II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Restoran
2.1.1. Sejarah Perkembangan Restoran di Indonesia
Pada tahun 1950-an restoran bukan merupakan kebutuhan masyarakat yang saat itu baru lepas dari perang kemerdekaan. Restoran yang ada hanya
beberapa dan jauh dari jangkauan rakyat bawah. Sebaliknya, warung tenda menjadi restoran rakyat dan lebih dapat merebut hati masyarakat yang memang
masih sangat sederhana dan jauh dari sejahtera. Saat itu, menu makanan memiliki nuansa yang sangat kental dengan menu
khas restoran dan masakan Belanda. Sebagian lagi identik dengan masakan Cina populer dan sedikit Indonesia atau Jawa. Masakan seperti Erwin, Huzarensca, atau
Rysten Krassla yang tipikal Belanda selalu ada dalam susunan menu dan pengaruh ini sangat kental.
Mengenai service, para pelayan tidak banyak memahami apa itu American, Russian, atau French Service. Mereka memakai cara apa adanya yang
mereka tahu, seperti tradisi dari restoran-restoran Belanda. Dengan jumlah restoran yang sedikit dan warung makan yang juga sedikit, maka masalah
persaingan dapat dikatakan tidak ada. Masing-masing usaha sudah memiliki pelanggan sendiri dan tidak merasa perlu bersaing untuk mendapatkan banyak
pembeli, karena sedikitnya pembeli yang mampu membayar harga makanan di restoran. Tetapi, keadaan ini semakin berubah dan membaik ketika masyarakat
mulai naik tingkat pendidikannya dan ekonomi rumah tanggnya. Jika dibandingkan restoran masa lalu, sekitar tahun 1950-1960 dengan
restoran saat ini tampak adanya perkembangan yang sangat pesat. Tidak saja dalam hal fisik gedung, tipe layanan, jenis menu, dan desain produk, tetapi juga
berbagai keunggulan lain yang kini sudah dimiliki oleh restoran saat ini. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh hotel-hotel internasional yang mulai dibangun sejak
tahun 1962 dan kemauan keras para senior pariwisata yang menatap jauh ke depan.
Pada tahap berikutnya, sejak tahun 1963 bersamaan dengan era perhotelan internasional, maka pola bisnis restoran menjadi berubah dan mengalami
pengembangan yang signifikan. Pengertian bahwa restoran adalah usaha yang
11 independen, dipatahkan oleh kenyataan objektif bahwa suatu hotel dapat memiliki
sampai lima buah restoran dengan tipe menu berbeda, konsumen berbeda, dan kepentingan produk yang berbeda pula. Restoran yang menyatu dengan hotel,
memakai standar harga internasional sehingga satu porsi nasi goreng dengan harga hotel dapat sepuluh kali lipat harga di restoran biasa. Saat itu banyak protes
atas tingginya harga dan hotel mewah kepada pemerintah, yang memiliki prakarsa mendirikan hotel mewah bertaraf internasional.
Keadaan tersebut tidak lama, restoran dan hotel terus berkembang dan sejak tahun 1970-an masuklah investor asing dan hotel chains asing. Keadaan ini
mendorong pertumbuhan bisnis restoran semakin maju. Dipacu juga dengan masuknya wisatawan asing ke Indonesia, maka peranan restoran menjadi lebih
penting lagi, baik city restaurant ataupun restoran di daerah wisata. Dewasa ini, bisnis restoran bukan lagi sekedar bisnis menjual makanan,
tetapi sudah sampai pada menjual suasana, lingkungan dan layanan, menjual kepentingan, dan mencipta kemitraan. Fokus usaha untuk mencari profit riil kini
telah berubah menjadi menjaga loyalitas pelanggan, karena hal tersebut merupakan syarat keberlangsungan suatu usaha Bartono 2005.
2.1.2. Pengertian Restoran