Hutan Tanaman Industri Areal Tanaman Pokok ±70 b. Areal Tanaman Unggulan ± 10 Areal Tanaman Kehidupan ± 5 d. Kawasan Lindung ± 10

maupun di luar kawasan konservasi ex-situ. Tujuan dari konservasi tersebut adalah untuk melindungi dan melestarikan jenis, terutama pada flora dan fauna yang tergolong langka. Konservasi in-situ dilakukan dengan membiarkan semua jenis flora dan fauna tetap seimbang menurut proses alami dan habitatnya. Sementara itu, konservasi ex-situ dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan semua jenis flora dan fauna untuk menghindari bahaya kepunahan. Konservasi in-situ dan konservasi ex-situ memiliki bentuk aplikasi yang sangat beragam. Salah satu alternatif bentuk aplikasi konservasi tumbuhan secara ex-situ adalah arboretum. Arboretum merupakan salah satu upaya untuk menangkar dan membudidayakan tanaman yang berasal dari luar kawasan. Selain itu, arboretum dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu menjembatani bentuk antara kebun raya dan kebun koleksi kehutanan, terutama dalam fungsinya sebagai sumber plasma nutfah. Menurut Taman 1955, arboretum adalah taman pohon-pohon atau kayu- kayuan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan terutama bambu. Shadily 1980 menambahkan bahwa arboretum adalah tempat pohon-pohon dikembangbiakkan dan ditanam, baik secara individu maupun berupa tegakan untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, Soetisna 1985 menyatakan bahwa arboretum adalah kebun dengan jenis tumbuhan lokal untuk tujuan pelestarian dan pendidikan. Manfaat arboretum bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan harus didukung dengan ketepatan memilih dan menentukan letak fasilitas pendukung arboretum. Pemilihan dan penentuan letak fasilitas pendukung yang tepat akan memberikan nilai unik dan kemudahan bagi pengunjung arboretum. Keberadaan sarana dan prasarana penunjang lainnya juga harus lengkap, baik sarana dan prasarana untuk tujuan pengelolaan, pendidikan, maupun kegiatan wisata.

2.3 Hutan Tanaman Industri

Menurut Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman, Hutan Tanaman Industri HTI adalah usaha hutan tanaman untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur sesuai dengan tapaknya satu atau lebih sistem silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan kayu maupun non kayu. Selanjutnya menurut CIFOR, Hutan Tanaman Industri HTI adalah sebidang luas daerah yang sengaja ditanami dengan tanaman industri terutama kayu dengan tipe sejenis dengan tujuan menjadi sebuah hutan yang secara khusus dapat dieksploitasi tanpa membebani hutan alami. Hasil hutan tanaman industri berupa kayu bahan baku pulp dan kertas jenis tanaman akasia serta kayu pertukangan meranti, di Indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1990-an di Sumatera Selatan dan Riau. Kebijakan yang dikeluarkan Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman 2009, menyebutkan bahwa: 1. Pembangunan HTI diutamakan pada hutan tidak produktif UU No. 4199, Pelaksanaan pembangunan HTI menerapkan sistem silvikultur Tebang Habis dengan Permudaan Buatan THPB. 2. Pelaksana pembangunan HTI dilakukan oleh BUMN, BUMS PMDNPMA berbadan Hukum Indonesia, Koperasi, Perorangan. 3. Melibatkan instansi terkait BKPM, Deprin, Depdag, KLH, Menkeu dan Pemerintah Daerah. 4. Pendanaan bersumber dari dana sendiri maupun pinjaman dari Pemerintah. 5. Menggunakan tenaga-tenaga profesional kehutanan. 6. Target tanaman HTI sampai dengan tahun 2009 seluas 5 juta hektar dan pada tahun 2014 seluas 9 juta hektar tanaman HTI efektif sebesar 50 sd 70 dari luas izin konsesi HTI Menurut Mandat UU No.41 Tahun 1999 tata ruang pembangunan Hutan Tanaman Industri, dalam pembangunan HTI di setiap unit usaha telah diatur tata penggunaan lahannya atau tata ruangnya yang terlihat pada Gambar 1sebagai berikut :

a. Areal Tanaman Pokok ±70 b. Areal Tanaman Unggulan ± 10

c. Areal Tanaman Kehidupan ± 5 d. Kawasan Lindung ± 10

e. Sarana Prasarana ± 5