54
E. Penelitian Relevan
1. Iswinarti. 2010. Naskah Publikasi Penelitian Dasar Keilmuan. Nilai-Nilai
Terapiutik
Permainan Tradisional Engklek untuk Anak Usia Sekolah Dasar.
Penelitian ini didasari oleh penelitian sebelumnya yang telah menemukan bahwa Permainan Tradisional
Engklek
merupakan permainan yang mempunyai prosedur dan bentuk permainan yang bervariasi,
kompleks, dan paling dikenal oleh anak dibandingkan dengan permainan tradisional lainnya dan diduga mempunyai nilai
terapiutik
tinggi. Nilai
terapiutik
merupakan nilai yang terkandung dalam permainan yang mempunyai manfaat dalam membantu mengatasi permasalahan anak
Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang nilai
terapiutik
yang terkandung dalam Permainan Tradisional
Engklek.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 anak usia Sekolah Dasar kelas III dan IV. Lokasi
penelitian di kota dan kabupaten Malang. Objek penelitian adalah permainan anak tradisional
Engklek
sebanyak 11 jenisbentuk.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara kepada
anak-anak yang diminta bermain
engklek.
FGD dilakukan dengan melibatkan para dosen Fakultas Psikologi UMM dalam bidang Psikologi
Perkembangan dan Psikologi Klinis sebanyak 6 orang dalam rangka memperoleh masukan tentang nilai-nilai
terapiutik
sekaligus sebagai
55
metode pengujian keabsahan data. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif interpretatif.terhadap prosedur permainan
Engklek,
data hasil observasi dan wawancara, serta hasil FGD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai
terapiutik
yang terkandung dalam permainan tradisional
Engklek
meliputi: 1 Nilai sebagai alat deteksi untuk mengetahui anak yang mempunyai masalah 2
Nilai untuk perkembangan fisik yang baik. Aktivitas fisik meliputi kegiatan untuk berolah raga, meningkatkan koordinasi dan keseimbangan
tubuh, dan mengembangkan ketrampilan dalam pertumbuhan anak, 3 Nilai untuk kesehatan mental yang baik, yaitu: membantu anak untuk
mengkomunikasikan perasaannya secara efektif dengan cara yang alami, mengurangi kecemasan, pengendalian diri, pelatihan konsentrasi, 4 Nilai
problem solving, anak belajar memecahkan masalah sehingga kemampuan tersebut bisa ditransfer dalam kehidupan nyata, 5 Nilai sosial, anak
belajar ketrampilan sosial yang akan berguna untuk bekal dalam kehidupan nyata.
2. RR. Siti Murtiningsih. 2012. Prosiding Seminar Internasional
Multikultural dan Globalisasi. Pendidikan Multikultural melalui
Dolana n
Anak: Studi Tentang
Dolanan
Anak “
Sudamanda
” dalam Perspektif Teori Pendidikan John Dewey
Perkembangan teknologi
berdampak penting
bagi dunia
pendidikan, terutama permainan anak. Seperti diungkap Johan Huizinga 1990, manusia adalah
homo ludens,
manusia yang bermain. Dalam
56
permainan, manusia mengenali dunianya dan menjadikan permainan sebagai media pedagogik yang efektif untuk transfer nilai, selain transfer
pengetahuan. Permainan anak modern berbasis teknologi membawa persoalan pedagogic, di samping pengaruh positif dan negatif. Jenis
permainan berteknologi digital misalnya
Game Boy, Playstation 1-2-3, Nintendo
, kini menggusur permainan anak lokal dan tradisional. Penelitian Murtiningsih 2004, menemukan efek negatif
permainan ini, seperti perilaku agresif, dan sikap a-sosial pada anak. Sementara itu penelitian Suyami, seorang peneliti naskah kuno permainan
tradisional, menemukan bahwa di Jawa, hampir 90 persen dari 417 jenis permainan tradisional anak terancam punah, termasuk permainan
tradisional “sudamanda” sebagai permainan yang sangat terkenal pada masanya. Sebagai produk kebudayaan lokal, permainan anak tradisional
memuat aspek edukatif, terutama dimensi etik dan moral yang berbasiskan pada tata nilai lokal. Nilai-nilai pedagogis yang mencerminkan moralitas
dan jati diri lokal ini kian langka digerus oleh globalisasi. Globalisasi telah mengakibatkan pergeseran dalam cara pergaulan tradisional, dan juga
menyempitnya ruang publik, berdampak pada hilangnya ruang bermain sebagai media pendidikan anak.
Penelitian ini bertujuan menelisik lebih jauh aspek pedagogis yang termuat pada permainan anak “sudamanda” itu. Persoalan ini akan dikupas
dimensi filsafat pendidikan dan perspektif multikultura, sebagaimana digagas filsuf pendidikan John Dewey, terutama dalam karyanya
57
“
Experience and Education
” 1961 dan “
Democrazy and Education
” 1916. Melalui paham progresivisme Dewey, akan dilihat bagaimana
peran permainan anak tradisional seperti “sudamanda” itu bisa berperan menjadi alat transfer nilai yang menyandingkan nilai budaya lokal dalam
arus budaya global.
F. Kerangka Berfikir