Legalitas Areal Hutan Tanaman Aspek Prasyarat Konservasi Partisipasi

5.4.5 Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan HTI

a. Legalitas Areal Hutan Tanaman Aspek Prasyarat

Dalam melakukan penyusunan konsep ekowisata mahasiswa magang harus menyesuaikan konsep tersebut dengan aspek legal dalam program pengembangan HTI, karena PT. RAPP tidak berjalan dengan bebas dan tanpa prasyarat, PT. RAPP diawasi dengan ketat oleh Departemen Kehutanan serta harus mendapatkan izin dari pejabat pemerintahan daerah seperti Bupati Pelalawan dan Gubernur Riau. Surat permohonan diajukan Direktur Utama PT. RAPP untuk mendapatkan Keputusan Menteri Kehutanan sebagai kebijakan tertinggi Gambar 52. Gambar 52. Proses Perizinan Areal IUPHHK–HT PT. RAPP SK. No.: 327Menhut-II2009 Permenhut No.: P.19Menhut-II2007, jo. P.11Menhut-II2008 Sumber: APRIL, 2011

b. Pengembangan dan Pengelolaan Areal Hutan Tanaman Aspek Kelola

Produksi dan Kelola Lingkungan Dalam menyusun konsep ekowisata di kawasan HTI, mahasiswa magang juga menyesuaikan konsep tersebut dengan rencana pengembangan dan pengelolaan HTI pada areal IUPHHK-HT, karena selain memikirkan aspek kelola produksi yang berhubungan dengan penebangan panen, di dalam rencana pengembangan dan pengelolaan HTI juga PT. RAPP harus memperhatikan aspek kelola lingkungan yang bersifat berkelanjutan dan tetap memperhatikan keadaan ekologi, sosial, dan ekonomi dari lingkungan sekitar areal IUPHHK-HT. Dengan tanggung jawab besar seperti yang telah disebutkan maka PT. RAPP melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan aspek kelola lingkungan, salah satunya adalah dengan menyusun perencanaan hutan wisata di areal IUPHHK-HT dalam bentuk konsep awal ekowisata yang cocok dengan kondisi lahan, dan dalam hal ini perusahaan mengikutsertakan mahasiswa magang dalam kegiatan perencanaan lanskap tersebut. PT. RAPP melihat kondisi kehutanan eksisting pada tapak dan juga melalui data citra satelit bersumber dari citra landsat tahun 2002, sehingga berikutnya PT. RAPP dapat dengan pasti menentukan daerah pengembangan HTI dengan tidak mengacuhkan hutan alam dan kawasan lindung. Areal IUPHHK-HT yang diperhatikan kondisi eksistingnya melalui citra satelit adalah Estate Pulau Padang Gambar 53 serta Semenanjung Kampar yang terdiri dari Estate Kampar dan Tasik Belat Gambar 54. Dengan melihat kondisi eksisting tersebut mahasiswa magang melakukan diskusi serta analisis bersama staf dan tenaga ahli yang ikut serta dalam program pengembangan HTI, diskusi berupa brainstorming konsep hutan wisata yang akan dibuat di kawasan HTI, dan mahasiswa memberikan masukkan kepada perusahaan berupa konsep ekowisata di kawasan HTI dimana di dalam konsep ekowisata tersebut terdapat aktifitas wisata yang melindungi lingkungan dengan meningkatkan keterlibatan komunitas lokal secara aktif dalam menghasilkan operasi dan pengelolaan wisata, menciptakan produk wisata berupa pembelajaran, nilai edukasi dan wisata yang meminimalisir dampak negatif dan menghasilkan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi lokal. Gambar 53. Estate Pulau Padang IUPHHK-HT PT.RAPP No. SK. 327Menhut-II2009 Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac Areal Kajian AMDAL: S.1432004 Areal IUPHHK-HT: SK. 3272009 Deforested Land Landsat – 2002 Estate P. Padang 41.205 Ha Gambar 54. Estate Kampar dan Tasik Belat IUPHHK-HT PT.RAPP No. SK. 327Menhut-II2009 Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac Pada kawsan Semenanjung Kampar mahasiswa melihat dan menyajikan peta batas area konsesi yang terdiri dari estate Tasik Belat dengan luasan 12. 540 Hektar sebagai north ring dan estate Kampar dengan luasan 43.400 Hektar sebagai south ring Gambar 55. Pemetaan tersebut dilakukan karena pada semenanjung kampar terdapat HPH Hak Pengusahaan Hutan dan HTI milik perusahaan lain seperti PT. Uniseraya Timber, PT. Satria Perkasa Agung, PT. Mitra Hutani, PT. The Best One Timber, dan PT. Yos RayaTimber. Areal Kajian AMDAL: S.1432004 Areal IUPHHK-HT: SK. 3272009 Deforested Land Landsat – 2002 Estate Ts. Belat 12.540 Ha Estate Kampar 43.400 Ha Gambar 55. Peta Batas Area Konsesi Perusahaan pada Semenanjung Kampar Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac PT RAPP Estate Tasik Belat North Ring HTI PT Uniseraya Timber HTI PT Satria Perkasa Agung HTI PT Mitra Hutani Lestari PT RAPP Estate Kampar South Ring HPH PT Yos Raya Timber HPH PT The Best One Uni Timber Total Area Konsesi PT. RAPP adalah 56.000 ha Plantation : 35.000 ha Conservation : 15.000 ha Community : 6.000 ha 90 Perusahaan pada saat kegiatan magang berlangsung juga melihat kondisi kehutanan eksisting, termasuk melihat bagian mana yang telah terdeforestasi, perusahaan melihat tutupan lahan eksisting yang terlihat pada tapak yang di dalamnya dapat terlihat kondisi kehutanan, logging trails, dan kondisi kanal yang terlihat pada tapak Gambar 56. Setelah melihat peta tutupan yang di dalamnya terdapat kanal, kondisi kehutanan dan logging trails, perusahaan menugaskan staf perusahaan yang dibantu mahasiswa magang untuk memisahkan peta kanal dan drainase menjadi peta terpisah yang dapat terlihat pada Gambar 57. Lalu mahasiswa magang menganalisis peta kanal dan drainase tersebut berdasarkan level tutupan drainase seperti yang terlihat pada Gambar 58. Kanal-kanal yang dibangun oleh perusahaan-perusahaan yang beraktifitas di Semenanjung Kampar dapat menyebabkan degradasi hidrologi, maka dari itu perlu pemetaan yang mengelompokkan level degradasi hidrologi mulai dari core area yang masih utuh sampai area yang paling parah kena damapak degradasi hidrologi Gambar 59. PT. RAPP juga melaksanaan pengelolaan air lahan gambut dengan standar tertinggi, berdasarkan prinsip Eco-Hidrologi APRIL dengan tujuan berikut: 1. Menghindari kebakaran hutan 2. Optimal pertumbuhan pohon yang ditanam 3. Tinggi permukaan air, penurunan dikurangi 4. Eco-hydro buffer untuk meminimalkan dampak pada hutan 5. Konservasi kawasan lindung dari penebangan liar 92 Gambar 56. Peta Tutupan Lahan Semenanjung Kampar Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac 93 Gambar 57. Peta Kanal dan Drainase Semenanjung Kampar Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac 94 Gambar 58. Peta Level Tutupan Drainase Semenanjung Kampar Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac Core area yang masih utuh dan tidak kena dampak degradasi hydrology 95 Gambar 59. Peta Degradasi Lahan Gambut pada Kampar Ring Zone Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac PT. RAPP melihat Estate Kampar sebagai lahan pertama untuk dilakukannya pengembangan dan pengelolaan HTI, dikarenakan areal tanaman unggulan pada Estate Kampar lebih banyak dibandingkan pada Estate Tasik Belat juga dikarenakan sudah ada penelitian dan kajian yang mendukung untuk melaksanakan program pada estate tersebut seperti yang dilakukan oleh beberapa lembaga pada Tabel 6. Tabel 6. Kajian Lahan Gambut Semenanjung Kampar Strategi awal yang dilakukan oleh PT. RAPP adalah dengan menganalisis seberapa besar hubungan tanaman pokok dengan screening yang ada di sekitarnya seperti tanaman kehidupan, tanaman unggulan, dan kawasan lindung. Setelah Lembaga No Kajian CREATA – LP – IPB 1 Penelitian Lahan Gambut di Kuala Kampar, Riau, 2003. Fakultas Kehutanan – IPB 2 Study dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Biodiversity PT. RAPP pada Kawasan Hutan Semenanjung Kampar Kab. Pelalawan dan Kab. Siak, Propinsi Riau, 2004. 3 Identifikasi dan Analisis Keberadaan HCVF di Kawasan Hutan IUPHHK HTI PT. RAPP di Semenanjung Kampar, Provinsi Riau, 2008 INRR 4 Deliniasi HCVFdi Semenanjung Kampar dan P. Padang, 2005. ProForest 5 Kampar Peninsula Landscape Level: ● Hydrological and High Conservation Value Assesment : Report of Finding and Management Recommendations, 2005. ● Assessment of Hydrological Ecological Values in the Kampar Peninsula, 2005. Universty of Leicester, 6 Kampar Peninsula Science Based Management Support Project : Summary Interim Report Apr – Dec 2007, Introduction to The SBMS Project and Preliminary Results. University of Helsinki, Proforest, Global Environment Center, Alterra – Delft Hydraulics PEACE 7 Study on The Forestland Degradation and its Socio Economic Driving Factors in The Kampar Penninsula, 2007. Universitas Riau UNRI 8 Regenerasi Hutan Rawa Gambut Menggunakan Green Belts di Lingkungan Hutan Tanaman, Pelalawan, 2008. Tropenbos International Indonesia 9 Kampar Hgh Conservation Values Assessment, 2009. Universitas Islam Riau UIR 10 Kajian Kelayakan Tanaman Kehidupan di Estate Meranti Kampar, 2009. malakukan analisis, perusahaan melakukan pengelolaan areal IUPHHK-HT dengan penataan kawasanzonasi area, lalu dilakukannya pemeliharaan water level di setiap zonasi area seperti area produksi, area hydrobuffer, dan kawasan lindung. Selengkapnya tentang strategi pengembangan dan pengelolaan hutan lestari dapat dilihat pada Gambar 60 dan Gambar 61. Gambar 60. Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari Sumber: APRIL, 2011 Delineasi Makro Melihat dan menganalisis Landcover keseluruhan Semenanjung Kampar untuk memelihat screening dan border terhadap tanaman pokok HTI termasuk di dalamnya Estate Kampar juga Tasik Belat Delineasi Mikro Melihat dan menganalisis penggunaan lahan secara spasial, area HCV, Hutan Tanaman, dan Tanaman Kehidupan serta Pengembangan Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu Pertimbangan Strategi yang Berkelanjutan Harmonisasi nilai sosial, ekonomi, dan ekologi Gambar 61. Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac Delineasi Makro Delineasi Mikro Landuse plantable area Sustainability Strategy Harmonizing social, economic, and ecological value 98 Perusahaan yang telah menentukan strategi pengembangan dan pengelolaan HTI, mulai menetapkan peruntukkan lahan yang terdapat pada site Semenanjung Kampar. Pada kawasan dibagi menjadi beberapa area yang dibutuhkan oleh perusahaan dan harus sejalan dengan prinsip hutan lestari, yaitu dibagi menjadi kawasan lindung, area tanaman unggulan, area tanaman kehidupan, infrastruktur, dan area tanaman pokok APRIL, 2009. Pada site Semenanjung Kampar, kawasan dibagi menjadi dua estate yakni estate Tasik Belat dan Estate Kampar. Pada Tasik Belat, kawasan lindung mempunyai luasan sebesar 2.745 hektar 21,9 , area tanaman unggulan dengan luas 1.283 hektar 10,2 , area infrastruktur dengan luas 329 hektar 2,6 , dan area tanaman pokok yang mempunyai luasan terbesar dengan luas 8.183 hektar 65,3. Pada estate Tasik Belat tidak terdapat area tanaman kehidupan, karena sebagian besar kawasan dijadikan hutan tanaman pokok yang dapat dipanen Gambar 62. Pada estate Kampar, kawasan lindung mempunyai luasan sebesar 6.437 hektar 14,8 , area tanaman unggulan dengan luas 4.170 hektar 9,6 , area tanaman kehidupan dengan luas 5.301 hektar 12,2 , area infrastruktur dengan luas 966 hektar 2,2 , dan area tanaman pokok yang mempunyai luasan terbesar dengan luas 26.526 hektar 61,1. Pada estate Kampar, terdapat dua kawasan lindung yang mempunyai fungsi utama untuk menghindari dampak degradasi hidrologi yaitu yang terdapat pada hulu sungai dan kawasan lindung sempadan sungai Gambar 63. Penetapan yang dilakukan perusahaan dengan peruntukkan lahan yang ada di Semenanjung Kampar selain agar lebih mudah dalam kegiatan survey lapang, juga agar para peneliti perusahaan dapat melakukan penelitian sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing dan dapat mengoptimalkan potensi kawasan pada area-area yang telah dibagi peruntukkannya. Seperti kebebasan yang diberikan perusahaan kepada departemen RiauFiber untuk memaksimalkan produksi serat dari pohon yang dipanen dari area tanaman pokok, atau seperti kegiatan pengembangan hutan wisata dalam bentuk wisata alam yang terdapat pada sekitar kawasan lindung APRIL, 2009. Gambar 62. Peruntukan Areal Estate Tasik Belat Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac Kawasan Lindung Gambut 3 mtr di hulu sungai Hydro buffer mitigasi dampak tata air terhadap kawasan konservasi Areal Tanaman Unggulan 100 Gambar 63. Peruntukan Areal Estate Kampar Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac 101 Kawasan Lindung Gambut 3 mtr di hulu sungai Hydro buffer mitigasi dampak tata air terhadap kawasan konservasi Kawasan Lindung Sempadan Sungai Areal Tanaman Unggulan Areal Tanaman Kehidupan untuk Peningkatan Kesejahteraan Strategi yang dilakukan perusahaan dalam rencana pengembangan dan pengelolaan HTI adalah dengan cara kelola area hutan tanaman yang terdiri dari penataan kawasan zonasi area, pengadaan saranaprasarana perlindungan hutan seperti tim pengamanan dan peralatan pengendali kebakaran hutan, penerapan AIMS-APRIL improvement management system, serta pemeliharaan water level di setiap zonasi area. Pada kawasan lindung perusahaan melakukan penataan kawasan atau zonasi area untuk kawasan lindung, pengamanan kawasan seperti patroli, sosialisasi keberadaan kawasan, pembentukan Lembaga Konservasi Desa kurang lebih 3 unit LKD, dan rehabilitasi kawasan yang terdegradasi . Selain memperhatikan kepentingan perusahaan, strategi pengembangan dan pengelolaan HTI juga memperhatikan aspek kelola sosial seperti pengembangan tanaman kehidupan ± 5,300 hektar dan pengembangan potensi hasil hutan bukan kayu Gambar 64. Persiapan teknis juga sangat dibutuhkan untuk mendukung jalannya strategi yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan standarisasi waktu kegiatan di setiap petak kerja seperti penyiapan lahan, penanaman lengkap per petak, pemeliharaan tegakan tepat waktu tepat laku, serta kontrol pengguaan pupuk dan pestisida. Pada kegiatan penanaman juga telah dilakukan persiapan teknis seperti dukungan bibit RDD yang unggul, bibit tanaman kualitas tinggi, dan penyiapan lahan tanam berstandar kualitas tinggi. Untuk persiapan water dan drainage system, perusahaan melakukan pengaturan jaringan kanal searah kontur kurang lebih berjarak 38 Km, konstruksi sedimentation pond pada awal konstruksi jaringan kanal kurang lebih berjumlah 9 unit, dan instalasi Dam + Bypass Sisir di setiap ttik perubahan water level kurang lebih berjarak 50 cm sekitar 108 unit Gambar 65. Setelah menyiapkan strategi pengembangan dan pengelolaan HTI, perusahaan menetapkan rencana pemantauan khususnya pada estate Kampar untuk menjaga kualitas produksi dan kualitas lingkungan. Kegiatan pemantauan yang dilakukaan berupa pengamatan kinerja water management, pengamatan debit dan kualitas air, pemantauan areal produksi, dan pemantauan manfaat kelola sosial Gambar 66. Gambar 64. Rencana Pengembangan dan Pengelolaan HTI Estate Kampar Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac Pengelolaan Areal IUPHHK-HT: - Penataan kawasan zonasi area. - Pemeliharaan water level di setiap zonasi area: • Areal produksi: ± 50 – 80 cm • Areal Hydrobuffer: ± 20 – 50 cm • Kawasan Lindung: ± 0 – 20 cm - Pengadaan saranaprasarana perlindungan hutan: Team pengamanan, peralatan pengendali kebakaran hutan. - Penerapan AIMS – APRIL Improvement Management System. Kelola Sosial: • Pengembangan tanaman kehidupan ± 5,300 Ha. • Pengembangan potensi Hasil Hutan Bukan Kayu. • Standarisasi waktu kegiatan di setiap petak kerja: • Penyiapan lahan 8 wk • Penanaman lengkap per petak 4 wk • Pemeliharaan tegakan tepat waktu tepat laku • Kontrol pengguaan Pupuk Pestisida 103 • Jaringan kanal searah kontur ± 38 Km. • Konstruksi sedimentation pond pada awal konstruksi jaringan kanal ± 9 unit • Instalasi Dam + Bypass Sisir di setiap ttik perubahan water level ± 50 cm sebanyak ± 108 unit. Plantation Best Practices: • Dukungan bibit R and D yang unggul • Bibit tanaman kualitas tinggi • Penyiapan lahan tanam berstandar kualitas tinggi: • No burn policy • Residual wood 5 m3Ha Pengelolaan Kawasan Lindung: • Penataan kawasanzonasi area u K. Lindung • Penandaan kawasan: tata batas ± 77 Km, sigboard ± 15 unit, • Pengamanan kawasan: patroli, sosialisasi keberadaan kawasan, pembentukan Lembaga Konservasi Desa ± 3 unit LKD. • Rehabilitasi kawasan yang terdegradasi Gambar 65. Water and Drainage System APRIL, 2011 Min 70 cm. Max 100 cm. Water surface in canal Muka air dalam kanal A VERAGE GROUND SURFACE IN FIELD P ERMUKAAN TANAH RATA - RATA DI LAPANGAN Water surface in ground Muka air dalam tanah WATER TABLE MUKA AIR DALAM TANAH Holelobang Ø 5-8 cm FREE BOARD TEBING KERING DI KANAL WATER TABLE MUKA AIR DALAM TANAH Min 50 cm. Max 80 cm. Measure Mengukur FREE BOARD TEBING KERING Bypass Sisir Tinggi Muka Air Areal Produksi 104 Gambar 66. Rencana Pemantauan HTI Estate Kampar Sumber: PT. RAPP, 2011; Digambar oleh Dade Anzac 105 Pemantauan Kawasan Lindung: • Pengamatan vegetasi satwa liar INP Pohon Lindung, diversity, density. • Pengamatan keutuhan KL: • o penyebab internal: penebangan melewati batas areal RKT, oleh HE, pembangunan campsite, dll. • o penyebab eksternal: perambahan, penebangan ilegal, dll. Pengamatan kinerja water management: • Pemasangan piezometer ± 29 unit, untuk pengamatan water level peat subsidence Pemantauan Areal Produksi: • Pertumbuhan tegakan. • Gangguan hama penyakit tanaman, atau o penyebab alam. • Tingkat kesuburan tanah untuk penetapan fertilizer regime. • Pemantauan tingkat bahaya api. Pengamatan Debit Kualitas Air: • Outlet S. Sangar, S. Serkap, S. Turip = 3 titik pantau • Outlet sedimentation pond = 9 titik pantau. Pemantauan Manfaat Kelola Sosial 5.3.6 Pengembangan Konsep Ekowisata di Kawasan HTI 5.3.6.1 Deskripsi Konsep Ekowisata Perencanaan lanskap merupakan suatu proses melengkapi imajinasi dan kepekaan terhadap tapak yang direncanaakan, melalui implikasi dari tahap konsep tapak. Perencanaan kawasan rekreasi merupakan suatu proses yang menghubungkan antara manusia dan waktu luang yang dimilikinya dengan ruang dan aktivitas yang direncanakan Gold, 1980. Konsep perencanaan di dalam kegiatan magang ini dikembangkan oleh mahasiswa menjadi dua bagian utama, yakni konsep dasar dan konsep pengembangan. Konsep dasar merupakan ide utama dalam pembuatan perencanaan tapak yang mencakup isi rencana tapak secara holistik. Sementara itu, konsep pengembangan merupakan aplikasi dari konsep dasar yang terdiri dari konsep ruang dan aktivitas, fasilitas dan utilitas, sirkulasi, dan tata hijau. Konsep dasar yang digunakan yakni dengan mengembangkan kawasan HTI Semenanjung Kampar sebagai alternatif hutan wisata yang berbentuk ekowisata di Provinsi Riau. Dengan dominasi antara ruang terbuka dipadu dengan hutan alami untuk pelestarian hutan di Semenanjung Kampar melalui potensi pada kawasan. Ekowisata sendiri merupakan pengembangan dan operasi dari aktifitas wisata dalam melindungi lingkungan dengan meningkatkan keterlibatan komunitas lokal secara aktif dalam menghasilkan operasi dan pengelolaan wisata, menciptakan produk wisata berupa pembelajaran, nilai edukasi dan wisata yang meminimalisir dampak negatif dan menghasilkan kontribusi positif dalam perkembangan ekonomi lokal.

5.3.6.2 Konsep Pengembangan Ekowisata

Ekowisata dipahami sebagai suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk perlindungan dan pelestarian, berintikan partisipasi aktif masyarakat dengan penyajian produk bermuatan pendidikan, pembelajaran dan rekreasi, berdampak negatif minimal, memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, yang diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budidaya. Ekowisata Indonesia dipahami sebagai suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata berbasis lingkungan alam dan budaya masyarakat setempat dengan azas pemanfaatan dan penyelenggaraan yang diarahkan pada: 1. Perlindungan sumber-sumber alam dan budaya untuk mempertahankan kelangsungan ekologi lingkungan ecologically sustainable dan kelestarian budaya masyarakat setempat. 2. Pengelolaan penyelenggaraan kegiatan dengan dampak negatif sekecil dimungkinkan enviro-management 3. Keikutsertaan dan pemberdayaan masyarakat setempat sebagai bagian dari upaya menyadarkan, memampukan, memartabatkan dan memandirikan rakyat menuju peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup, dengan bertumpu pada kegiatan usaha masyarakat itu sendiri, dan peningkatan keahlian profesi. 4. Pengembangan dan penyajian daya tarik wisata dalam bentuk program- program penafsiran lingkungan alam dan budaya setempat dengan muatan pembelajaran dan rekreasi. Kriteria ekowisata Indonesia adalah ukuran suatu pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata di kawasan lindung, kawasan terbuka, dan kawasan binaan yang mencakup: 1. Konservasi, yakni melindungi dan melestarikan lingkungan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata lingkungan yang dimaksud adalah fisik, sosial, budaya dan ekonomi Tabel 7. 2. Partisipasi, yakni melibatkan masyarakat secara aktif dalam kegiatan pariwisata Tabel 8. 3. Edukasi dan Rekreasi, yakni menyajikan produk pariwisata layak pasar yang bermuatan pendidikan, pembelajaran, dan rekreasi nilai-nilai karakteristik alam dan budaya setempat Tabel 9. 4. Ekonomi, yakni memberi sumbangan positif terhadap pembangunan ekonomi daerah Tabel 10. 5. Kendali, yakni menekan dampak negatif sekecil dimungkinkan dari rangkaian kegiatan pariwisata Tabel 11. Indikator ekowisata Indonesia adalah suatu penunjuk untuk memonitor pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata di kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan binaan dan kawasan budaya di Indonesia untuk dapat mencukupi kriteria ekowisata Indonesia.

a. Konservasi

Tabel 7. Kriteria Konservasi dan Indikator Kriteria Indikator Konservasi - Melindungi dan melestarikan lingkungan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata lingkungan yang dimaksud adalah fisik, sosial, budaya dan ekonomi. 1. Pengendalian terhadap pengubahan bentang alam. 2. Penyesuaian terhadap nilai-nilai sosial budaya. 3. Pemberian akses terhadap masyarakat. 4. Penyelarasan sarana dan prasarana pendukung kegiatan dengan lingkungan dalam bentukan, bahan, teknologi, penggunaan sumber-sumber misalnya terhadap tumbuhan dan atau satwa. 5. Perlindungan terhadap pemanfaatan proses ekologi yang sedang berjalan di alam. 6. Pengembalian keuntungan ekonomi kepada lingkungan dan masyarakat setempat secara wajar. 7. Perumusan pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan wisata dalam rencana.

b. Partisipasi

Tabel 8. Kriteria Partisipasi dan Indikator Kriteria Indikator Partisipasi - Melibatkan masyarakat secara aktif dalam kegiatan pariwisata. 1. Pengambilan keputusan kegiatan-kegiatan wisata bersama masyarakat. 2. Penemukenalan identifikasi kegiatan wisata di sektor pelayanan langsung dan penunjang serta lapangan kerja untuk masyarakat. 3. Perumusan pola pengaturan kesempatan berusaha dan pola insentif untuk masyarakat yang berusaha dalam kegiatan wisata. 4. Pendampingan masyarakat dalam meningkatkan keberdayaan menangkap peluang usaha bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidupnya. 5. Pengadaan dan pengembangan program peningkatan kompetensi masyarakat untuk mengisi lapangan kerja. 6. Penyerapan tenaga kerja asal setempat. 7. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dari kegiatan wisata.

c. Edukasi dan Rekreasi