c. Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri self learning materials
disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan sisiwa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
d. Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar
dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
”
6
3. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning
Kelebihan E-Learning Dalam bentuk beragam, E-Learning menawarkan sejumlah besar keuntungan yang tidak ternilai untuk pengajar dan pelajar.
1. Pengalaman pribadi dalam belajar: pilihan untuk mandiri dalam belajar
menjadikan siswa untuk berusaha melangkah maju, memilih sendiri peralatan yang digunakan untuk penyampaian belajar mengajar, mengumpulkan bahan-
bahan sesuai dengan kebutuhan. 2.
Mengurangi biaya: lembaga penyelenggara E-Learning dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya perjalanan untuk pelatihan, menghilangkan biaya
pembangunan sebuah kelas dan mengurangi waktu yang dihabiskan oleh pelajar untuk pergi ke sekolah.
3. Mudah dicapai: pemakai dapat dengan mudah menggunakan aplikasi E-Learning
dimanapun juga selama mereka terhubung ke internet. E-Learning dapat dicapai oleh para pemakai dan para pelajar tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
Kemampuan bertanggung jawab: Kenaikan tingkat, pengujian, penilaian, dan pengesahan dapat diikuti secara otomatis sehingga semua peserta pelajar,
pengembang dan pemilik dapat bertanggung jawab terhadap kewajiban mereka masing- masing di dalam proses belajar mengajar.
Beberapa kekurangan yang dimiliki oleh pemanfaatan e-Learning: Kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar atau bahkan antar pelajar itu sendiri. Kurangnya
interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar mengajar.
6
Dewi Salma Prawiradilaga, dkk, Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2004, hlm 199
Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisniskomersial.
1. Proses belajar mengajar cenderung ke arah pelatihan dari pada pendidikan.
2. Berubahnya peran pengajar dari yang semula menguasai teknik pembelajaran
konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT Information, Communication and Technology. Tidak semua
tempat tersedia fasilitas internet mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer.
3. Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki keterampilan tentang internet.
4. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
B. Belajar dan Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Banyak sekali yang memberikan pengertian mengenai belajar, sejalan dengan perkembangan cara pandang dan melalui pengalaman para ilmuan. Diantaranya yang
dikemukakan oleh para ahli, yaitu sebagai berikut: “Skinner, yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psychology: The
Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Pendapat ini
diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah: ”a process of progressive behavior adaption”.”
7
“Hintzman dalam bukunya the psychology of learning and memory berpendapat learning is a change in organism due to experience which can
affect the organism’s behavior. Artinya adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme manusia atau hewan yang disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. ”
8
Menurut Slameto, “belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
7
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, cet.3, hlm 60
8
Muhibbin Syah, psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 89
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.”
9
Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengalaman adalah suatu pembelajaran yang sangat berharga dalam menunjang
perubahan di dalam diri manusia. Perubahan yang terjadi dalam diri manusia disebabkan oleh pengalaman. Jadi pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk
apapun yang manusia lakukan, itu diartikan sebagai belajar. “Belajar bukan suatu
tujuan. Jadi, merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. ”
10
“Belajar berarti proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Dapat juga diartikan sebagai proses usaha individu untuk memperoleh
sesuatu yang baru dari keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalamannya. Tingkah laku individu itu dapat diklasifikasikan ke dalam
jenis-jenis berikut:
a. Kognitif, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan pengenalan atau
pemahaman tentang diri dan lingkungannya fisik, sosial, budaya, dan agama. Dengan demikian tingkah laku ini merupakan aspek
kemampuan intelektual individu, seperti mengetahui sesuatu, berpikir, memecahkan masalah, mmengambil keputusan, menilai dan meneliti.
b. Afektif, yaitu tingkah laku yang mengandung penghayatan suatu emosi
atau perasaan tertentu. Contohnya: ikhlas, senang, marah, sedih, menyayangi, mencintai, menerima, menyetujui, dan menolak.
c. Konatif, yaitu tingkah laku yang berkaitan dengan dorongan dari dalam
dirinya untuk mencapai suatu tujuan sesuatu yang diinginkan, seperti: niat, motif, cita-cita, harapan dan kehendak.
d. Motorik, yaitu tingkah laku yang berupa gerak-gerik jasmaniah atau
fisik, seperti: berjalan, berlari, makan, minum, menulis, dan berolahraga.
”
11
2. Teori-Teori Pokok Belajar
Ada beberapa teori belajar dikemukan oleh para ahli, yang dapat membuat kita bisa lebih memahami tentang belajar. Diantara teori itu adalah sebagai berikut:
a.
Teori Conditioning
9
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta, Bina Aksara, 1998, hlm. 02
10
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001, hlm. 29
11
Syamsu Yusuf, Psikologi Belajar Agama perspektif agama islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005, hlm. 9-10
“Teori ini dikemukakan oleh Paplov, bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil Conditioning, yakni hasil dari latihan atau kebiasaan mereaksi terhadap
syaratperangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupan. ”
12
Menurut teori ini yang terpenting dalam belajar adalah, manusia harus sering banyak melakukan latihan secara terus menerus. Untuk menjadikan seseorang itu
belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Teori ini lebih mengutamakan belajar itu terjadi secara otomatis.
b.
Teori belajar Thorndike
“Teori yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai hubungan antara stimulus dan respon, Thorndike dengan teorinya menyusun hukum-hukum
belajar seperti law of effect hubungan itu diperkuat atau diperlemah tergantung pada kepuasan dan ketidasukaan yang berkenaan dengan
penggunaannya. The law exercise apabila hubungan itu sering dilatih maka ia akan menjadi kuat dan the law of readiness siap untuk berbuat
memberi kepuasan sebaliknya tidak siap akan merasa tidak puas.
”
13
c.
Teori Gestalt
“Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori ini sering disebut Organism Psychology atau Field Psychology atau Insight Full Learning.
Teori ini berpenderian bahwa keseluruhan itu lebih penting dari bagian-bagianunsur- unsurnya.
”
14
Menurut pandangan teori ini manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu itu bertindak atas berbagai pengaruh baik
dari dalam maupun dari luar diri individu. Oleh karena itu, menurut teori gestalt, belajar bukan hanya sekedar proses antara
stimulus dengan respon yang diperkuat dengan latihan-latihan atau ulangan-ulangan, akan tetapi menurut teori ini belajar itu terjadi jika ada pemahaman.
12
Ngalim Purwanto, psikologi pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, hlm.91
13
Oemar Hamalik, proses belajar mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001, hlm. 39
14
Oemar Hamalik, proses belajar mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001, hlm. 40
d.
Teori Kontruktivis “Teori ini dikembangkan oleh Piaget, bahwa pada dasarnya setiap individu
anak kecil
sudah memiliki
kemampuan untuk
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksikan oleh anak
subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak
akan menjadi pengetahuan yang bermakna. pengetahuan tersebut hanya diingat sementara setalah itu dilupakan.
”
15
3. Jenis-jenis Belajar
“Untuk meningkatkan hasil belajar dalam pengaruh intruksional dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap hal-hal yang positif dan berguna
bagi siswa, guru harus pandai memilih isi pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah. Ada dua jenis
belajar yang perlu dibedakan, yakni belajar konsep dan belajar proses. Belajar konsep lebih menekankan hasil belajar kepada pemahaman fakta
dan prinsip, banyak bergantung pada apa yang diajarkan guru, yaitu bahan atau isi pelajaran, dan lebih bersifat kognitif. Sedangkan belajar proses atau
keterampilan proses lebih menekankan pada masalah bagaimana bahan pelajaran itu diajarkan dan dipelajari.
”
16
4. Hasil Belajar
Secara singkat dapat dikatakan bahwa hasil belajar berupa perolehan perubahan tingkah laku yang meliputi pengamatan, pengenalan, pengertian, perbuatan,
keterampilan, perasaan, minat dan bakat. Dalam dunia pendidikan hasil belajar dapat digunakan sebagai pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. “Suatu proses mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan
berhasil apabila tujuan intruksional khusus TIK-nya dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya, guru perlu mengadakan tes formatif setiap
menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses
15
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011,cet.8, hlm. 124
16
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hlm. 34-35
belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil.
”
17
“Hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas
sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat berupa perubahan dalam
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik .”
18
Dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar adalah angka yang diperoleh siswa yang telah berhasil menuntaskan konsep-konsep mata pelajaran, sperti mata pelajaran
IPS sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal KKM yang ditetapkan, sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Begitu juga hasil belajar dapat diartikan sebagai
perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil proses pembelajaran. Tidak ada guru seorangpun yang tidak menginginkan keberhasilan, hanya
seorang guru yang putus asa memberikan pernyataan seperti itu. Seorang guru mengajar, sudah memiliki motivasi yang tinggi, supaya bisa menjadikan anak
didiknya berhasil dalam belajar. Setiap proses belajar yang dilakukan oleh guru dan siswa pasti akan menghasilakn yang namanya keberhasilan belajar.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa, faktor itu bisa dikatakan sebagai penentu seorang dapat belajar dengan baik atau malah sebaliknya,
berhasil atau tidaknya belajar tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor internal atau faktor di dalam diri siswa, dan faktor dari luar diri siswa.
Sehubungan dengan hal itu, di bawah ini adalah penjelasan yang detail mengenai faktor yang mempengaruhi belajar. Diantaranya:
17
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006,cet.ke3, hlm 105
18
Pengertian Hasil Belajar. Artikel diakses pada tanggal 30 september 2013 dari http:tetap- belajar.blogspot.com201306pengertian-hasil-belajar-menurut-para.html
a Faktor Internal
Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri atau Factor internal, apa
yang ada dalam diri manusia itu dapat mempegaruhi, berhasil atau tidaknya belajar siswa. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
1 Faktor Fisiologis yang bersifat jasmaniah
“Kondisi umum jasmani dan tonus tegangan otot yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sndinya, dapat mempengaruhi semangat dan
intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.”
19
Keadaan jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang, kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang
maksimal. Oleh karena itu keadaan jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
“Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa
dalam menyerap informasi dan pengetahuan , khususnya yang disajikan di kelas.”
20
Panca indra yang setiap orang miliki mempunyai manfaat yang baik dan akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Akan ada perbedaan antara panca
indera seorang siswa yang baik, dengan yang kurang baik. Akan terlihat dari hasil belajar itu sendiri, karena dalam proses belajar, merupakan pintu masuk bagi segala
informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehingga manusia dapat menangkap dunia luar.
19
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 131
20
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 133
2 Faktor Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dalam perolehan pembelajaran siswa. Namun diantara faktor
rohani siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah “kematanganpertumbuhan, kecerdasan siswa, motifasi, minat, sikap dan bakat.”
21
a. KematanganPertumbuhan
“Kita tidak dapat mengajar ilmu pasti kepada anak kelas tiga sekolah dasar, atau mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk di
bangku sekolah menengah pertama. Semua itu disebabkan pertumbuhan mental yang belum matang untuk menerima pelajaran itu. Mengajarkan
sesuatu baru dapat berhasil jika tarap pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah
matang untuk itu.
”
22
b. KecerdasanIntelegensi Siswa
“Orang yang lebih cerdas pada umumnya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas.”
23
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya.
Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ
pengendali tertinggi dari hampir seluruh aktivitas manusia. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses
belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam
belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar
dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis
21
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, hlm. 102
22
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, hlm. 103
23
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hlm. 108
yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga
mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya. c.
Motivasi “Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia
ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.”
24
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
“Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.”
25
Motivasi juga diartikan sebagai
“pendorongan”,
26
Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-
kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. d.
Minat “Secara sederhana, minat interest berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.”
27
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena
memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau
pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan dengan membuat materi yang akan dipelajarai semenarik mungkin dan tidak
membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain
24
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, cet.3, hlm 136
25
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hlm. 109
26
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, hlm. 71
27
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, cet.3, hlm 136
belajar siswa kognitif, afektif, psikomotorik sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
e. Sikap
“Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons respon tendensi dengan cara yang relative tetap
terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. ”
28
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performa guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk
mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang
dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik
bagi siswanya, berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran
yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan siswa bahwa materi
yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa. “Menurut Ngalim Purwanto sikap baik yang harus ada dalam diri seorang
guru adalah bersikap adil, percaya dan suka pada murid-muridnya, sabar, memiliki wibawa, baik terhadap murid-muridnya, benar-benar menguasai
mata pelajarannya, bersikap baik terhadap guru yang lainnya, bersikap baik terhadap masyarakat, suka pada mata pelajaran yang diberikannya, dan
berpengetahuan luas.
”
29
f. Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses hasil belajar adalah bakat. “Secara umum, bakat aptitude didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang
28
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 135
29
Ngalim Purwanto, Strategi Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, hlm.143-148
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. ”
30
Dengan demikian, Bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat
tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang IPS akan lebih mudah
mempelajari sejarah-sejarah dan perhitungan ekonomi. Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki setiap individu, maka
para pendidik, orang tua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatar lain dengan mendukung, ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih sekolah mana yang akan diambil.
b Faktor-faktor Eksternal
Dalam hal ini, menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan social dan
faktor lingkungan nonsosial. 1.
Lingkungan Sosial “Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas
dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. ”
31
Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah.
30
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 135
31
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 137
Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
“Selanjutnya yang juga termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa
tersebut.”
32
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga
dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilkinya. “Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi belajar ialah orang tua dan
keluarga siswa itu sendiri.”
33
Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga letak rumah,
pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. 2.
Lingkungan Nonsosial. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
Menurut pendapat Muhibbin Syah, “faktor yang termasuk lingkungan nonsosial
ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat- alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
”
34
“Lingkungan fisikalami termasuk di dalamnya adalah keadaan sushu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar pada keadaan udara yang
segar akan lebih baik dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan
32
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, cet.3, hlm 138
33
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 138
34
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hlm 138
pengap.”
35
Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak
mendukung, proses belajar siswa akan terlambat. Faktor nonsosial yang dapat mempengaruhi belajar selanjutnya adalah Faktor instrumental.
“Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor
instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor keras hardware, seperti: gedung perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, perpustakaan, dan
sebagainya. Maupun faktor-faktor lunak software, seperti: kurikulum, bahanprogram yang harus dipelajari, pedoman-pedoman belajar dan
sebagainya.”
36
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
C. Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
“Ilmu sosial merupakan disiplin ilmu yang mengkaji perilaku manusia dalam ragam bentuknya. Disiplin ilimu ini meliputi sejumlah cabang
disiplin ilmu seperti: psikologi, geografi, ekonomi, politik, sosiologi dan antropologi. Dari enam ilmu sosial tersebut ada yang menganggap bagian
dari disiplin ilmu sosial, ada pula yang memisahkannya.
”
37
“IPS adalah perpaduan dari pilihan konsep-konsep ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, budaya dan sebagainya yang diperuntukan
sebagai pembelajaran pada tingkat persekolahan. ”
38
35
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hlm. 105
36
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hlm. 106
37
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: CV. Alfabeta, 2004, hlm. 189
38
Sapriya dkk, Pembelajaran dan Hasil Evaluasi Hasil Belajar IPS, Bandung: UPI Press, 2006, hlm. 03
Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa semua disiplin ilmu yang mempelajari tingkah laku kelompok umat manusia dapat
dimasukkan kedalam kelompok ilmu-ilmu sosial sosial sciences. “Kemudian, Ilmu
Pengetahuan Sosial IPS adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke pendidikan menengah.
”
39
“Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan
interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. IPS atau studi
sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, antropologi, filsafat dan psikologi sosial.
”
40
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa ilmu-ilmu sosial merupakan dasar dari IPS. Akan tetapi perlu dicamkan bahwa tidak semua ilmu-ilmu
sosial secara otomatis dapat menjadi bahanpokok bahasan dalam IPS. Tingkat usia, jenjang pendidikan dan perkembangan pengetahuan anak didik, sangat menentukan
materi-materi ilmu-ilmu sosial mana yang tepat menjadi bahan pokok bahasan dalam IPS.
2. Karakteristik Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
IPS Merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu sosial antara lain: Sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan Sejarah. Mata pelajaran IPS juga terdiri atas
beberapa konsep, prinsip dan tema yang berkenaan dengan hakekat kehidupan manusia sebagai mahluk sosial homo socious. Dalam penyampaian pembelajaran
IPS ini, seorang guru harus pandai membawa anak didiknya dalam mencapai
pemahaman.
39
Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbagai Kompetensi, ciputat: PT. Ciputat Pres, 2005, cet.1, hlm 22
40
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, cet.1, hlm 171
“Karakteristik IPS yaitu bagaimana kita sebagai pendidik memberikan berbagai pengertian yang mendasar yang harus dimiliki oleh peserta
didik, melatih berbagai keterampilan yang harus selalu dikembangkan melalu pendidikan IPS ini, serta mengembangkan atau membentuk
moral yang dibutuhkan oleh peserta didik. Karakteristik IPS ini ditentukan oleh jenjang pendidikan peserta didik atau usia peserta didik.
Adapun pada hakikatnya karakteristik IPS itu dapat dilihat dari dua aspek yaitu Interdisipliner dan Multidisipliner. Dimana interdisipliner
dapat ditijau dari rumpun-rumpun IPS seperti ekonomi,sosial, sejarah, geografi, antropologi dll, dalam artian hanya menggunakan satu ilmu
saja. Sedangkan multidisipliner itu merupakan penggabungan dari semua disiplin-disiplin ilmu IPS dimana penggabungannya itu saling
berkaitan.
”
41
3. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
“Ilmu Pengetahuan Sosial IPS bertujuan untuk “mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai sosial
budaya. ”
42
Menurut Nu’man Somantri, pada dasarnya terdapat empat pendapat mengenai
tujuan pembelajaran. “Pendapat pertama yang mengemukakan tujuan IPS adalah untuk
mendidik para siswa menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, sosiologi dan pengetahuan sosial lainnya. Pendapat kedua, tujuan pembelajaran IPS
ialah untuk menumbuhkan warga Negara yang baik. Pendapat ketiga, merupakan kompromi dari pendapat pertama dan kedua, bahwa
pembelajaran IPS harus menampung para siswa untuk lanjut studi lanjutan ke universitas maupun yang akan terjun langsung pada
kehidupan masyarakat. Pendapat keempat, tujuan pembelajaran IPS dimaksudkan untuk mempelajari bahan yang sifatnya tertutup,
41
karakteristik IPS. Artikel diakses pada tanggal 30 september 2013 dari http:rizukifarevi.blogspot.com201306hakikat-dan-karakteristik-konsep-dasar.html
42
Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbagai Kompetensi, ciputat: PT. Ciputat Pres, 2005, cet.1, hlm 24
maksudnya untuk
memecahkan konflik
intrapersonal maupun
antarpersonal. ”
43
Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan menembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan lingkungannya,
serta berbagai bekal siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
D. Kerangka Berpikir
Untuk meningkatkan hasil pembelajaran IPS, maka guru perlu melakukan perbaikan atas praktek pembelajaran yang dilakukan. Kemampuan dan ketepatan
guru dalam memilih strategi dan model pembelajaran yang menunjang pencapaian tujuan kurikulum dan sesuai dengan potensi siswa, merupakan bagian kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, karena tugas guru adalah menciptakan situasi yang kondusif sesuai dengan yang diharapkan dan mendorong siswa untuk
mencari dan mengembangkan bakat dan kemampuan. Dengan menjadikan siswa sebagai subjek belajar, maka paradigma yang dikembangkan dalam proses
pembelajaran adalah terciptanya suasana belajar yang lebih demokratis, kolaboratif dan konstruktif. Suasana belajar seperti ini akan menjadikan kelas sebagai miniatur
masyarakat yang dinamis, inovatif dan kreatif serta interaksi multi arah antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa semakin intens. Interaksi kelas yang
kondusif akan menentukan efektivitas pembelajaran yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar.
Bagaimanapun kegiatan proses pembelajaran tidak hanya menekankan kepada apa materi yang harus dipelajari anak didik pemahaman konsep-konsep, akan
tetapi lebih menekankan pada bagaimana peserta didik harus belajar belajar mengalami.
43
Sapriya dkk, Pembelajaran dan Hasil Evaluasi Hasil Belajar IPS, Bandung: UPI Press, 2006, hlm. 11-12
Konsep mata pelajaran IPS merupakan konsep yang memerlukan pemahaman lebih mendalam dari masing-masing siswa. Rendahnya penguasaan materi pelajaran
IPS tidak terlepas dari strategi pembelajaran di kelas serta media pembelajaran yang dikembangkan.
Proses belajar mengajar di kelas harus optimal supaya siswa mampu menguasai, mengembangkan, dan memanfaatkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, terutama
mata pelajaran IPS. Untuk itu diperlukan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa, motivasi, serta minat siswa dalam belajar di
kelas. Starategi pembelajaran di kelas kadang menjadi momok yang menakutkan bagi guru dalam pembelajaran di kelas, ini dikarenakan gaya belajar tiap siswa berbeda-
beda, oleh karena itu diperlukan strategi pembelajaran di kelas yang aktif, kreatif, dan menyenangkan tanpa mengesampingkan pembelajaran di kelas. Hal ini dapat dibantu
melalui media pembelajaran dengan menggunakan media e-learning. Salah satu media pembelajaran yang ditawarkan dalam pembelajaran IPS adalah
dengan menggunakan media pembelajaran e-learning. Media pembelajaran tersebut merupakan alternatif pengajaran yang memberikan sarana baru dalam kegiatan
belajar mengajar. Kegiatan belajar dirancang dalam bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk saling bekerjasama, saling membantu, dan lebih cepat
dalam memahami materi pelajaran IPS.
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan hipotesis tindakan sebagai berikut : Penerapan media e-learning dapat
meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada materi Peta, Atlas, dan Globe.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu
Waktu dalam penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 20122013. Karena Penelitian Tindakan Kelas PTK memerlukan beberapa siklus
yang membutuhkan proses belajar mengajar yang efektif di kelas. Oleh sebab itu waktu disesuaikan dengan kalender akademik sekolah. Adapun waktu penelitian
adalah sebagai berikut:
No Tanggal Kegiatan
1 Maret 2012
Pembuatan Proposal Penelitian 2
21 November 2012 Menyerahkan Surat Penelitian kepada Kepala
Sekolah SMP IT AL-ATIQIYAH 3
28 November 2012 Observasi
4 05 sd 31 Desember
2012 Membuat
RPP, Instrument
tes, Panduan
observasi.
29
5 21 dan 28 februari
2013 Pelaksanaan siklus I
6 06 dan 13 Maret 2013.
Pelaksanaan siklus II 7
01 Mei 2013 Penyususunan laporan penelitian
Tabel 3.1 2.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP IT AL-ATIQIYAH Cipanengah, Bojonggenteng, Sukabumi.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran.
“Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri dengan cara 1 merencanakan, 2 melaksanakan, dan 3 merefleksi tindakan
secara kolaboratif dan partisipasif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.”
44
“Secara etimologis, ada tiga istilah yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas, yakni penelitian, tindakan, dan kelas.
Pertama, penelitian adalah suatu proses secara pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis, empiris, dan control.
Kedua, tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan tertentu yang dilakukan peneliti oleh guru. Ketiga, kelas menunjukan pada tempat
proses pembelajaran berlangsung.”
45
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan, yang dengan sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama. Jadi dalam praktiknya penelitian tindakan ini melibatkan guru dan siswa dalam suatu proses pembelajaran.
44
Wiajaya Kusumah Dewi Dwigataama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Indeks, 2010, cet ke-2, hlm. 9
45
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Kencana, 2010, Cet. Ke2, hlm. 25
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri
melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas, sehingga hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Dengan demikian, PTK
berfokus pada kelas atau pada proses pembelajaran yang terjadi di kelas, bukan pada input kelas silabus, materi, dan lain-lain ataupun output hasil belajar. PTK harus
tertuju atau mengkaji mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Data yang didapat dianalisi melalui beberapa tindakan dalam siklus-siklus
tindakan. Adapun model penelitian tindakan ini meliputi empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Mc Taggrat
46
46
Trianto, Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas Teori dan Praktik , Jakarta : Prestasi Pustaka, 2011 , hal. 30
Perencanaan Refleksi
Siklus I Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan
Siklus II Refleksi
Pelaksanaan Pengamatan
?