58
muhadoroh dan pramuka. Adapula kegiatan tidak wajib atau kegiatan pilihan seperti melukis, musik, teater, karate, seni tari dan lain-lain. Ditambah lagi
dengan tersedianya fasilitas pendukung seperti perpustakaan, laboratorium, sarana kesenian dan olahraga. Sehingga waktu luang santri bisa digunakan
untuk kegiatan ekstrakurikuler atau aktivitas lain sesuai keinginan.
2. Gambaran Frekuensi Kunjungan Keluarga
Semakin banyak frekuensi kunjungan keluarga maka semakin rendah pula tingkat stres seseorang Puji,2010. Dukungan keluarga pada anggotanya
memberikan kontribusi penting dalam penyesuaian diri dan untuk mencegah stres. Keluarga merupakan sumber dukungan emosional yang bisa
meningkatkan penyesuaian diri ke arah positif. Keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi koping dan penyesuaian diri pada individu Bleyer, et
al,2007. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa mayoritas kunjungan keluarga yaitu tergolong sering mengunjungi sebanyak 57,5. Angka ini
menunjukkan bahwa mayoritas santri setiap 2 minggu dikunjungi atau tergolong sering mendapat kunjungan dari keluarganya. Hal ini berbeda dengan
penelitian Georgas, et al. 2006 yang menyatakan bahwa keluarga mengunjungi mahasiswa 4,22 kali dalam setahun. Perbedaan ini karena
perbedaan responden yaitu mahasiswa. Pada penelitian ini frekuensi kunjungan keluarga tergolong sering
karena kunjungan keluarga pada santri di pondok Pesantren Darul Muttaqien tidak dibatasi. Namun keluarga wajib melapor kepada petugas atau pengurus
terlebih dahulu sebelum bertemu santri. Ketika berkunjung, keluarga biasa
59
bertemu anak di tempat tertentu atau bisa juga berkunjung ke kamar asrama untuk melihat langsung keadaan anaknya. Jika keluarga ingin membawa santri
keluar dari area pesantren, maka terlebih dahulu izin kepada ustad atau ustazah. Kunjungan keluarga merupakan bentuk interaksi keluarga yang hidup
berjauhan melalui pertemuan informal dengan bertatap muka secara langsung Kelly,2007. Pada santri baru, keluarga di awal bisa sering mengunjungi anak
di pondok pesantren. Setelah anak merasa sudah jauh lebih baik maka interval mengunjungi bisa dikurangi sehingga anak mandiri atau tidak terlalu
tergantung pada orang tua Azizah, 2013.
3. Gambaran Kecerdasan Emosional
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional santri mayoritas tergolong tinggi yaitu 50,6. Angka ini menunjukkan bahwa santri
baru Pondok Pesantren Darul Muttaqien memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini sependapat dengan penelitian Khalifah 2009, yang menyatakan
mayoritas kecerdasan emosional santri tergolong tinggi 37. Hal ini berbeda dengan Latifah 2010 yang melakukan penelitian pada siswa sekolah biasa
yang menyatakan mayoritas kecerdasan emosional siswa tergolong sedang 64. Firmansyah 2010 juga menyatakan mayoritas kecerdasan emosional
siswa tergolong sedang 44,44. Penelitian tersebut berbeda karena perbedaan pada responden, pada penelitian dengan mayoritas kecerdasan
emosional tinggi menggunakan responden santri sedangkan mayoritas kecerdasan emosional sedang menggunakan responden siswa sekolah umum.