kebijakan tunggal di sektor agroindustri yang menghasilkan dampak lebih besar secara berurutan adalah kebijakan investasi ke agroindustri prioritas maupun agroindustri
lainnya, kebijakan ekspor, kebijakanan insentif pajak dan pengeluaran pemerintah. Konsisten pula dengan dampak kebijakan terhadap output sektoral, kebijakan
yang terkait dengan peningkatan investasi di sektor agroindustri prioritas SK10, SK11 dan SK12 akan menghasilkan peningkatan pendapatan tenaga kerja yang paling besar.
Sebaliknya kebijakan redistribusi pendapatan dari rumah tangga golongan atas ke rumah tangga golongan rendah Skenario 15 akan menghasilkan dampak peningkatan
pendapatan terkecil, bahkan untuk tenaga kerja non pertanian di desa maupun di kota akan mengalami pengurangan pendapatan. Sementara kebijakan tersebut hanya
menghasilkan persentase peningkatan pendapatan tenaga kerja pertanian di desa dan di kota yang relatif kecil.
6.3. Pendapatan Rumah Tangga
Perubahan pendapatan rumah tangga dari berbagai Skenario terhadap simulasi DASAR sebelum dilakukan simulasi menurut golongan rumah tangga disajikan pada
Tabel 33. Dari 15 skenario kebijakan yang dilakukan, peningkatan investasi pada agroindustri prioritas dikombinasikan dengan peningkatan ekspor agroindustri prioritas
SK12 merupakan kebijakan yang menghasilkan peningkatan pendapatan rumah tangga paling besar. Kebijakan lain yang juga menghasilkan persentase pendapatan lebih besar
dibandingkan kebijakan lainnya adalah peningkatan investasi pada industri prioritas SK10 dan kombinasi kebijakan tersebut dengan peningkatan pengeluaran pemerintah di
sektor pertanian prioritas SK11. Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa kebijakan
peningkatan investasi
di sektor agroindustri prioritas lebih efektif
meningkatkan pendapatan rumah tangga dibandingkan kebijakan ekonomi lainnya.
Tabel 33. Dampak Kebijakan Agroindustri terhadap Pendapatan Rumah Tangga, Tahun 2003
DAMPAK THD PENDAPATAN RUMAH TANGGA
1
SIMULASI KEBIJAKAN
Buruh Tani
Petani Non Pert
Rendah Desa
Non Pert Atas-Desa
Non Pert Rendah
Kota Non Pert
Atas Kota
DASAR
2
Rp
180 740 207 470
242 780 326 480
408 934 632 381
PENGELUARAN PEMERINTAH
SK1 Primer
0.08 0.09
0.06 0.07
0.05 0.05
SK2 Mak
0.02 0.02
0.02 0.02
0.01 0.01
SK3 Non mak
0.02 0.02
0.02 0.02
0.02 0.02
EKSPOR
SK4 Mak
0.46 0.47
0.38 0.41
0.31 0.32
SK5 Non mak
0.51 0.47
0.47 0.47
0.46 0.46
SK6 SK4+SK1
0.53 0.55
0.43 0.48
0.35 0.36
SK7 SK5+SK1
0.53 0.49
0.45 0.49
0.38 0.39
INVESTASI
SK8 Mak
0.54 0.56
0.45 0.49
0.38 0.39
SK9 Non mak
0.53 0.49
0.48 0.49
0.47 0.47
SK10 Prioritas
1.31 1.28
1.13 1.19
1.02 1.03
SK11 SK10+Gprm-prior
1.40 1.38
1.19 1.27
1.07 1.09
SK12 SK10+X prioritas
2.21 2.17
1.91 2.02
1.73 1.76
INSENTIF PAJAK
SK13 Mak
0.32 0.32
0.26 0.29
0.22 0.22
SK14 Non mak
0.73 0.68
0.67 0.67
0.65 0.66
REDISTRIBUSI PENDAP
SK15
0.39 0.67
0.08 -1.90
0.04 -0.15
1
Nilai pendapatan rumah tangga menurut Skenario adalah nilai perubahan antara pendapatan simulasi
Dasar dengan pendapatan masing -masing Skenario.
2
Nilai rata-rata pendapatan rumah tangga masing-masing golongan sebelum dilakukan simulasi dari data SUSENAS.
Sebaliknya kebijakan peningkatan pengeluaran pemerintah di sektor agroindustri makanan SK2 dan agroindustri non makanan SK3 tidak menghasilkan peningkatan
pendapatan rumah tangga yang cukup berarti. Hal ini karena disamping peningkatan 10 anggaran pembangunan tersebut secara nominal jumlahnya jauh lebih kecil
dibandingkan jumlah nominal investasi swasta, juga karena alokasi pengeluaran pembangunan pemerintah tidak hanya untuk peningkatan modal secara fisik melalui
penyertaan modal pada BUMN tetapi juga untuk biaya proyek-proyek penelitian serta pengeluaran pembangunan melalui instruksi presiden atau inpres BPS, 2005. Hal itu
mengurangi dampak langsung terhadap peningkatan output sektor, dan lebih lanjut terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga.
Namun pengeluaran pemerintah yang dialokasikan ke sektor pertanian primer sebagai pemasok bahan baku agroindustri SK1 dengan persentase sama menghasilkan
peningkatan pendapatan rumah tangga lebih besar dibandingkan pengeluaran pemerintah yang ditujukan ke sektor agroindustri SK2 dan SK3. Sedangkan peningkatan ekspor di
sektor agroindustri makanan SK4 dan agroindustri non makanan SK5 berdampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga lebih kecil dibandingkan
dampak kebijakan peningkatan investasi. Dampak peningkatan ekspor pada dasarnya merupakan
efek dari kebijakan peningkatan investasi agroindustri yang menghasilkan komoditi tradable
dimana peningkatan investasi akan berdampak meningkatkan produksi untuk ekspor. Namun apabila peningkatan ekspor tersebut merupakan suatu kebijakan untuk
mencapai target ekspor tertentu, maka kebijakan tersebut harus diikuti dengan upaya lain untuk mendorong percepatan ekspor, misalnya melakukan perluasan pasar, mengaktifkan
pendekatan ke pihak yang memiliki saluran distribusi ke luar negeri yang bagus, upaya- upaya yang mengarah pada perbaikan mutu produk serta diversifikasi produk olahan
untuk meningkatkan nilai tambah ekspor. Kebijakan pemberian insentif pajak kepada perusahaan agroindustri makanan dan
non maknan SK13 dan SK14 terhadap peningkatan output sektoral mempunyai hubungan yang bersifat tidak langsung tetapi melalui peningkatan investasi. Pemberian
insentif pajak diharapkan akan memotivasi investor untuk berinvestasi lebih banyak sehingga sektor agroindustri akan berkembang.
Kebijakan ini diimplementasikan melalui Peraturan Pemerintah No.1 tahun 2007 yang memberikan insentif PPh kepada 15
industri termasuk beberapa agroindustri. Oleh karena mempunyai hubungan tidak langsung kebijakan tersebut menghasilkan dampak lebih kecil terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga dibandingkan kebijakan peningkatan investasi maupun
kebijakan ekspor. Namun sesungguhnya kebijakan tersebut merupakan kebijakan
strategis untuk mendorong peningkatan investasi. Dalam hal ini kebijakan insentif pajak
di agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan rumah tangga yang lebih besar dibandingkan dengan kebijakan insentif pajak di agroindustri non
makanan. Sedangkan kebijakan melakukan redistribusi pendapatan dari rumah tangga
golongan atas ke rumah tangga golongan rendah SK15 mengakibatkan penurunan pendapatan rumah tangga non pertanian golongan atas di desa dengan persentase yang
jauh lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan yang diperoleh rumah tangga golongan rendah sehingga pendapatan rumah tangga secara agregat akan menurun.
Sebaliknya rumah tangga yang menerima peningkatan pendapatan lebih besar terutama adalah golongan rumah tangga buruh tani dan petani. Sedangkan rumah tangga non
pertanian di desa maupun di kota hanya menerima persentase peningkatan pendapatan yang relatif kecil.
Dengan demikian dampak positif dari kebijakan tersebut akan dirasakan terutama oleh golongan rumah tangga buruh tani dan petani.
Tabel 33 menunjukkan pula bahwa dampak kebijakan di sektor agroindustri secara umum akan meningkatkan pendapatan rumah tangga buruh tani dan petani dengan
persentase paling besar. Hal ini membuktikan bahwa intervensi pemerintah dalam
mengembangkan agroindustri akan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga buruh tani dan petani. Apabila dewasa ini sekitar 69 persen kemiskinan berada di sektor
pertanian dan perdesaan, maka pembangunan agroindustri diyakini merupakan cara efektif untuk mengurangi kemiskinan rumah tangga. Secara umum terlihat pula bahwa
kebijakan ekonomi yang ditujukan ke agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan bagi buruh tani dan petani lebih besar dibandingkan bila
kebijakan yang sama ditujukan ke agroindustri non makanan. Sebaliknya bagi rumah tangga non pertanian baik di kota maupun di desa, kebijakan ekonomi yang ditujukan ke
agroindustri non makanan akan menghasilkan peningkatan pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan kebijakan ke agroindustri makanan.
VII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN