Proses Konseling MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

P a g e | 171 Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar Pendekatan perkembangan digunakan untuk membantu setiap siswa memenuhi kebutuhannya dalam setiap tahapan perkembangan dan menangani berbagai faktor yang menghambat perkembangan an realisasi potensi. Konselor juga mungkin menggunakan konseling untuk membantu individu menangani berbagai permasalahan yang sudah terlanjur dialaminya. Konseling krisis merupakan salah satu bentuk pelayanan responsif dalam model bimbingan dan konseling komprehensif di samping konseling individu, konsultasi, dan referal. Konseling krisis diberikan kepada siswa dan keluarganya yang sedang mengalami situasi mendesak atau darurat. Konseling ini biasanya bersifat temporer dan singkat. Dilihat dari perspektif pendekatan yang digunakan. Pendekatan konseling dapat dibedakan atas dasar sasaran intervensi aspek perilaku apa yang akan diubah, yakni afektif perasaan, emosi, kognisi nilai, sikap, keyakinan, persepsi, logika berpikir, dan perilaku tindakan. Atas dasar itu dapat dibedakan adanya pendekatan afektif, pendekatan, kognitif, dan pendekatan perilaku. Setiap pendekatan terdapat beberapa orientasi teoretik. Dilihat dari orientasi teoretik yang digunakan, konselor bisa mempraktekkan konseling psikoanalisa, konseling Adlerian, konseling eksistensial, konseling Gestalt, konseling Rogerian, konseling kognitif, konseling rasional emotif, konseling analisis transaksional, konseling perilaku, konseling realita, konseling eklektik atau integratif, dan konseling sistematik. Atas dasar formatnya – terlepas dari sifat, perspektif pendekatan, dan orientasi teoretik yang digunakan – konseling bisa dilakukan secara individual disebut konseling individual atau secara kelompok disebut konseling kelompok.

E. Proses Konseling

Dari definisi konseling yang telah dikemukakan kita dapat memahami bahwa konseling merupakan suatu proses. Pengertian proses mengimplikasikan bahwa konseling berjalan melalui serangkaian tahapan progresif. Setiap tahapan mendeskripsikan tindakan konselor dan apa yang harus dilakukan oleh konseli untuk mencapai tujuan. Berapa banyak tahapan yang harus dilalui dan bagaimana isi dari setiap tahapan bisa bervariasi antara proses konseling yang satu dengan lainnya tergantung dari orientasi teoretik yang digunakan oleh konselor. Namun, tanpa memperhatikan orientasi teoretik yang digunakan, terdapat tahapan-tahapan umum yang relatif sama. Jika dirangkumkan dari berbagai pendapat ahli, tahapan-tahapan itu adalah: rujukan atau identifikasi masalah, pengembangan hubungan, penetapan masalah, penetapan tujuan, pemilihan pendekatan dan orientasi teoretik beserta dengan teknik ataun strategi intervensinya, implementasi strategi, dan evaluasi lihat Gibson Mitchell, 1995; Hackney Cormier, 2001; Thompson, Rudolph, Henderson, 2004. Tahap paling awal dari proses konseling adalah rujukan atau identifikasi masalah. Rujukan menunjuk pada penerimaan konseli oleh konselor. Konseli bisa datang kepada konselor melalui rujukan pihak ketiga – misalnya oleh guru atau pihak lain – atau atas dasar kemamuan atau inisiatifnya sendiri self-refered . Rujukan seringkali terjadi atau dilakukan oleh pihak ketiga karena individu dinilai punya masalah oleh dan merisaukanmengganggu orang lain tetapi tak menyadarinya. Individu seperti ini akan sulit untuk dibantu karena di samping tak memiliki keadaran akan masalahnya juga tak memiliki motivasi untuk berubah. Akibatnya, ia akan melawan dan menolak upaya-upaya bantuan. Proses konseling akan berjalan lebih mudah jika konseli datang kepada konselor atas kemauannya sendiri. Sebab, jika konseli datang atas kemamuannya sendiri, ia telah menyadari bahwa dirinya punya masalahkebutuhan dan tidak mempu untuk menyelesaikanmemenuhinya sendiri. Ia tahu tahu kepada siapa ia harus meminta bantuan. Individu semacam ini memiliki motivasi untuk berubah dan itu menjadi kondisi yang dapat memperlancar upaya-upaya bantuan. Selain melalui rujukan, konselor juga bisa melakukan tindakan proaktif menjemput bola untuk menemukan siswa yang indikatif membutuhkan bantuan. Banyak siswa yang punya masalah tetapi tak menyadari bahwa dirinya punya masalah. Untuk itu konselor perlu bertindak proaktif. Identifikasi dapat dilakukan melalui pengamatan, wawancara, studi dokumentasi, atau asesmen masalah. F. Refleksi Setelah Anda membaca semua materi pada bab ini, cobalah lakukan refleksi diri dengan cara menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Apakah pemahaman Anda tentang konseling sama atau berbeda dengan batasan dan pengertian konseling yang dikemukakan pada bab ini? 2. Jika berbeda, bagaimana pemahaman Anda tentang konseling selama ini? Apakah anda merasa bahwa pemahaman Anda yang benar ataukah apa yang dikemukakan pada bab ini yang benar? PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar P a g e | 172 Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar 3. Jika pemahaman Anda tentang konseling adalah sama dengan apa yang dikemu-kakan pada bab ini, apakah Anda telah mempraktekkannya dengan benar dan sungguh-sungguh? Apakah Anda mempraktekkan konseling karena lebih didorong oleh kepentingan probadi Anda sendiri ataukah karena Anda ingin benar-benar dan tulus membantu siswa Anda? 4. Apakah Anda telah mempraktekkan konseling dalam arti yang sesungguhnya? Bagaimana pengalaman Anda dalam pratek itu? Apakah Anda merasa berhasil atau sebaliknya, merasa kaku, gugup, dan gagal? Jika Anda merasa berhasil, apa yang menyebabkan keberhasilan itu? Sebaliknya, jika Anda merasa gagal, apa yang menyebabkanya? PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar P a g e | 173 Modul Pendidikan Latihan Profesi Guru PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar KEGIATAN BELAJAR 8 TEKNIKKETERAMPILAN DASAR KONSELING Tanpa memperhatikan preferensi orientasi teoretik yang digunakan oleh konselor, banyak ahli dan praktisi dalam bidang konseling saat ini mengakui bahwa kualitas interaksi antara konselor- konseli - hubungan konseling - merupakan kondisi yang sangat esensial untuk mempengaruhi hasil- hasil konseling. Hubungan konseling ditandai oleh adanya kesediaan konseli untuk membuka diri secara sukarela tanpa merasa cemas atau takut. Keterbukaan diri konseli membuat konselor memperoleh informasi yang akurat tentang masalah konseli beserta dengan seluruh aspek dan latar belakangnya dan dengan itu tentu saja konselor akan dapat dengan mudah mengem-bangkan dugaan teoretik hipotesis tentang masalah konseli maupun dalam mengembangkan program bantuannya. Terdapat tiga aspek inti yang dapat memfa-silitasi berkembangnya hubungan konsleing yang efektif, yakni: pemahaman yang empatik, keautentikan dan kesungguhan untuk menolong, dan penghargaan positif kepada konseli oleh konselor. Ketiga kondisi fasilitatif hubungan konseling tersebut dapat diperlihatkan oleh konselor melalui teknik mendengarkan dan mengarahkan. Berikut ini adalah sajikan secara garis besar dari teknik-teknik tersebut.

A. TeknikKeterampilan Mendengarkan