P a g e | 142
Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
Menurut Bordin, penggunaan tes dapat membantu konseli dalam mengem-bangkan harapan yang realistik tentang konseling. Tes dalam fase ini memberikan sumbangan kepada
konselor untuk menstruktur kembali proses konseling dan me-nentukan rencana-rencana baru.
3. Konseling Akhir
Pada fase ini penggunaan tes biasanya sering dilakukan. Karakteristik yang paling umum dalam konseling ialah bahwa tes itu sendiri berhubungan dengan berbagai keputusan dan rencana.
Tujuan konseling, bagaimanapun juga adalah memberikan bantuan dalam membuat keputusan dan rencana-rencana untuk masa depan dan pemilihan alternative-alternatif tindakan
secara realistik. Di dalam fase ini, tes memberikan sumbangan untuk proses perencanaan dan pemilihan dengan memberikan konseli in-formasi tambahan termasuk penjelasan dan konfirmasi
informasi sebelumnya ten-tang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan fakta-fakta sesuatu pekerjaan atau pendidikan.
b.Pemilihan tes
Perencanaan, pemilihan, pengadministrasian dan penskoran tes kadang-kadang dipandang oleh konselor sebagai bagian yang terpisah dari proses konseling. Dalam beberapa hal, tes psikologis
dianggap mengganggu proses konseling karena memakan waktu yang lama Dalam pemilihan tes perhatian utama dicurahkan pada berbagai prinsip dasar pengetesan
yang juga diterapkan pada seluruh kegiatan konseling. Tuler 1953 menyimpulkan bahwa dalam kegiatan konseling ada tiga hal penting yaitu: memahami konseli, menerima diri konseli dan
pandangannya, mengkomunikasikan pe-mahaman dan penerimaan konselor kepada konseli. Pemilihan tes bukan hanya sekedar menerapkan prinsip-prinsip umum saja, melainkan juga
menyangkut isi dan apa pengetesan itu sebenarnya. Ada dua tujuan utama dalam pengetesan Pertama, untuk memilih tes yang paling tepat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Kedua, untuk
memilih dan merencanakan yang sedikit banyak dapat memberikan sumbangan untuk pertumbuhan dan per-kembangan konseli. Dalam pemilihan tes dapat dilaku-kan dengan metode pemilihan tes
yang menyangkut tiga aspek tertentu, yaitu konselor, situasi dan konseli sendiri. 1. Konselor
Konselor dan corak kepribadiannya merupakan faktor utama di dalam me-nentukan keefektifan pendekatan pemilihan tes. Unsur yang kritikal ini menum-buhkan sikap atau keyakinan konselor
tentang kemampuan konseli dalam membuat penilaian yang tepat tentang pemilihan tes. Konselor akan merasa didorong dan berusaha untuk berperan serta dalam membuat keputusan
pemilihan tes.
2. Situasi
Di banyak sekolah atau di lembaga dimana konselor secara umum meme-gang peranan sebagai penasehat atau figur otoritas yang membuat keputusan ten-tang tindakan kelembagaan biasanya
mengalami kesulitan untuk menciptakan ker-jasama dengan konseli. Pada situasi ini, biasanya konselor mengadakan alih tangan un-tuk melakukan tes psikologis,
3. Konseli
Konseli pada umumnya, anak-anak dan remaja khususnya, biasanya me-nerima konselor sebagai orang yang mempunyai kemampuan dan kebijakan dalam memberikan bantuan. Mereka juga
sering mengharapkan bantuan yang lebih ber-sifat kognitif, di mana tes dalam bagian ini menjadi amat penting. Kecenderungan seperti itu seringkali dihadapi oleh konselor.
c.Prinsip pemilihan tes 1. Penstrukturan
Prosedur tes yang ditawarkan untuk dilakukanatau dilaksanakan sebaiknya dikomunikasikan kepada konseli. Akan dilakukan di mana, kapan waktunya, apa saja yang harus disiapkan hendaknya
dikomunikasikan kepada konseli dengan suasana yang menyenangkan dan sungguh-sungguh. Penstrukturan pemilihan tes hendaknya dimulai dengan suatu per-nyataan umum tentang peranan tes
dalam proses konseling.
2. Konseli Tak Memilih Tes Tertentu
Bordin memperingatkan bahwa konseli tidak dibebani tanggungjawab untuk menentukan tes mana yang paling baik untuk mengungkapkan karak-teristik psikis yang dimilikinya. Hal ini
merupakan hal yang harus disiapkan oleh konselor. Konseli biasanya memerlukan informasi yang sahih untuk mengambil satu atau lebih alternatif tindakan, akan tampak aneh jika konselor tidak tahu
harus memakai tes yang mana dan menyerahkannya kepada konseli.
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
P a g e | 143
Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
3. Keluwesan
Konseli tidak pernah mengemukakan ide dan perasaannya dalam sekuensi yang tersusun baik, konsisten, dan rasional selama wawancara pe-rencanaan tes. Oleh karena itu konselor dituntut
kemampuannya untuk me-ngenali konseli tidak hanya dari segi ucapan atau susunan kalimat saja, tetapi juga bahasa tubuh konseli. Jika konseli tampaknya enggan untuk melakukan tes, sebaiknya
tidak perlu lagi dibahas secara panjang lebar perencanaan penggu-naan tes tersebut, karena hal ini akan membuang-buang waktu saja.
d.PENGKOMUNIKASIAN HASIL TES 1.Pengkomunikasian Hasil Tes Merupakan Bagian Proses Konseling
Hasil tes merupakan suatu hal yang rasional dan obyektif yang perlu diko-munikasikan pada konseli. Sebaliknya, konseli sendiri berada dalam liputan semua perasaan, kebutuhan, dan harapan.
Pengomunikasian hasil tes yang memang meru-pakan proses yang rasional dan obyektif bagi konselor, tetapi proses yang demikian itu belum tentu disukai oleh konseli. Bagi konselor, skor hasil
tes bakat teknik mesin
mechanical aptitude tes
mungkin hanya merupakan suatu deskripsi saja, tetapi bagi konseli Joni angka yang demikian dapat menjadi lambang dari sebuah kalimat motivasi
yang berbunyi: “Ya, kamu dapat mencapai hasil yang baik dalam bidang ini”. Keadaan yang sama, mungkin juga dapat menimbulkan rasa kecewa yang mendalam bagi konseli karena dia menanggapi
skor yang diperolehnya itu laksana sebuah kalimat yang berbunyi: ”Kamu tidak dapat mencapai hasil yang kamu inginkan”. Karena hasil tes yang kita lakukan merupakan informasi yang factual, rasional,
dan obyektif, maka kita sebagai konselor kita harus selalu menyadari adanya perbedaan persepsi di antara para konseli. Konselor hendaknya waspada dalam menanggapi kembali tanggapan konseli yang
mungkin dapat berbentuk: membela diri, menolak, menyanggah, memperlihatkan ketidak-mampuan dalam, memahami pokok pembicaraan, dan sebagainya. Kita harus merefleksikan atau me-nafsir kan
perasaan yang ditampilkan konseli dalam usaha mengajak konseli mem-betulkan dalam rasionalisasinya yang salah atau penolakan yang tidak wajar. Oleh sebab itu penafsiran hasil-hasil tes
hendaknya sejalan dengan prinsip dasar kon-seling, yaitu pemahaman
understanding
, penerimaan
acceptance
, dan komu-nikasi. Untuk efektivitas penyampaian hasil tes kepada konseli sangat ditentukan oleh kadar pemahaman konselor tentang kedirian konselinya itu. Pemahaman itu tidak
hanya mengenai kemampuan-kemampuan saja, tetapi juga mengenai bagaimana persepsi konseli kalau dia memperoleh hasil rendah dalam tes bakat skolastik. Dalam rangka membantu konseli untuk
dapat menggunakan penafsirkan hasil yang diberikan, konselor hendaknya memahami bagaimana perasaan-perasaan konseli,bagaimana penerimaannya tentang informasi yang diberikan
—baik sebagai penenangan, perbaikan, maupun untuk penyampaian gagasan baru. Menerima semua persepsi,
perasaan, dan ide konseli dapat meningkatkan ke-efektifan peng-komunikasian hasil tes. Di samping itu konselor menerima hak konseli untuk mem-bantu atau tidak menerima semua implikasi hasil tes,
menolak program sekolah yang tidak sesuai bakat dan sebagainya. Konselor hendaklah menanamkan dalam sanubarinya 1 pandangan yang manusiawi terhadap konseli 2 penghayatan tentang
berbagai fakta tingkah laku manusia, dan 3 keyakinan bahwa bekerja lebih baik akan melicinkan jalan ke masa depan. Pemahaman dan penerimaan konselor tentang konselor dikomu-nikasi melalui
hubungan konselor-konseli.
2.Berbagai Pendekatan Dalam Pengkomunikasian Hasil Tes
Beberapa pertanyaan yang mungkin timbul dalam rangka pengkomu-nikasian hasil tes adalah: haruskah konseli diberitahukan semua implikasi dan ke-simpulan hasil pengetesan dan data
lain, mata pelajaran saja, atau haruskah juga beberapa data mentah yaitu semu skor yang diperoleh dalam hasil tes te-tentu? Berikut ini disajikan dalam sketsa pendek tentang pendekatan dan peng-
komunikasian hasil tes. a. Konselor melaporkan mengkonsumsi skor individu dalam beberapa bentuk yai-tu persentil,
kesetaraan tingkatan, memerlihatkan lembaran profil hasil tes, dan selanjutnya mengajak konseli menafsirkan hasil yang diperolehnya. Konselor mengarahkan agar konseli berperan lebih banyak
dalam proses penafsiran hasil tes tersebut. b. Konselor melaporkan semua skor yang diperoleh seseorang individu dan juga memperlihatkan
profil hasil tes seperti dalam pendekatan pertama, tetapi juga lebih jauh menguraikan beberapa implikasi, beberapa prediksi, dan bahkan juga membuat rekomendasi.
c. Konselor mengemukakan semua kesimpulan, implikasi, prediksi, tetapi tidak me-ngemukakan referensi terhadap data tertentu yang mereka buat, tidak mem-berikan penilaian dalam bentuk
persentil atau skor atas tes tertentu dan juga tidak menunjukkan profil hasil tes.
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
P a g e | 144
Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Standar Kompetensi: Menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling.
B. Kompetensi Dasar: