63
memiliki otonomi yang membuat remaja tidak sepenuhnya tergantung dengan keluarga atau orang tuaGunarsa, 2004.
Remaja berpikiran sosial, suka berteman dan suka berkelompok sehingga kelompok teman sebaya memiliki pengaruh kuat pada evaluasi diri
dan perilaku remaja. Untuk memperoleh penerimaan kelompok, remaja awal berusaha menyesuaikan diri secara total dalam berbagai hal seperti model
berpakaian, gaya rambut, dan tata bahasa. Segala sesuatu pada remaja diukur oleh reaksi teman sebaya. Rasa memiliki merupakan hal yang penting sehingga
remaja berperilaku dengan cara memperkuat keberadaan merekaa di dalam kelompok teman sebaya. Di abaikan teman sebaya menimbulkan perasaan
inferioritas dan tidak kompeten Wong,2008. Menurut penelitian Darminto Rokhmatika 2013, terdapat hubungan
positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri siswa. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya maka
akan semakin tinggi pula penyesuaian diri siswa. Pada penelitian lain, Kristanti 2008 menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan dan positif antara
dukungan teman sebaya dengan penyesuaian diri remaja. Dukungan teman sebaya menyumbang 50,6,7 terhadap penyesuaian diri remaja. Sehingga pada
penelitian ini, dukungan keluarga tidak berpengaruh pada penyesuaian diri remaja santri.
64
2. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Diri
Analisa bivariat pada penelitian ini didapatkan P value 0,004 berarti 0,05. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional
dengan penyesuaian diri santri baru di Pondok Pesantren Darul Muttaqien. Hal ini sependapat dengan Showi 2009, Semakin tinggi tingkat kecerdasan
emosional siswa, semakin tinggi pula tingkat penyesuaian sosial siswa. Dapat disimpulkan bahwa dengan meningkatkan kecerdasan emosional maka
penyesuaian diri individu juga meningkat pula. Kecerdasan emosional membuat individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah
karena individu mampu mengelola emosi diri dan orang lain secara tepat sesuai keadaan lingkungan TridhonantoAgency,2009.
Kecerdasan emosional bisa ditingkatkan dengan latihan yaitu dengan melatih diri menentukan perasaan, mengekspresikan emosi, mementingkan
kebutuhan orang lain, menghormati perasaan orang lain, menunjukkan sikap empati, memecahkan masalah yang dihadapi dengan sikap sportif
TridhonantoAgency,2010. Menurut Rohman 2009, upaya-upaya dalam mengembangkan kecerdasan emosional bisa dilakukan guru atau pengajar pada
siswanya yaitu menerapkan konsep obat hati seperti dzikir, menumbuhkan empati siswa dengan ta‟ziah, menumbuhkan sikap tanggung jawab dengan
memilih kepengurusan kelas, mengajak siswa melakukan hal-hal positif seperti membaca dan membentuk fisik yang kuat seperti melakukan senam bersama.
Upaya-upaya pengembangan kecerdasan emosional di Darul muttaqien juga sudah dilakukan oleh ustad dan ustazah sebagai berikut: 1 Konsep obat
65
hati yaitu santri diajarkan pelajaran agama, diarahkan untuk rajin membaca sholawat, dzikir, dan membaca Al-
Qur‟an. Kegiatan spiritual bisa mengasah ketajaman perasaan sehingga membangun emosi yang stabil, tenang dan penuh
kedamaian Martin,2006; 2 Menumbuhkan empati yaitu santri diajarkan tentang pentingnya mengunjun
gi atau ta‟ziah ketika ada temannya yang sakit atau ketika ada yang meninggal dunia; 3 Menumbuhkan sikap tanggungjawab
yaitu santri diberikan kepercayaan dan tanggung jawab oleh ustad atau ustazah untuk menjadi mengurus pondok. Dengan membentuk suatu badan
kepengurusan yang dijalankan oleh santri baik di asrama maupun dikelas. Jika suatu tanggung jawab diabaikan maka akan muncul rasa takut dan gelisah.
Emosi yang tidak stabil bisa terjadi akibat kegelisahan, tidak enak, takut dan merasa sesuatu tidak benar. Sehingga perlu untuk mengembangkan
kemampuan untuk melaksanakan tanggung jawab sebaik mungkin dalam rangka meningkatkan kestabilan emosi Goleman,2004; 4 Membimbing
santri melakukan hal-hal positif yaitu pada kegiatan ekstrakurikuler, praktek pengabdian masyarakat PPM, tour santri, seminar motivasi santri dan lomba
karya ilmiah. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif, bisa meyalurkan sifat-sifat agresif dan memperluas pergaulan. Sehingga emosi bisa lebih stabil
serta melatih membina hubungan sosial dengan orang lain melalui kegiatan- kegiatan tersebut TridhonantoAgency,2010; 5 Membentuk santri yang
memiliki fisik yang sehat dan kuat dengan melakukan olahraga, pramuka dan outbound. Kondisi fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan emosi. Kondisi fisik yang baik dan istirahat yang cukup bisa membuat emosi seseorang lebih stabil Martin,2006.