Masyarakat Tutur Jenis Tindak Tutur

25 sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan tindakan. Di samping melakukan ujaran tersebut dapat berpengaruh terhadap orang lain yang mendengarkan sehingga menimbulkan respon dan terjadilah peristiwa komunikasi. Dalam menuturkan sebuah tuturan, seseorang memiliki maksud-maksud tertentu sehingga tuturan tersebut disebut juga tindak tutur. Berkaitan dengan bermacam- macam maksud yang dikomunikasikan. Leech 1983 berpendapat bahwa tindak tutur terikat oleh situasi tutur yang mencakupi 1 penutur dan mitra tutur, 2 konteks tuturan, 3 tujuan tuturan, 4 tindak tutur sebagai tindakan atau aktivitas dan 5 tuturan sebagai hasil tindakan bertutur. Konsep tersebut berkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh Austin 1962 bahwa tuturan merupakan sebuah tindakan yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah suatu tindakan bertutur yang memiliki maksud tertentu yang dapat diungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Tindak tutur yang memiliki maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Konsep tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur.

2.2.2.2 Masyarakat Tutur

Kehidupan masyarakat tutur mengharuskan setiap orang, kelompok masyarakat, atau bangsa membina kerja sama dengan yang lainnya. Dengan ukuran yang sangat relatif dalam sebuah masyarakat tutur, Wijana Rohmadi 2012: 48 menyebutkan sekurang-kurangnya dapat dibedakan dua jenis penutur, yakni penutur yang berkompeten fully fledge speaker dan penutur partisipatif 26 unfully fledge speaker. Selanjudnya, penutur berkompeten fully fledge speaker adalah penutur yang benar-benar mampu menggunakan bahasa dalam berbagai tindak komunikasi. Jadi, seorang penutur yang berkompeten memiliki: 1, pengetahuan mengenai gramatika dan kosa kata suatu bahasa, 2, pengetahuan mengenai kaidah-kaidah berbahasa rules of speaking, 3, pengetahuan tentang bagaimana menggunakan dan merespons tipe-tipe tindak tutur yang berbeda-beda, seperti perintah, permohonan, permintaan maaf, ajakan dan sebagainya, 4 bagaimana berbicara secara wajar. Tabel 1.1 Masyarakat Tutur,

2.2.2.3 Jenis Tindak Tutur

Menurut Wijana dalam Rohmadi 2010: 35 tindak tutur dapat dibedakan menjadi dua tindak tutur yaitu “tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung” dan “tindak tutur literal dan tidak literal. Tindak tutur langsung direct speech secara formal berdasarkan modus kalimat dibedakan menjadi kalimat Masyarakat tutur tuturan Budaya dan verbal Penutur berkompeten fully fledge Penutur partisipatif unfully fledge speaker Gegar budaya culture shock Anekdot verbal penutur partisipatif Berdasarkan modus kalimatnya: berita deklaratif, tanya interogatif, perintah imperatif 27 berita deklaratif, kalimat tanya interogatif, dan kalimat perintah imperatif. Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu informasi. Kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu. Kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk menyatakan sesuatu, alimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon dan sebagainya. Tindak tutur adalah tindak tutur langsung speech act. Berbicara secara sopan, perintah dapat diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa diperintah. Bilah hal ini yang terjadi, terjadi tindak tutur tidak langsung indirect speech. Tindak tutur literal literal speech act adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sedangkan, tindak tutur tidak literal nonliteral speech adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya Wijana Rohmadi, 2011: 30 ”. Sementara itu Wijana dalam Rohmadi 2010: 37 Apabila tindak tutur langsung dan tak langsung diinteraksikan dengan tindak tutur literal dan tak literal maka akan tercipta tindak tutur sebagai berikut: 1 Tindak tutur langsung literal direct literal speech act ialah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat 28 tanya. Misalnya, “ambilkan ubi itu, “adikku gadis yang cantik”, dan “jam berapa sekarang adi?” 2 Tindak tutur tidak langsung literal indirect literal speech act adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimasudkan oleh penutur. Misalnya, “lantainya kotor” kalimat itu jika diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya bukan saja mengimformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk membersihkannya. 3 Tindak tutur langsung tidak literal direct nonliteral speech adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Misalnya “motormu bagus, kok”. Penutur sebenarnya ingin menyatakan bahwa sepeda lawan tuturnya jelek. 4 Tindak tutur tidak langsung tidak literal indirect nonliteral speech act adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang ingin diutarakan. Untuk menyuruh seorang pembantu menyapu lantai yang kotor, seorang majikan dapat saja mengutarakannya dengan kalimat “kamarnya bagus sekali”. 29 Tabel 2.2 Tindak Tutur

2.2.2.4 Makna tuturan

Dokumen yang terkait

EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 15

PENDAHULUAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 21

TINJAUAN PUSTAKA EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 2 33

EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 2 15

PENDAHULUAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 21

TINJAUAN PUSTAKA EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 33

PENUTUP EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 4 11

PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA

0 0 21

Tuturan dalam bahasa mantra pada upacara pengusiran roh jahat Suku Mee Kabupaten Deiyai Provinsi Papua - USD Repository

0 2 181

Peta Orientasi Kabupaten Deiyai terhadap Provinsi Papua

0 0 30