Tuturan Dalam Upacara Pengusiaran Roh Jahat Tuturan Dalam Tahap Upacara Pengusiran Roh Jahat

30 3 Ekspresif Tindak tutur evaluatif evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu, meliputi tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, memuji, meyalahkan, dan mengkritik. 4 Komisif Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misalnya bersumpah, berjanji, mengancam, menyatakan kesanggupan, berkaul. 5 Deklarasi Tindak tutur deklarasi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya utuk menciptakan hal status, keadaan, dan sebagainya yang baru.

2.2.2.5 Tuturan Dalam Upacara Pengusiaran Roh Jahat

Masyarakat Mee mengenal upacara pengusiran roh jahat yang di dalamnya tergambar perilaku tuturan dalam upacara adat. Terdapat dua jenis tindak tutur tuturan yaitu verbal dan non verbal. Verbal adalah media komunikasi berupa tuturan lisan dari pemimpin upacara kepada mitra tutur. Jhon You 2004: 40 menarik kesempulan sebagai berikut: “Wacana non verbal media komunikasinya berupa menggerak- gerakkan satu bagian tubuh kepada mitra tutur. Misalnya tuturan “Andreas bado bego-bego ya etete ko: tanimago eniya epeikamu ni keitaita” Andreas sambil goyang-goyang kaki bertanya, pada pukul berapa kita akan mengadakan upacara?. “Markus benai bego-bego yaa eteteko ini kamu tai wagi ko migouto yakai daki taitagi ga kouya ”. Markus sambil goyang tangan menjawab: kita akan mulai upacara ketika pemimpin tiba di sini‟. Pemimpin upacara “bado bego-bego” goyang-goyang kaki dan Markus benaibego-bego Markus goyang-goyang tangan. Keyakinan bahwa dengan tuturan verbal akan ketahuan kerasukan setan sedan dialami oleh penderita sehingga kedua penutur dan mitra tutur menanyakan dan menanggapi dengan non verbal ”. Misalnya, tindak tutur dalam upacara adat, Jhon 2004 pernah menyinggung bahwa Pengertian umum “noya agiyo kotu” yaitu sediakan bahan makanan supaya dalam upacara bisa dinikmati. Sedangkan pengertian khusus noya agiyo kotu yaitu untuk melengkapi bahan korban sajian. 31 Yosep 2007: 24 pernah menyinggung bahwa “mobu” artinya kenyang. Konsep tuturan “mobu” ini mengandung semua unsur keselamatan yaitu puas, kenyang, aman, tenang, damai, berlimpah dan lain sebagainya. Orang Mee mengalami mobu, seketika menikmati makanan hingga kenyang, hidup dengan aman dan tenang, kebun menghasilkan panen yang berlimpah, jumlah anak laki- laki marga banyak dsb.

2.2.2.6 Tuturan Dalam Tahap Upacara Pengusiran Roh Jahat

Tuturan dalam tahap upacara pengusiaran roh jahat yang di kenal dalam Spratley 1979 Analisis etnografi interview terdiri dari tiga tahap yakni: 1 Analisis domain yang menyatakan hubungan semantik. Analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran objek peneliti secara umum dan utuh tentang objek penelitian tersebut. Kemudian dihubungkan dalam hubungan semantiknya. 2 Anlisis taksonomi terfokus pada domain-domain. Teknik analisis domain memberikan hasil analisis yang luas dan umum, tetapi belum terperinci secara menyeluruh. Apabilah yang diinginkan yaitu suatu hasil dari analisis yang terfokus pada suatu domain atau sub-sub domain tertentu. Peneliti menggunakan teknik analisis taksonomi. Teknik ini terfokus pada domain-domain tertentu kemudian memilih domain tersebut menjadi sub-sub domain yang lebih khusus dan terperinci. Yang umum memiliki satu rumpun yang memiliki kesamaan. Selanjutnya, Analisis taksonomi merupakan analisis yang menjabarkan lebih rinci domain yang dipilih untuk mengetahui struktur internalnya. 3 Analisis komponen yang bertujuan untuk melihat komponen makna. Komponen makna akan menghubungkan dengan simbol budaya yang pada akhirnya menemukan tema budaya. Nilai-nilai sosial pada hakikatnya tercermin 32 ekspresi bahasa “dalam upacara adat” sekaligus pandangan hidup masyarakat yang menjadi objek penelitian ini. Mengganalisis tuturan yang mencerminkan budaya masyarakat Mee dengan menggunakan teori Sapir-Whorf, seperti mengatakan kandungan budaya tercermin melalui bahasa Sapir, 1921, Worf,1956, dalam Chaer dan Agustina, 1995. Hipotesis Sapir-Whorf menunjukan adanya hubungan kegiatan berpikir dan berkomunikasi yang berhubungan dengan perilaku makna diri penutur bahasa ini. Budaya adalah pola pikir yang merupakan sistem kognisi yang keluar lewat bahasa dalam jenis tindak tutur lisan dan tulis Casson,1981,Folley 1997,Hoijer, 1954. Pernyataan-pernyataan sesuai dengan pandangan peneliti mengenai makna budaya dalam bahasa yang tercermin dalam upacara pengusiran roh jahat di “meuwodide” daerah suku Mee Jhon 2004:34. Hal di atas ini memberikan gambaran tuturan dan pandangan hidup manusianya. Analisis etnografi tutur bertujuan melihat komponen makna yang berhubungan dengan peristiwa tutur yang hakikatnya mencerminkan pola ekspresi hidup dan pandangan terhadap suatu etnik Spratley,1979. Menganalisis peristiwa tutur dikenal dengan akronim SPEAKING, yang dikemukakan oleh Dell Hymes dalam Caer dan Leonie 1995 dan Spratley,1997. Setting and scene S yang dimaksud dengan se tting artinya “latar kebudayaan” yang menunjukan pada tempat dan waktu tutur berlangsung. Participants P “partisipan” adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan upacara atau dalam pertuturan. Ends E merupakan tujuan yang diperoleh dari peristiwa tutur atau 33 tujuan yang ingin capai dalam peristiwa tutur. Act seguence A artinya “urutan tindak ujar”, jenis tindak tutur ujar dan isi ujaran kedua hal ini berhubungan dengan eksistensi wacana, media komunikasi, secara pemaparanya. Sifatnya adalah hubungan tindak pidana tutur, jenis tindak tutur pesan dan isi pesan. Key K artinya “kunci”, mengandung pesan-pesan yang dapat ditangkap, misalnya nada, cara dan semangat. Instrumentalities I artinya “instrument”, yaitu jenis tindak tutur bahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur, apakah lisan atau tulisan dialek atau bahasa baku. Norms of intraction and interpretation N artinya “norma intraksi dan interpretasi” mengacu pada norma yang berlaku dalam kelompok sosial pemakai bahasa dalam masyarakat. Genre G artinya “gaya” yang mengacu pada jenis tindak tutur penyampaian secara verbal puisi, nasehat, atau cerita dan lain-lain. Penelitian ini akan menunjukan empat tahap pengusiran roh jahat yakni: 1 “teki-teki Kabu” tahap persiapan, 2 “edoga kabu” tahap pembukaan, 3 “yupi kabu” tahap pertengahhan, 4 “mumai kabu” tahap akhir. Keempat tahap di atas ini mengambarkan dalam SPEAKING sebagai berikut: 1 Peristiwa tutur dalam upacara persiapan terjadi sore hari. Suasana keluarga yang serius. Perintah, pertanyaan, dan tangapan dalam Bahasa Mee dikemukakan dalam upacara adat dan sesuai dengan keberadaannya. Peristiwa tutur berlangsung dalam jenis tindak tutur wacana verbal dan non-verbal. 2 Peristiwa tutur dalam upacara pembukaan terjadi pada pagi hari. Suasana keluarga yang serius. Ajakan, pertanyaan dan tangapan dalam Bahasa Mee 34 mengungkapkan upacara ini. Sesuai dengan ekstensinya peristiwa tutur berlangsung dalam jenis tindak tutur wacana verbal dan non-verbal. 3 Peristiwa tutur dalam upacara pertengahhan berlangsung siang hari. Suasana keluarga yang serius. Perintah, keluhan, permohonan, pemberitahuan pertanyaan dan tangapan dalam Bahasa Mee diutarakan dalam upacara ini. Sesuai dengan ekstensi wacana yang digunakan dalam peristiwa tutur yang bersifat verbal dan non-verbal. 4 Peristiwa tutur dalam upacara tahap akhir terjadi siang hari dalam suasana keluarga yang serius. Perintah, tangapan dan pertanyaan dalam Bahasa Mee yang mengemukakan dalam upacara ini. Peristiwa tutur berlangsung dalam wacana verbal dan nonverbal.

2.2.3 Interpretasi Pragmatik

Dokumen yang terkait

EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 15

PENDAHULUAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 21

TINJAUAN PUSTAKA EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 2 33

EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 2 15

PENDAHULUAN EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 21

TINJAUAN PUSTAKA EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 3 33

PENUTUP EKSISTENSI PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH HAK ULAYAT SUKU MEE DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM DI DISTRIK KAPIRAYA KABUPATEN DEIYAI PROVINSI PAPUA.

0 4 11

PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA

0 0 21

Tuturan dalam bahasa mantra pada upacara pengusiran roh jahat Suku Mee Kabupaten Deiyai Provinsi Papua - USD Repository

0 2 181

Peta Orientasi Kabupaten Deiyai terhadap Provinsi Papua

0 0 30