KESIMPULAN DAN SARAN A.

xvii DAFTAR SINGKATAN EQ : Emotional Quotinent EQ-I : Emotional Quotinent Inventory IQ : Intelligence Quotinent MA : Madrasah Aliyah MSCEIT : Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence Test MTs : Madrasah Tsanawiyah SQ : Spiritual Quotinent TMI : Tarbiyatul Muallimin Wal Muallimat Al-Islami xviii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh Puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Frekuensi Kunjungan Keluarga dan Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Diri Santri Baru di Pondok Pesantren Darul Muttaqien Bogor ”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan S.Kep UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta menerapkan ilmu yang didapat oleh penulis dalam perkuliahan. Proses penyelesaian skripsi ini telah dijalani tahap demi tahap dengan penuh perjuangan dan pengorbanan hingga akhirnya terselesaikan. Peneliti menyadari, skripsi ini dapat terselesaikan berkat arahan, dukungan, masukan, do‟a dan bantuan yang diberikan kepada penulis. Dengan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang tidak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta 2. Bapak Prof. Dr. Dr. MK Tadjudin, Sp.And selaku Dekan FKIK Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta. xix 4. Ibu Ns. Uswatun Hasanah, MNS selaku pembimbing akademik yang dengan sabar mengarahkan dan membimbing selama diakademik. 5. Ibu Ns. Eni Nur‟aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan sekaligus sebagai pembimbing pertama. Terima kasih sebesar-besarnya kepada beliau yang telah meluangkan waktu, tenaga dan kesabaran selama membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 6. Ibu Gusrina Komara Putri, MSN selaku pembimbing kedua. Terima kasih sebesar-besarnya kepada beliau yang telah meluangkan waktu, tenaga dan kesabaran selama membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 7. BapakIbu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Kementerian Agama yang telah memberikan beasiswa dan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Pondok Pesanten Darul Muttaqien yang telah memberi izin dan membantu peneliti selama proses penelitian. 10. Ucapan terima kasih teristimewa untuk Ayahanda Arifien Djarni dan Ibunda Jamilah Hadari yang telah memberikan dukungan dan do‟a selama proses penyelesaian skripsi ini. xx 11. Adik-adik tercinta Jumiansyah Arifien dan Hafizun Arifien. Terima kasih sebesar- besarnya atas dukungan dan do‟a kalian selama ini. 12. Sahabat-sahabat penulis dan seluruh teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2010 yang telah memberi semangat, dukungan dan dorongan kepada penulis. 13. Semua pihak yang telah membantu selesainya proposal skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia dari Allah SWT dan apa yang telah penulis peroleh selama proses pendidikan dapat bermanfaat dan diamalkan dengan baik. Wassalamu’alaikum Warohmatullahhi Wabarokatuh Ciputat, Juli 2014 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang memfokuskan diri pada pembelajaran islam mulai dari teologi, fiqih, sampai gramatika bahasa arab. Pesantren bisa dikatakan lembaga pendidikan tertua karena merupakan lembaga pengembangan Islam dan pembinaan keberagaman umat. Dalam unsur pesantren, setidaknya ada tiga unsur yang saling terkait. Pertama yaitu Kiai adalah orang yang memberi landasan sistem pembelajaran. Kedua yaitu para santri yakni murid yang belajar pengetahuan keislaman. Ketiga, pondok yaitu asrama yang disediakan untuk mengakomodasi para santri yang biasanya dalam bentuk sederhana Turmudi,2008. Menurut Pigeaud dan de Graaf 1985 dalam Poesponegoro, 2008, pesantren sudah ada sejak abad ke-16 sedangkan menurut Marten Van Bruinessen 1992 dalam Poesponegoro, 2008, pesantren baru ada pada pertengahan abad ke- 18 tepatnya tahun 1742. Sebelum sistem pendidikan modern diperkenalkan oleh Belanda, pesantren adalah satu-satunya sistem pendidikan yang ada di Indonesia bahkan sampai sekarang. Menurut data Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama tahun 2011-2012, jumlah pesantren di Indonesia yaitu 27.230 pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Populasi pondok pesantren terbesar berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Banten 78,60. Sedangkan jumlah santri pondok pesantren secara keseluruhan adalah 3.759.198 2 orang santri, terdiri dari 1.886.748 orang santri laki-laki 50,19, dan 1.872.450 orang santri perempuan 49,81. Pesantren biasanya berisi santri yang berasal dari desa sekitarnya. Jika pesantren sudah terkenal, biasanya para santri datang dari tempat jauh sehingga disediakan asrama untuk santri yang mukim. Berdasarkan tempat tinggal, santri dapat dibedakan antara lain santri mukim dan santri tidak mukim Poesponegoro,2008. Menurut data Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama tahun 2011-2012, jumlah santri di Indonesia berdasarkan kategori tinggal yaitu terdapat 3.004.807 orang santri mukim 79,93 dan 754.391 orang santri tidak mukim 20,07. Dari data tersebut disimpulkan sebagian besar santri bermukim di pondok, dan tentunya bagi santri baru yang bermukim harus melalui proses penyesuaian diri pada lingkungan baru di pondok pesantren yang baru ditinggali. Penyesuaian diri merupakan cara individu dalam bereaksi terhadap tuntutan-tuntutan atau suatu proses yang melibatkan respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi tuntutan-tuntutan yang sedang dihadapi. Penyesuaian diri berbeda-beda menurut norma-norma sosial dan budaya serta tiap individu berbeda-beda dalam tingkah laku Semiun,2006. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri individu yaitu kondisi fisik, kepribadian, pendidikan, lingkungan serta faktor agama dan budaya. Faktor- faktor ini mempunyai efek yang menentukan proses penyesuaian diri seseorang AliAsrori, 2011. Faktor lingkungan yang di dalamnya merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan 3 masyarakat. Lingkungan baru bagi santri di pesantren tentunya berbeda dari keadaan dirumah, tetapi walaupun jauh dari rumah, keluarga tetap bagian penting dalam kehidupan seseorang. Salah satu faktor penyesuaian diri adalah keadaan lingkungan keluarga. Keluarga merupakan bagian dari manusia yang selalu berhubungan dengan kita. Keluarga mempunyai peran masing-masing baik peran dalam keluarga maupun dimasyarakat. Keluarga merupakan sistem sosial yang memiliki fungsi, mampu menyelesaikan masalah, mempengaruhi kelompok lain, dan perilaku individu merupakan gambaran nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga Suprajitno,2004. Dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi penyesuaian diri anak. Dukungan keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan kemampuan penyesuaian diri anak. Dukungan keluarga yang positif yang dirasakan anak merupakan suatu bantuan yang dapat mendukung penyesuaian diri anak yang baik pula Wihastuti,dkk, 2012. Dukungan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang. Salah satu bagian dari dukungan keluarga adalah kunjungan keluarga Azizah, 2013. Menurut Leathers, semakin sering kunjungan keluarga maka anak akan semakin bisa menyesuaikan diri kembali dengan keluarga dalam proses reuni kembali keluarga. Sehingga cara tersebut bisa memberi dampak positif bagi anak Leathers, 2002. Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih 2011, tentang hubungan dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada santri di Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta. Ningsih menyimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial terhadap penyesuaian diri. Studi 4 lebih lanjut ditemukan bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin tinggi penyesuaian diri santri. Selain faktor keluarga, ada faktor diri yang mempengaruhi penyesuaian diri salah satunya kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yang merupakan faktor internal yang dapat mempengaruhi proses adaptasi seseorang pada suatu perubahan seperti perubahan pada lingkungan baru. Kecerdasan emosional memberikan perasaan yang membuat manusia memiliki rasa empati, motivasi, malas, semangat dan sebagainya Bahaudin,2007. Kecerdasan emosional telah menjadi topik utama penelitianan ilmiah dan analisis. Washington, et al. 2013 menjelaskan bahwa perbedaan manusia menunjukkan perlunya untuk memperoleh keterampilan kecerdasan emosi untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang langgeng dalam lingkungan belajar yang multikultural. Kecerdasan emosional sangat penting untuk memahami keanekaragaman pada tiap orang. Penelitian tekait tentang pengaruh kecerdasan emosional yang dilakukan oleh Muflihah 2004 pada remaja Kelas I dan II di Madrasah Aliyah An-Nur Bululawang Malang. Pada penelitian ini diketahui bahwa 35 siswa memiliki kecerdasan emosional sedang atau cukup tinggi dan 36.67 tingkat penyesuaian dirinya tergolong sedang. Studi lebih lanjut menemukan bahwa siswa dengan kecerdasan emosional sedang atau cukup tinggi memiliki tingkat penyesuaian diri sedang. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri siswa. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pondok Pesantren Darul Muttaqien, didapatkan beberapa peraturan yang sangat ditekankan di pesantren. 5 Peraturan seperti hanya boleh keluar dari area pesantren jika sudah mendapat izin, tidak boleh membawa alat komunikasi atau harus mendapat izin dari ustad ustazah dulu jika ingin pulang ke rumah dan lain-lain. Serta banyaknya kegiatan- kegiatan yang harus diikuti santri sesuai jadwal yang ditentukan. Banyaknya peraturan dan kegiatan tersebut merupakan tuntutan-tuntutan yang harus dihadapi santri baru yang belum terbiasa sehingga memerlukan penyesuaian diri. Survei kemudian juga dilakukan untuk meyakinkan peneliti pada 15 orang santri kelas VII Madrasah Tsanawiyah yang bermukim di Pondok Pesantren Darussalam Sengkubang, Pontianak. Untuk penyesuaian diri santri didapatkan mayoritas dalam kategori sedang 66,67, sedangkan persentase kategori tinggi 33,33. Untuk kecerdasan emosional mayoritas dalam kategori sedang 55,33, sedangkan kategori tinggi 46,67. Sedangkan untuk frekuensi kunjungan keluarga, didapatkan rata-rata keluarga berkunjung sebanyak 6,2 kali dalam 6 bulan terakhir santri berada di asrama. Faktor keluarga dan kecerdasan emosional merupakan dua dari berbagai faktor yang bisa mempengaruhi penyesuaian diri seseorang. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti baik dari kedua faktor tersebut yang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri santri baru. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan frekuensi kunjungan keluarga dan kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri santri.