61
ekspor. Pada tahap ini produksi berada dalam pasar yang diproteksi sedangkan penjualan
ekspor berada pada pasar kompetitif. Transisi dari bentuk proteksi ke pasar yang bebas seringkali tidak mudah. Tahap promosi ekspor juga dicirikan semakin berkurangnya peran
pemerintah terhadap sektor korporasi. Tahap berikutnya adalah tahap investasi asing secara langsung. Pada tahap ini pemerintah hanya sebagai partner pasif. Motivasi utama pada
tahap ini adalah untuk mempertahankan serta ekspansi pasar ekspor. Di Indonesia strategi pembangunan industri dapat digolongkan menjadi tiga
kelompok. Pertama adalah strategi industrialisasi substitusi impor yang berorientasi ke dalam inward looking dan pada pemenuhan pasar dalam negeri. Kedua adalah strategi
industrialisasi yang berorientasi ekspor export-led industrialization strategy yang berorientasi keluar outward looking. Ketiga adalah strategi industrialisasi dengan sektor
pertanian sebagai sektor pemimpin, disebut Agricultural-Demand-Led Industrialization
ADLI Strategy . Relevansi kedua strategi terdahulu dalam membangkitkan ekonomi
negara berkembang masih dalam perdebatan. Perdebatan seputar keunggulan dan kelemahan dua strategi tersebut dan peranannya dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan distribusi pendapatan.
3.3.1. Kebijakan Substitusi Impor
Dalih melakukan strategi substitusi impor didasarkan pada alasan bahwa secara historis perdagangan berlangsung sebagai mekanisme ketimpangan internasional yang
merugikan negara berkembang dan menguntungkan negara maju. Ketimpangan tersebut muncul karena semakin lebarnya nilai tukar perdagangan Term of TradeTOT antara
komoditas pertanian dari negara-negara berkembang dengan komoditas industri dari negara-negara maju. Hal tersebut diatasi dengan membangun industri substitusi impor yang
diproteksi melalui fasilitas bea masuk terhadap bahan-bahan mentah dan barang-barang modal. Sebagai alasan utama penerapan strategi substitusi impor adalah untuk mencukupi
62 kebutuhan domestik dalam jangka panjang dan menghemat devisa melalui penggantian
barang-barang impor dengan produksi dalam negeri. Oleh karena itu pembangunan industri substitusi impor melandaskan pada argumen
industri muda infant–industry argument dimana industri semacam ini dilakukan hanya untuk kasus negara-negara yang baru berkembang dalam upaya mengatasi keterbatasan
mereka sampai dapat tumbuh bersaing secara efektif di pasar internasional Chacholiades, 1990
. Gambar 3 menerangkan, pada kondisi awal, Kurva Kemungkinan Produksi KKP
dinyatakan sebagai kurva UV dengan TOT dunia konstan pada L
1
P
1
, produksi berada di P
1
dan konsumsi di C
1
. Dengan adanya proteksi dan subsidi terhadap industri substitusi impor, KKP akan
bergeser keluar ke kurva U
1
V dan produksi meningkat ke P
2
dan konsumsi ke C
2
yang menunjukkan terjadinya pertumbuhan ekonomi.
Salah satu ciri strategi industri substitusi impor yang dilakukan di negara-negara berkembang adalah bersifat padat modal sehingga perannya dalam penyerapan tenaga kerja
sangat minimal. Hal ini sebagai konsekuensi dari adanya distorsi dalam harga relatif faktor produksi, terutama faktor modal dan tenaga kerja, yang timbul akibat kebijakan pemberian
fasilitas bea masuk dan perlindungan tarif terhadap faktor modal sehingga membuat harga relatif faktor modal menjadi lebih murah dari harga relatif tenaga kerja. Dengan demikian
proses pembangunan melalui strategi industrialisasi substitusi impor akan menghasilkan peningkatan produk-produk industri yang bias ke arah padat modal
Dengan kebijakan tersebut maka industri yang berkembang adalah industri padat modal skala menengah dan besar sementara industri kecil dan industri rumah tanggga yang
banyak terdapat di perdesaan tidak akan dapat bersaing di pasaran. Fasilitas subsidi dan proteksi banyak dinikmati oleh pemilik modal sementara buruh sebagai faktor produksi
utama pada industri-industri kecil di perdesaan tidak banyak memperoleh manfaat dan
63
Produk substitusi impor L
2
U
2
P
2
L
1
C
2
C
1
U
1
P
1
V Produk lokal
Gambar 3. Argumen Industri Muda The Infant–Industry Argument Sumber: Chacholiades 1990
memunculkan kesenjangan antara industri besar dan menengah dengan industri kecil di perdesaan.
Dengan demikian strategi substitusi impor tersebut pada hakikatnya merupakan proses redistribusi pendapatan yang menguntungkan pemilik modal yang dipandang
sebagai pencipta surplus Gillis et al., 1987; Arif, 1990; Todaro, 2000. Dapat dikatakan pembangunan ekonomi melalui strategi substitusi impor pada dasarnya lebih berorientasi
kepada pertumbuhan dibanding pemerataan. Menurut Krugman dan Obsteld 1991 negara-negara yang menerapkan strategi
Industri Substitusi Impor tidak menyebabkan negara-negara menjadi lebih maju karena pada dasarnya tidak memiliki keunggulan komparatif di sektor industri. Pengembangan
basis industri domestik untuk beberapa negara justru mengakibatkan stagnasi pendapatan per kapita, bukan perekonomian yang tinggal landas takeoff. Sebagai contoh adalah
negara-negara India, Argentina, Meksiko, Brazil dan Pakistan.
64 Kebijakan
substitusi impor
di Indonesia
dinilai tidak
akan mendorong
pengembangan sektor agroindustri. Industri pertanian agroindustri adalah industri yang sebagian besar merupakan industri menengah dan berskala kecil yang dibangun dengan
teknologi padat tenaga kerja serta memiliki keterkaitan yamg kuat dengan sektor pertanian. Kebijakan substitusi impor menjadikan agroindustri menjadi inferior yang kalah bersaing
dengan industri padat modal dan cenderung akan memperlambat pengembangan transformasi ekonomi perdesaan Hal ini didasarkan pada beberapa argumen. Pertama,
industri substitusi impor umumnya bersifat footloose industry yang memiliki keterkaitan kebelakang backward linkage lemah karena menggunakan sebagian besar bahan baku
impor sehingga peningkatan kapasitas produksi dalam negeri tidak menambah permintaan efektif dalam negeri dalam jumlah yang sama. Kedua, komposisi produksi industri
substitusi impor lebih banyak menghasilkan barang-barang konsumsi sekunder yang dikonsumsi oleh seluruh strata masyarakat dibandingkan barang-barang produktif yang
dapat menstimulir peningkatan kapasitas produksi industri pertanian. Ketiga, industri
substitusi impor adalah industri padat modal sehingga penyerapan surplus tenaga kerja perdesaan kecil.
3.3.2. Kebijakan Promosi Ekspor