P a g e | 191
Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
KR juga sangat efektif untuk digunakan sebagai pendekatan dalam konseling individual, konseling kelompok, dan konseling keluarga dan perkawinan dengan berbagai macam masalah.
Banyak bukti empiris telah menyatakan bahwa KR dapat digunakan untuk membantu konseli menangani berbagai bentuk gangguan perilaku dan emosi seperti: kecemasan, salah suai, konflik
perkawinan, kenakalan, bahkan untuk menangani psikosa dan menurunakn angka kriminalitas Glasser Zuni, 1979. Secara khusus, KR sangat efektif untuk membantu individu-individu yang
sedang menjalani proses rehabilitasi, membuat perencanaan dan keputusan karir konseling vokasional, dan menangani situasi-situasi krisis.
B. Pendekatan Kognitif 1. Konseling kognitif Beck
Aaron Beck adalah orang yang pertama kali mengembangkan konseling kognitif. Beck adalah ahli yang sangat intensif dalam mempelajari depresi dari sudut pandang kognitif dan kemudian
mengembangkan metode terapi untuk menanganinya Beck, 1995 seperti terdapat pada buku Beck yang berjudul
Cognitive Therapy of Depression
. Jadi, awalnya model konsleing beck ini khusus digunakan untuk menangani depresi. Namun pada perkembangannya ia digunakan lebih luas, seperti
untuk menangani gangguan kecemasan, phobia, dan kepribadian Beck, Freeman, Associate, 1990; Beck Emery, 1985. Penelitian yang dilakukan selama hampir 20 tahun dan hasil meta analisis
terhadap 400 hasil penelitian telah memberikan bukti empirik bahwa KKB menjadi suatu pendekatan yang efektif untuk menangani berbagai bentuk gangguan mental dan dapat digunakan untuk berbagai
kelompok populasi klien mulai dari anak, remaja, dan orang dewasa.
Konseling kognitif Beck KKB didasarkan pada asumsi bahwa gangguan perilaku disebabkan oleh adanya gangguankesalahan kognitif. Gangguan kognitif itu sendiri disebabkan oleh banyak
faktor seperti faktor biologis dan kecenderungan genetik, pengalaman di sepanjang hayat hidup, dan akumulasi pengetahuan dan belajar yang saling berinteraksi satu sama lain. Seperti dikemukakan oleh
Beck,
et al.
1990:23,
We speculate that these dysfunctional beliefs have originated as the result of the interaction between the individuals genetic predisposition and exposure to undesirable influences
from other people and traumatic events.
Gangguan kognisi tersebut mulai terbentuk pada masa kanak-kanak dan direfleksikan dalam keyakinan fundamental orang dewasa. Jika anak telah
mengalami gangguan kognitif, mereka menjadi rentan terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan peristiwa hidup yang menyentuh kerentanan kognitifnya Beck, 1990: 23. Namun KKB juga
mengambil posisi holistik dalam memandang manusia dan mengakui pentingnya mempelajari perasaan dan perilaku manusia Beck,
et al.,
1990. Beck membagi kognisi individu ke dalam empat tingkatan berikut: pikiran otomatis
automatic thought
, keyakinan tingkat tinggi
intermediate beliefs
, keyakinan inti
core beliefs
, dan skema
schemas
. Pikiran otomatis merupakan cucuran atau aliran kognisi yang terus mengalir melalui mental kita yang bersifat sponatan dan situasional. Beberapa contoh pikiran otomatis adalah:
Saya pikir saya tak akan pernah dapat melakukannya;” “Saya pikir Saya akan memperoleh makanan yang sehat hari ini;” “Saya akan membantu Joni menyelesaikan pekerjaan rumahnya malam ini.
Pikiran otomatis menjembatani situasi dan emosi. Artinya, dari situasi tertentu dapat muncul pikiran otomatis tertentu dan dapat membangkitkan emosi tertentu. Emosi tidak disebabkan oleh situasi
tetapi oleh pikiran otomatis atau pemaknaan terhadap situasi.
Keyakinan tingkat tinggi seringkali merefleksikan suatu aturan dan sikap yang absolut yang membentuk pikiran otomatis. Contoh keyakinan tingkat tinggi mungkin direfleksikan dalam bentuk
pengakuan berikut: Dosen seharusnya tidak member i nilai D dalam ujian;” “Dosen yang memberi
nilai D pada hasil ujian tidak manusiawi; “Dosen yang memberi nilai D sangat merugikan mahasiswa;” “Mahasiswa yang mendapat nilai D harus lebih tekun belajar.”
Keyakinan inti merupakan ide sentral tentang diri kita yang mendasari berbagai pikiran otomatis dan selalu direfleksikan dalam keyakinan lanjut. Keyakinan inti dapat digambarkan sebagai
global, absolut, dan
overgeneralized
Beck, 1995. Kayakinan inti merefleksikan pandangan kita tentang lingkungan atau dunia, orang lain, diri kita, dan masa depan yang yang bersifat positif atau
negatif dan berakar pada pengalaman masa kanak-kanak tetapi ia selalu dapat dimodifikasi atau diubah. Contoh: Saya orang yang cakap; Dunia ini sungguh sangat menarik dan menggairahkan
setiap orang untuk terus hidup menikmatinya; Dunia ini merupakan tempat yang membahayakan; Saya bukan orang yang cakap sehingga tak mungkin berhasil, atau Saya orang yang gagal.
Skema merupakan struktur kognitif yang mencakup keyakinan inti, atau suatu aturan khusus yang mengendalikan perilaku dan pemrosesan informasi Beck, 1995. Kita memiliki banyak skema
yang bertindak sebagai filter mental. Skema mempengaruhi cara kita mempersepsi realita dan dapat bersifat personal, familial, kultural, religi, jender, dan okupasional Beck, 1990. Skema dapat
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
P a g e | 192
Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
diaktifkan melalui stimuli khusus dan mampu menggabungkan berbagai informasi yang komplemen konsisten, relevan dan menolak informasi yang kontradiktif. Sebagai contoh, jika seseorang
memandang dirinya depresi, mereka akan merima semua informasi negatif tentang dirinya dan mengabaikan informasi positif dirinya. Skema dapat dimodifikasi setelah individu mengalami beberapa
perubahan positif sebagai hasil dari menilai dan mengubah pikiran otomatis dan keyakinan intinya.
Tujuan umum konseling kognitif adalah membantu konseli mengidentifiaksi kesalahan- kesalahan dalam sistem pengolahan informasi dan kemudian membetulkannya. Untuk mencapai
kondisi ini, konselor membantu konseli mengidentifikasi pikiran-pikiran otomatis dan keyakinan intinya dan mempertalikannya dengan emosi dan perilakunya; mengevaluasi validitas dari pikiran-pikiran
tersebut; dan kemudian memodifikasinya. Tujuan tersebut ditetapkan melalui kolaborasi antara konselor dan konseli, dan kemudian harus dirumuskan secara operasional dan ditulisakan dalam
bentuk pernyataan kontrak.
Praktek KKB menggunakan banyak teknik. Teknik-teknik tersebut terutama bersifat kognitif, namun juga di ambil dari pendekatan perilaku Seligman, 1996; 2001. Beberapa teknik tersebut
antara lain adalah: penjadwalan kegiatan, imajeri mental dan emosional, pemodelan kognitif, simbolik, dan tertutup, penghentian pikiran, restrukturisasi kognitif, distraksi diversi, afirmasi, catatan
harian, menulis surat, asesmen sistematis,
relabeling
dan
reframing
, bermain peran emosi-rasional, membuat jarak, biblioterapi, dan pemberian tugas.
2. Konseling REPT
Konseling rasional-emotif-perilaku KREP dikembangkan oleh Albert Ellis. Seperti halnya Beck, Ellis memiliki asumsi bahwa manusia memainkan peran penting dalam menyebabkan
kesulitannya sendiri melalui cara mereka dalam menginterpretikan situasi atau peristiwa lingkungan. Dengan kata lain, kognisi manusia merupakan sumber kesulitannya. KREP merupakan
pengembangan dari konseling rasional-emosi
rational emotif counseling
- yang populer dengan akronim RET - yang dikembangkan oleh Ellis pada tahun 1950-an. KREP pada dasarnya
menggambarkan adanya perubahan dalam keyakinan yang dipegang oleh Ellis, yakni dengan memasukkan komponen perilaku sebagai bagian dari sistem teorinya. Dalam KREP Ellis mengakui
bahwa kognisi, emosi, dan perilaku saling berinteraksi dan saling mempengaruhi Bond Dreyden, 1996. Jika RET hanya menekankan pada aspek kognitif dan emosi, maka melalui KREP Ellis mulai
memberikan respek pada aspek perilaku tindakan dalam proses perlakuan, namun tetap menekankan pada peran penting kognisi dalam mempengaruhi perilaku. Karena asumsinya itu maka
KREP dapat diklasifikasikan kedalam pendekata integratif.
Teori KREP menekankan bahwa, sebagai manusia kita memiliki pilihan. Kita mengontrol pikiran, perasaan, sikap, dan tindakan kita, dan kita merancang hidup kita sesuai dengan arahan atau
keinginan kita sendiri. Baik buruknya manusia ditentukan oleh seberapa jauh mereka menggunakan sistem keyakinan rasionalnya untuk merespon orang lain. Jika individu membuat reaksi dengan sistem
keyakinan yang tidak rasional, maka mereka cenderung memandang dirinya dan orang lain sebagai orang jahat. Ellis 1987, 1997 memandang manusia pada dasarnya irasional. Asumsi Ellis ini dapat
digambarkan melalui proses siklus berikut:
Keyakinan irasional tersebut bersifat biologis, tetapi mayoritas berasal dari pola pengasuhan orang tua, guru, pendeta. Dalam mengasimiliasikan keyakinan-keyakinan yang irasional tersebut,
orang menjadi mudah mengalami tekanan emosional seperti cemas, depresi, marah dan perasaan- perasaan negatif lainnya. Meskipun demikian, Ellis juga memiliki keyakinan bahwa keyakinan irasional
Joni berpikir irasional
Joni membenci dirinya
Joni bertindak destruktif
Joni membenci orang lain
Orang lain bereaksi secara irasional
terhadap Joni
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
P a g e | 193
Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
bisa diubah menjadi rasional dan manusia secara natural dapat menjadi orang yang mampu menolong dan mencintai sepanjang mereka bida berpikir rasional.
Beberapa contoh keyakinan irasional antara lain adalah: menginginkan kesem-purnaan, memusatkan perhatian pada hal-hal negatif, mengabaikan hal-hal positif, membuat penalaran secara emosional,
melihat diri sebagi orang yang memalukan, menyalahkan diri Ellis Dryden, 1997; dalam Seligman, 2001. Perhatikan contoh keyakinan rasional dan irasional berikut:
Irasional:
“Saya akan mendapatkan malu besar jika hasil ujian nanti saya tak berhasil memperoleh nilai A.”
Rasional: “Saya akan bekerja keras dalam menghadapi ujian pada semster ini untuk
mendapatkan nilai yang memuaskan. Jika ternyata saya mendapatkan nilai buruk, itu artinya saya harus belajar lebih keras lagi.”
Tujuan umum KREP adalah membantu individu mengidentifikasi sistem keyakinannya yang tidak rasional dan kemudian memodifikasinya menjadi rasional. Secara khusus, KREP memusatkan
perhatian pada upaya membantu konseli untuk belajar memperoleh keterampilan yang memudahkannya untuk membentuk pikiran-pikiran yang lebih rasional, mengarahkan pada
penerimaan diri dan kebahagiaan yang lebih besar, dan mendorong kesanggupan untuk dapat lebih menikmati hidupnya.
Konseling KREP menekankan hubungan kolaboratif antara konselor dan konseli. Konseli didorong untuk menerima tanggung jawab bagi kesulitannya sendiri dan tanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan perlakuan. Guna mencapai proses tersebut, konselor KREP perlu melaksanakan banyak peran seperti: sebagai guru dan model untuk mengajar konseli cara-cara
berpikir rasional dengan cara membantunya mengidentifikasi keyakinan irasional dan kemudian memodifiasinya. Dalam proses konsleing konselor perlu mengkomunikasikan penerimaan,
penghargaan, dan perawatan pada konseli. Meskipun pemecahan masalah menjadi bagian dari program perlakuan, konselor hanya membantu konseli agar ia dapat memecahkan masalahnya
sendiri.
KREP menyediakan banyak teknik, baik yang asli milik KREP sendiri maupun yang dipinjam dari pendekatan kognitif yang lain. Salah satu teknik yang tergolong penting dalam KREP adalah
menantang keyakinan irasional
disputing irrational beliefs
. Ellis 1995 dan Ellis Dryden 1997 juga mengembangkan sejumlah teknik lain yang lebih
bersifat aktif dan direktif dan dikategorikan menurut aspek yang menjadi fokus sasaran. Fokus sasaran teknik tersebut adalah aspek kognitif, perilaku, atau emosi.
KREP telah digunakan dalam berbagai macam cara dengan berbagai macam populasi konseli. Ini karena KREP merupakan pendekatan yang sangat fleksibel. KREP sangat baik untuk
diadministrasikan sebagai pendekatan dalam konseling kelompok dan sangat efektif untuk menangani berbagai konflik dalam keluarga dan perkawinan. KREP juga telah banyak digunakan sebagai metode
perlakuan dalam kelompok maraton sesi-sesi perlakuan dengan durasi waktu yang sangat panjang tanpa berhenti, bisa sampai 14 jam nonstop. Secara khusus, KREP dapat diterapkan secara efektif
untuk menangani kesulitan-kesulitan kognitif, emosi, dan perilaku yang berkaitan dengan
distress
psikologis dan psikopatologi, serta untuk berbagai gangguan emosi dan perilaku seperti agresi, kecemasan, depresi, hiperaktif, kecanduan alkohol, dan kegemukan khususnya pada kelompok
populasi anak-anak. C. Pendekatan Eklektik dan Integratif
Banyak konselor tak puas dengan hanya menggunakan satu teori tunggal. Seperti dikemukakan oleh Corey 2005, para konselor menemukan fakta bahwa tidak ada satu teori tunggal
yang cukup komprehensif untuk menjelaskan kompleksitas perilaku manusia, termasuk di dalamnya kesulitan atau problema perilaku konseli. Dalam nada yang sama, Thompson 1996: xxi juga
menyatakan, “
essentially, no single theory can account fully for myrad of phenomena that charactirized the full range and life span of human exprience. ... models of counseling ... could be
perceived as limiting therapeutic options when working with client”
dalam Seligman, 2001:498. Banyak hasil penelitian telah memberikan bukti-bukti empirik bahwa keefektifan setiap pendekatan
terapeutik konseling dipengaruhi oleh banyak faktor. Penetapan tentang metode konseling mana yang lebih efektif telah menjadi debat yang panjang selama beberapa dekade, dan penelitian tentang
isu tersebut sering menghadapi kesulitan Sharf, 2002.
Hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan pada tahun 1990-an yang dilakukan oleh
the National Institute of Mental Health
yang membandingkan keefektifan beberapa orientasi teoretik seperti dilaporkan oleh Sharf, memberikan bukti bahwa tidak ada satu-satunya metode yang secara signifikan
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
P a g e | 194
Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
lebih efektif dibandingkan metode lainnya Sharf, 2002. Keterbatasan ini antara lain juga disebabkan oleh keragaman konseli. Konseli dapat bervariasi menurut berbagi dimensi dan latar belakangnya,
seperti: budaya, etnis, kepribadian, jenis kelamin, usia dan taraf perkembangan, sistem sosial, dsb. Dan semua itu mempengaruhi hasil-hasil konseling. Tidak ada satu teori yang memiliki kebenaran
paten, dan tidak ada satu metode konseling yang selalu efektif untuk menangani berbagai macam populasi dan masalah konseli. Inilah yang menjadi akar berkembangnya pendekatan eklektik dan
integratif, suatu pendekatan yang menggabungkan sejumlah teknik atau orientasi teoretik Kelly, 1988, 1991; Lazarus, 1966, dalam Corey, 2005.
Memilih untuk mengadopsi pendekatan eklektik atau integratif merupakan suatu pilihan yang menantang daripada hanya sekedar memilih untuk menggunakan teori tunggal. Dikatakan menantang
karena konselor harus mau belajar dan menjadi familiar dengan berbagai macam orientasi teoretik sehingga mereka dapat menarik dan menempatkannya ke dalam suatu program perlakuan yang
harmonis dan efektif. Tentu saja tak semua konselor dapat benar-benar memiliki pengetahuan dan keahlian yang memadai dalam semua model pendekatan dan orientasi teoretis.
Pada awalnya istilah eklektik didefinisikan secara simpel dalam bentuk penggunaan lebih dari satu pendekatan untuk menangani masalah konseli. Beberapa konselor memiliki rasional yang jelas
untuk menggunakan pendekatan eklektik, beberapa konselor yang lain tampak asal-asalan dan tidak sistematis. Golongan kedua itu dise-but
lazy eclectism
, yakni hanya mencampurkan beberapa metode intervensi tanpa lo-gika yang benar dan mengabaikan tuntutan ilmiah. Ini disebut sinkretaisme
syncretism
, suatu aliran yang merefleksikan penggunaan program perlakuan yang tidak profesional dan mengabaikan akuntabilitas Seligman, 2001. Aliran ini akan membentuk program perlakuan yang
tak terarah dan dapat membahayakan konseli. Guna melawan sinkretisme para ahli mengembangkan suatu pendekatan eklektik dan
integratif yang sistematis dan logis. Meskpun banyak konselor tidak menganut suatu pendekatan sistematis untuk membangun suatu integrasi sistem teori, mereka barangkali telah merumuskan
logikanya sendiri untuk mengkombinasikan beberapa teori secara kompatibel. Kombinasi yang paling umum dalam teori yang banyak dikenal adalah: 1 konseling perilaku-kognitif; 2 konseling kognitif-
humanistik; dan 3 konseling kognitif-psikoanalitik Proschaska Norcross, 1999. Para praktisi pengguna pendekatan integratif mengakui bahwa teori memainkan peran yang krusial dan memiliki
kontribusi yang unik dalam praktek konseling mereka. Dengan mengakui bahwa setiap teori memiliki kelebihan dan kekurangan, para praktisi memiliki alasan atau landasan untuk mengembangkan suatu
teori yang cocok untuknya
self theory
. Pengembangan suatu pendekatan integratif merupakan suatu proses yang panjang yang selalu diasah melalui pengalaman-pengalaman. Di antara pendekatan
integratif antara lain adalah pendekatan
multimodal
dari Lazarus, konseling perkembangan DCT dari Ivey, konseling adaptif ACT, konseling model TFA pikiran, perasaan, tindakan, konseling
sistematis dari Beutler Consoli, dan konseling perilaku-psikodinamik integratif yang dikembangkan oleh Wachtel.
D. Refleksi