Persentase Rumah Tangga Miskin

231 perhitungan melalui pendekatan rata-rata pendapatan per kapita agar diperoleh pembahasan yang searah dengan angka-angka kemiskinan yang diterbitkan oleh BPS.

8.1. Persentase Rumah Tangga Miskin

Nilai dasar indeks kemiskinan headcount index dan perubahan indeks kemiskinan menurut berbagai Skeenario kebijakan disajikan pada Tabel 40. Headcount index pada Skenario Dasar sebelum dilakukan simulasi kebijakan untuk rumah tangga secara agregat sebesar 17.33. Angka ini menunjukkan proporsi penduduk yang memiliki pendapatan per kapita di bawah garis batas kemiskinan terhadap total populasi, yang dinyatakan sebagai persentase, adalah sebesar 17.4 persen. Garis batas kemiskinan yang digunakan mengikuti garis batas kemiskinan nasional yang dikeluarkan BPS untuk tahun 2002, yaitu daerah Tabel 40. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri terhadap Kemiskinan Headcount Index Menurut Golongan Rumah Tangga, Tahun 2002 DAMPAK THD KEMISKINAN 1 SIMULASI KEBIJAKAN Buruh Tani Petani NP Rendah Desa Non Pert Atas Desa Non Pert Rendah Kota Non Pert Atas Kota Agregat DASAR 2 23.476 19.763 12.702 4.652 10.806 3.341 17.40 PENGELUARAN PEM SK1 Primer 0.000 -0.050 -0.070 0.000 -0.011 -0.061 -0.029 SK2 Mak 0.000 -0.010 -0.010 0.000 0.000 0.000 -0.010 SK3 Non mak 0.000 -0.010 -0.010 0.000 0.000 -0.020 -0.010 EKSPOR SK4 Mak -0.286 -0.272 -0.279 -0.274 -0.133 -0.081 -0.286 SK5 Non mak -0.476 -0.277 -0.339 -0.274 -0.202 -0.121 -0.476 SK6 SK4+SK1 -0.476 -0.363 -0.319 -0.274 -0.138 -0.081 -0.476 SK7 SK5+SK1 -0.476 -0.378 -0.369 -0.328 -0.234 -0.121 -0.382 INVESTASI SK8 Mak -0.476 -0.378 -0.329 -0.547 -0.160 -0.101 -0.269 SK9 Non mak -0.476 -0.293 -0.339 -0.547 -0.218 -0.121 -0.280 SK10 Prioritas -1.286 -0.898 -0.708 -0.493 -0.409 -0.263 -0.718 SK11 SK10+Gprm-prior -1.286 -0.974 -0.758 -0.493 -0.420 -0.263 -0.750 SK12 SK10+X prior -2.000 -1.538 -1.078 -0.712 -0.707 -0.344 -1.127 INSENTIF PAJAK SK13 Mak -0.286 -0.182 -0.229 -0.493 -0.096 -0.061 -0.170 SK14 Non mak -0.524 -0.479 -0.449 -0.602 -0.282 -0.142 -0.389 REDISTR PENDAP SK15 -0.286 -0.479 -0.070 0.219 -0.005 0.040 0.088 1 Nilai headcount index menurut Skenario adalah nilai perubahan antara indeks simulasi Dasar dengan indeks masing – masing Skenario. 2 Nilai headcount index sebelum dilakukan simulasi. 232 perdesaan sebesar Rp. 96 512 per kapita per bulan, perkotaan Rp. 130 499 per kapita per bulan dan agregat Indonesia sebesar Rp. 108 889 per kapita per bulan. Angka kemiskinan untuk tahun yang sama, yaitu tahun 2002 yang diterbitkan oleh BPS sebesar 18.2 persen. Perbedaaan angka kemiskinan pada analisis ini dengan angka kemiskinan nasional disebabkan: 1 data yang digunakan dalam analisis ini adalah data SUSENAS yang berupa sampel, sementara untuk mewakili data tingkat nasional perlu dilakukan pembobotan, 2 SUSENAS tahun 2002 tidak termasuk empat provinsi, yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Maluku, Maluku utara dan Papua, sementara angka kemiskinan tingkat nasional sudah memasukkan empat provinsi tersebut dengan angka estimasi. Jumlah penduduk miskin menurut golongan rumah tangga terbesar pada golongan rumah tangga buruh tani yaitu 23.5 persen dan golongan rumah tangga petani sebesar 19.8 persen. Rumah tangga non pertanian golongan rendah di desa memiliki angka kemiskinan yang lebih besar dibandingkan angka kemiskinan pada rumah tangga non pertanian golongan rendah di kota. Hal ini menunjukkan bahwa sumber kemiskinan di Indonesia berada di perdesaan. Sedangkan untuk rumah tangga non pertanian golongan atas di desa maupun di kota proporsi populasi miskin sebesar 4.7 persen dan 3.6 persen. Keberadaan penduduk miskin pada golongan rumah tangga golongan atas ini disebabkan pengelompokan rumah tangga yang digunakan untuk membangun neraca SNSE oleh BPS berdasarkan Klasifikasi Jenis PekerjaanJabatan, bukan berdasarkan tingkat pendapatan. Dengan mengelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan tersebut sebagai konsekuensi tidak semua rumah tangga golongan atas merupakan rumah tangga kaya atau berpendapatan di atas garis kemiskinan. Definisi dan pengelompokan masing-masing golongan rumah tangga disajikan pada Lampiran 2 dan lampiran 3. Dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri yang dinyatakan sebagai perubahan indeks kemiskinan dari setiap Skenario terhadap Skenario Dasar konsisten dengan dampak kebijakan ekonomi terhadap pendapatan rumah tangga, yaitu peningkatan 233 investasi agroindustri yang dialokasikan ke agroindustri prioritas dan dikombinasikan dengan peningkatan ekspor agroindustri prioritas SK12 merupakan skenario kebijakan yang menghasilkan penurunan tingkat kemiskinan paling besar dibandingkan skenario lainnya. Kebijakan tersebut dapat menurunkan tingkat kemiskinan pada golongan rumah tangga buruh tani sekitar 2.0 persen dari total populasi rumah tangga buruh tani. Secara umum kebijakan tunggal maupun kebijakan kombinasi peningkatan investasi agroindustri prioritas SK 10, SK11 dan SK12 akan menurunkan angka kemiskinan lebih besar dibandingkan kebijakan lain meskipun mengkombinasikan pengeluaran pemerintah di sektor pertanian prioritas dengan peningkatan investasi prioritas SK 11 dan SK 10 tidak menghasilkan perbedaan dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini dapat diartikan penambahan pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor primer tidak cukup besar untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga mencapai garis batas kemiskinan. Apabila peningkatan investasi dialokasikan secara proporsional ke seluruh agroindustri makanan SK8 dan agroindustri non makanan SK9, akan menurunkan tingkat kemiskinan rumah tangga buruh tani lebih kecil, hanya sekitar 0.5 persen. Kebijakan peningkatan ekspor agroindustri makanan SK4 dan non makanan SK5 akan menurunkan tingkat kemiskinan lebih kecil dibandingkan peningkatan investasi. Kebijakan gabungan peningkatan ekspor ke agroindustri makanan dan pengeluaran pemerintah ke sektor pertanian primer SK6 mengurangi kemiskinan lebih besar dibandingkan apabila kebijakan dilakukan secara tunggal. Alternatif kebijakan lain adalah meningkatkan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri makanan SK2 dan non makanan SK3. Kebijakan ini relatif lebih fleksibel dan secara operasional lebih mudah dilakukan karena pemerintah memiliki keleluasaan dalam mengalokasikan sumberdya. Namun dampak kebijakan tersebut terhadap penurunan tingkat kemiskinan kurang menunjukkan pengaruh. Sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah ke sektor pertanian primer SK 234 1 menunjukkan dampak penurunan kemiskinan yang lebih besar dibandingkan kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri. Kebijakan lain adalah melalui perpajakan SK14. Pemberian insentif pajak agroindustri sebesar 10 ke agroindustri non makanan SK14 akan menurunkan tingkat kemiskinan lebih besar dibandingkan bila kebijakan ditujukan ke agroindustri makanan SK13. Namun kebijakan ini menghasilkan dampak yang lebih kecil dibandingkan dengan kebijakan peningkatan investasi dan ekspor. Kebijakan terakhir SK15 adalah melakukan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah kelompok buruh tani, petani kecil dan rumah tangga golongan rendah di desa dan kota. Kebijakan ini efektif memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga dan mengurangi kemiskinan golongan rumah tangga buruh tani, petani dan golongan rendah, tetapi meningkatkan kemiskinan rumah tangga golongan atas di desa. Kebijakan ini juga secara agregat menurunkan output nasional Tabel 31. Secara umum dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri menghasilkan penurunan tingkat kemiskinan lebih besar bagi rumah tangga buruh tani dan petani. Hal ini disebabkan dampak kebijakan tersebut akan menghasilkan marginal utility bagi golongan rumah tangga berpendapatan rendah yang lebih besar dibandingkan golongan rumah tangga lain. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa peningkatan investasi dan ekspor yang ditujukan ke agroindustri non makanan dapat menurunkan tingkat kemiskinan relatif lebih besar dibandingkan bila kebijakan yang sama ditujukan ke agroindustri makanan. Hal ini dapat dijelaskan melalui analisis jalur struktural SPA yang menunjukkan bahwa pengembangan sektor agroindustri non makanan pengaruhnya akan dipancarkan secara terbatas ke rumah tangga non pertanian setelah melewati sektor perdagangan, modal, sektor industri berat dan ringan dan tenaga kerja non pertanian baik di desa maupun di kota. 235 Apabila dicermati lebih lanjut meskipun pengaruh terbesarnya memancar hanya terbatas ke golongan rumah tangga non pertanian, besaran pengaruh yang dipancarkan dari faktor produksi tenaga kerja non pertanian ke rumah tangga menunjukkan nilai yang jauh lebih besar dibandingkan pengaruh yang dipancarkan dari tenaga kerja pertanian ke rumah tangga yang berasal dari pengembangan sektor agroindustri makanan. Tenaga kerja non pertanian dapat memancarkan kembali pengaruh yang jauh lebih besar ke rumah tangga non pertanian karena tenaga kerja non pertanian memiliki keterkaitan yang lebih luas dengan sektor non pertanian lain sehingga menghasilkan dampak pengganda jalur yang lebih besar. Dengan pancaran pengaruh yang lebih terbatas ke rumah tangga non pertanian namun dengan besaran pengaruh yang lebih besar maka pengembangan sektor agroindustri non makanan berdampak mengurangi kemiskinan yang lebih besar namun menghasilkan dampak yang lebih kecil terhadap distribusi pendapatan. Dengan menggunakan skala ekivalensi diperoleh angka kemiskinan headcount index yang lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan melalui rata-rata pendapatan perkapita Lampiran 11. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan menggunakan skala ekivalensi, indeks kemiskinan headcount untuk rumah tangga secara agregat sebesar 3.92, jauh lebih kecil dibandingkan dengan metoda yang digunakan oleh BPS sebesar 17.3 persen. Artinya bahwa pembobotan anak dalam menentukan pendapatan diproxy dari pengeluaran akan meghasilkan angka pendapatan perkapita yang lebih besar sehingga angka kemiskinan menjadi lebih kecil. Hal ini bisa disebabkan proporsi anak terhadap total anggota rumah tangga di Indonesia relatif tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan angka kemiskinan yang cukup tinggi tersebut adalah pada metode skala ekivalensi yang digunakan. Mengingat belum ada penelitian untuk menghitung skala ekivalensi yang sesuai untuk Indonesia, analisis ini menggunakan metoda yang dikembangkan oleh Cockburn 2002 yang telah digunakan di beberapa negara, terutama Australia, Nepal dan beberapa negara lain, namun belum tentu sesuai untuk Indonesia. 236 Oleh karena itu untuk memperoleh angka kemiskinan yang tepat, perlu dilakukan penyesuaian, terutama dalam hal metoda penghitungan skala ekivalensi yang digunakan. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa fokus bahasan dari penghitungan indeks kemiskinan dalam penelitian ini terutama pada perubahan indeks kemiskinan sebelum dan sesudah diberlakukan kebijakan ekonomi di sektor agroindustri. Dari hasil analisis dengan menggunakan skala ekivalensi yang disajikan pada Lampiran 11, terlihat bahwa kebijakan yang ditujukan di sektor agroindustri menghasilkan perubahan kemiskinan yang searah dengan perubahan kemiskinan melalui pendekatan rata-rata pendapatan perkapita namun dengan besaran yang berbeda. Kebijakan yang menghasilkan pengaruh paling besar terhadap kemiskinan adalah kebijakan peningkatan investasi ke agroindustri prioritas baik melalui kebijakan tunggal maupun kebijakan kombinasi pengeluaran pemerintah di sektor pertanian primer prioritas dan peningkatan ekspor agroindustri prioritas.

8.2. Kesenjangan Pendapatan Rumah Tangga Miskin