Arboretum Perencanaan dan Perancangan Lanskap Beberapa Tapak di Kawasan PT. RAPP Pangkalan Kerinci, Riau (Kegiatan Magang PT. Riau Andalan Pulp and Paper)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanskap

Simonds 1983 berpendapat bahwa lanskap ialah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu dimana elemen-elemen lanskapnya dibagi menjadi elemen lanskap utama dan lanskap penunjang. Elemen lanskap utama adalah elemen lanskap yang dominan dan tidak dapat dirubah, seperti bentukan gunung, sungai, pantai, dan lain-lain. Sedangkan elemen lanskap penunjang adalah yang dapat dirubah seperti bukit-bukit, semak-semak dan sungai kecil. Menurut Eckbo 1964, lanskap merupakan keseluruhan yang kompleks dari elemen fisik di suatu area atau daerah pergerakan. Lanskap secara fisik merupakan hasil interaksi antara manusia sebagai individu dan makhluk sosial serta dengan alam, sebagai kesatuan proses. Selanjutnya Gold 1980 membedakan elemen lanskap kepada tiga elemen, yaitu elemen lanskap makro, mikro, dan buatan manusia man made. Elemen lanskap makro meliputi iklim curah hujan, suhu, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin dan kualitas visual tapak. Elemen mikro meliputi topografi kontur, kemiringan lahan, dan pola drainase, jenis tanah dan keadaaanya, vegetasi, satwa, dan hidrologi. Elemen lanskap binaan man made manusia meliputi jaringan transportasi, tata guna lahan, pola permukiman dan struktur bangunan. Menurut Simonds 1983, bentuk bangunan mempunyai hubungan dengan lanskap alami dan buatan, tidak hanya berhubungan dengan strukturnya saja tetapi juga susunan dan karakter lanskap yang mempengaruhinya. Dengan mengatur struktur dan ruang yang baik, tidak hanya sekedar menekankan bangunannya sajatetapi juga berfungsi untuk menciptakan ruang secara total. Bangunan mempunyai hubungan yang erat dengan struktur lain, ruang dan lanskap alaminya.

2.2 Arboretum

Konservasi terhadap kekayaan genetis yang mewakili flora dan fauna bertujuan untuk melestarikan dan mengamankan kekayaan biotik yang kita miliki Salim, 1986. Menurut Dinas Kehutanan Republik Indonesia 1990, konservasi flora dan fauna dapat dilaksanakan baik di dalam kawasan konservasi in-situ, maupun di luar kawasan konservasi ex-situ. Tujuan dari konservasi tersebut adalah untuk melindungi dan melestarikan jenis, terutama pada flora dan fauna yang tergolong langka. Konservasi in-situ dilakukan dengan membiarkan semua jenis flora dan fauna tetap seimbang menurut proses alami dan habitatnya. Sementara itu, konservasi ex-situ dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan semua jenis flora dan fauna untuk menghindari bahaya kepunahan. Konservasi in-situ dan konservasi ex-situ memiliki bentuk aplikasi yang sangat beragam. Salah satu alternatif bentuk aplikasi konservasi tumbuhan secara ex-situ adalah arboretum. Arboretum merupakan salah satu upaya untuk menangkar dan membudidayakan tanaman yang berasal dari luar kawasan. Selain itu, arboretum dapat ditata sedemikian rupa sehingga mampu menjembatani bentuk antara kebun raya dan kebun koleksi kehutanan, terutama dalam fungsinya sebagai sumber plasma nutfah. Menurut Taman 1955, arboretum adalah taman pohon-pohon atau kayu- kayuan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan terutama bambu. Shadily 1980 menambahkan bahwa arboretum adalah tempat pohon-pohon dikembangbiakkan dan ditanam, baik secara individu maupun berupa tegakan untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Selanjutnya, Soetisna 1985 menyatakan bahwa arboretum adalah kebun dengan jenis tumbuhan lokal untuk tujuan pelestarian dan pendidikan. Manfaat arboretum bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan harus didukung dengan ketepatan memilih dan menentukan letak fasilitas pendukung arboretum. Pemilihan dan penentuan letak fasilitas pendukung yang tepat akan memberikan nilai unik dan kemudahan bagi pengunjung arboretum. Keberadaan sarana dan prasarana penunjang lainnya juga harus lengkap, baik sarana dan prasarana untuk tujuan pengelolaan, pendidikan, maupun kegiatan wisata.

2.3 Hutan Tanaman Industri