Selain melakukan food recall 24 jam, untuk mengetahui perilaku pemenuhan asupan gizi pada anak juga dilakukan observasi terhadap makanan
yang disediakan pada 1 hari peneliti berkunjung ke rumah informan. Saat dilakukan observasi, kelima informan menyediakan tiga kelompok utama zat gizi.
Kelompok penghasil energi informan menyediakan nasi, kentang, roti, biscuit, mie sebagai bahan makanan. Sebagai sumber protein, informan menyediakan
telur, ikan atau ayam, keju, bubur kacang hijau, tahu dan tempe. Wortel, brokoli, sawi, kangkung dan buah-buahan seperti pisang, semangka, pepaya, dan jeruk
informan sediakan sebagai pemenuhan zat pengatur tubuh. Berdasarkan hasil observasi ini terlihat bahwa semua informan berusaha agar dapat menyediakan
jenis makanan yang beragam guna memenuhi kebutuhan gizi anak. Selain melihat keterpenuhan zat gizi makro, peneliti juga melihat
keterpenuhan beberapa zat gizi mikro yang dibutuhkan guna membantu memperbaiki kekebalan tubuh serta berguna untuk pertumbuhan anak seperti
vitamin C, kalsium dan magnesium. Perhitungan yang digunakan dalam membandingkan dengan rata-rata
asupan gizi anak adalah anjuran untuk vitamin dan mineral berdasarkan Almatsier 2004, yaitu 1 ½ kali dari AKG.
Tabel 5.3 Keterpenuhan Asupan Vitamin dan Mineral pada Anak HIV
Informan anak
Kebutuhan Vit. C mg
Rata-rata Asupan
Vit. C anak mg
Kebutuha n Ca mg
Rata-rata Asupan Ca
anak mg Kebutuhan
Mg mg Rata-rata
Asupan Mg anak mg
A F 67,5
38,2 900
73,1 80
425,3 B G
67,5 17
750 31,1
35 38,8
C C 67,5
91,7 750
66,7 35
80,9 D Z
67,5 14,4
750 84,6
35 9,9
E A 97,5
39,8 1500
22,4 45
83,8
Berdasarkan tabel keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak HIV, 90 anak terinfeksi kebutuhan vitamin dan mineral mereka tidak terpenuhi.
Hanya anak C yang semua kebutuhan vitamin dan mineralnya terpenuhi. Konsumsi susu anak C yang melebihi anak biasanya berperan dalam
keterpenuhan asupan vitamin dan mineral anak. Hampir semua informan memasak satu kali sebagai menu makan unuk
satu hari. Namun beberapa anak menghilangkan beberapa bahan makanan yang tidak ingin dimakan atau menggantinya dengan bahan makanan lainnya.
70
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Sikap Orang tua Pengasuh terhadap Pemberian Makanan Begizi
Dalam penelitian ini, orang tua meyakini jika anak tidak diberikan makanan yang bergizi, anak akan mudah terserang penyakit, terhambat pertumbuhannya dan fisiknya
menjadi lemah. Melihat outcome yang buruk jika anak tidak diberikan makanan yang bergizi
membuat orang tua meyakini jika memberikan makanan bergizi lebih baik untuk kesehatan anak. Sehingga dapat dikatakan semua orang tuapengasuh anak terinfeksi
HIV di Yayasan Tegak Tegar wilayah Jakarta Timur memiliki sikap yang positif terhadap perilaku pemenuhan asupan gizi sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan theory of planned behavior,bahwa sikap terhadap suatu perilaku muncul karena adanya kekuatan belief terhadap outcome dari perilkau dan
evaluasi terhadap outcome tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka ia akan memiliki
sikap yang positif Achmat, 2010. Dalam penelitian ini terlihat meskipun semua informan memiliki sikap yang
positif agar dapat memenuhi kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV, namun tidak semua anak mendapatkan asupan gizi yang cukup. Seperti informan B dan informan C yang
memiliki sikap positif namun tidak terwujud dalam perilaku nyata yang terlihat dari keterpenuhan asupan gizi anak mereka.
Menurut Azwar 2011, sikap positif ini tidak selalu atau otomatis terwujud dalam suatu praktek. Hingga saat ini sebagian hasil penelitian memperlihatkan adanya indikasi
hubungan yang kuat antara antara sikap dan perilaku dan sebagian lainnya menunjukan bukti betapa lemahnya hubungan antara sikap dan perilaku. Berdasarkan postulat
konsistensi tergantung, hubungan sikap dengan perilaku sangat ditentukan oleh faktor- faktor situasional tertentu. norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan
dan sebagainya merupakan kondisi keterantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan
berbeda dari waktu ke waktu dari situasi ke situasi lainnya. Oleh karena itu, sikap orang tuapengasuh yang positif tidak menjamin orang tua pengasuh tersebut memberikan
asupan gizi yang memenuhi kebutuah gizi harian anak dengan infeksi HIV, sebab ada atribut lainnya dalam theory of planned behavior yang juga berperan dalam membentuk
perilaku pemenuhan asupan gizi anak terinfeksi HIV. Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dalam theory of planned behavior
adalah pengetahuan informan. Dalam penelitian ini, pengetahuan informan mengenai kebutuhan gizi anak terinfeksi HIV masih kurang. Seperti informan B yang menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan kebutuhan makan antara anak terinfeks HIV dengan anak yang tidak terinfeksi. Selain informan B, informan C dan informan D juga memiliki
pendapat yang sama. Padahal menurut Arpadi 2005, asupan gizi yang baik merupakan kunci dari gaya
hidup yang sehat untuk anak dengan HIVAIDS. Asupan gizi yang optimal akan membantu mendorong fungsi imunitas, memaksimalkan terapi antiretroviral,
mengurangi resiko terkena penyakit kronis, serta membantu untuk mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik Jama, 2010. Berdasarkan WHO 2003, kebutuhan energi anak
HIV berbeda dengan kebutuhan anak yang tidak terinfeksi, seperti kebutuhan energi
10 lebih banyak dari anak tidak terinfeksi, begitu juga protein menurut Almatsier 2004 yang membutuhkan 12-15 dari total kebutuhan energi, serta vitamin dan
mineral yang membutuhkan 150 dari Angka Kecukupan Gizi AKG. Sediaoetama 2008 menambahkan, semakin banyak pengetahuan gizi, akan semakin diperhitungkan
jenis dan kuantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Melihat hal tersebut, maka orang tuapengasuh perlu diberikan pengetahuan lebih
mengenai kebutuhan zat gizi untuk anak terinfeksi HIV, sehingga orang tua lebih memerhatikan dan lebih teliti dalam memberikan makanan kepada anak mereka. Orang
tuapengasuh juga perlu diberikan pengetahuan mengenai keberanekaragamanan makanan serta zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut agar orang
tuapengasuh lebih mengetahui jenis makanan yang dapate memenuhi kebutuhan gizi anak serta mengetahui variasi makanan.
Berdasarkan penelitian Razak 2009, konseling gizi pada ODHA menghasilkan perubahan perilaku yang positif yakni terjadinya peningkatanperbaikan terhadap
pengetahun, sikap dan praktek ODHA dalam pemilihan makanan guna pemenuhan asupan zat gizi.
6.2 Norma Subjektif Orang tua Pengasuh terhadap Pemberian Makanan bergizi
Dalam penelitian ini orang tuapengasuh memiliki keyakinan bahwa orang lain yang mereka anggap penting akan mendukung agar mereka memberikan makanan
bergizi pada anak. Tekanan sosial agar orang tua pengasuh dapat memberikan makan bergizi kepada anak terinfeksi HIV didapatkan dari dokter, pengurus LSM yayasan dan
teman sebaya. Menurut Achmat 2010, seorang individu akan berniat menampilkan suatu
perilaku tertentu jika ia mempersepsikan bahwa orang lain berfikir bahwa seharusnya ia
melakukan hal itu. Orang penting yang memiliki pengaruh tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil wawancara, orang tuapengasuh merasa dokter memiliki pengaruh yang besar terhadap perlaku pemberian makanan bergizi pada anak. Dalam
penelitian ini, dokter berperan memberikan informasi mengenai makanan bergizi dan memberikan sukungan agar orang tua memberikan anaknya makanan bergizi. Dokter
memiliki pengaruh dalam memberikan pemahaman akan baik dan buruk, atau sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Merujuk pada etik kedokteran UU No.29
tahun 2004, beberapa peran dokter adalah sebagai pendidik yakini memberikan promosi pendidikan kepada masyarakat baik individu, keluarga, maupun masyarakat.
Sebagai pengembang teknologi, dokter dituntut untuk memiliki kreatifitas dan inisiatif untuk menemukan dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi pasien sesuai
dengan pengetahuan dan kemampuannya. Serta sebagai pengabdi masyarakat, dokter dituntut memiliki kesediaan untuk memberikan pertolongan Sudarma, 2009. Oleh
karena itu dalam penelitian ini, dokter bisa dikatakan sebagai kekuatan sosial yang mempengaruhi orang tua pengasuh agar memberikan anak mereka makanan bergizi,
dimana orang tuapengasuh akan menuruti permintaan dari dokter karena informan menganggap dokter sebagai orang ahli.
Selain dokter, pengurus LSM yayasan memiliki pengaruh dalam memberikan pengetahuan kepada orang tuapengasuh anak terinfeksi HIV melalui kegiatan
penyuluhan dan pendampingan yang dilakukan LSMyayasan. Sedikit berbeda dengan dokter, pengetahuan yang diberikan LSMyayasan lebih kepada pengetahuan mengenai
penyakit HIV, belum ada pengetahuan yang mendalam mengenai kebutuhan gizi anak