yang perempuan namun untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh secara lisan tersebut sulit, mengingat produsen ingin menampilkan dagangannya lebih menarik dengan cita rasa yang tinggi dengan biaya produksi yang rendah. Penggunaan bahan tambahan pangan masih perlu mendapatkan perhatian baik jenisnya maupun ukurannya, bahan tambahan yang digunakan harus khusus pangan dan ukurannya sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Rahayu dkk 2012 pun menyatakan informasi mengenai keberadaan bahan tambahan pangan di pasaran belum diketahui oleh sebagian besar industri rumah tangga. Sedangkan bahan kimia berbahaya masih beredar dan hal ini berkontribusi terhadap penyalahgunaan bahan kimia berbahaya. Tinggi rendahnya pengetahuan pedagang pangan jajanan tergantung pada informasi terkait keamanan pangan jajanan yang mereka dapatkan oleh karena itu pemerintah maupun pihak sekolah diharapkan dapat meningkatkan program keamanan pangan jajanan anak sekolah dengan melakukan Training of Trainer TOT kepada penyedia PJAS pengelola kantin, penjaja PJAS, IRTP produsen PJAS mengenai keamanan pangan, melakukan pembinaan penyedia PJAS tentang Cara Produksi Pangan yang Baik CPPB serta praktek penggunaan BTP BPOM RI 30 Balai BesarBalai POM, 2009.

6.3.2 Sikap Pedagang Pangan Jajanan