positif dan menguntungkan pula upaya-upaya komunikasi tim. Lebih lanjut, Wong dan Law 2002 menemukan bahwa komunikasi yang positif diperlukan untuk
menunjang keberhasilan dalam lingkungan kerja. Dengan kata lain, komunikasi yang efektif berpengaruh untuk meningkatkan upaya-upaya koordinasi, yang selanjutnya
akan meningkatkan kinerja tim.
b. Empati Empathy
Hasil penelitian tentang empati sebagai indikator efektivitas komunikasi ditemukan 69.6 responden menyatakan kadang-kadang para pasien sering mencari
dokter untuk mengungkapkan masalahnya, karena dokter selalu menjaga kesopanan dalam berbicara. Sesuai penelitian Riggio and Taylor 2000 yang menemukan
terdapat pengaruh yang signifikan positif dimensi kompetensi komunikasi khususnya dimensi empati empathic concern, perspectivetaking terhadap kinerja petugas
medis. Dalam proses pemeriksaan pasien, seorang dokter harus berpedoman pada
etik kedokteran yang pada umumnya berlaku seperti misalnya: 1 memberi kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk mengiformasikan keluhan, gejala,
pengamatan, riwayat sakit dan sebagainya tanpa interupsi, 2 tanya jawab untuk penjelasan dan kejelasan, tanya jawab yang terarah dengan selalu menghormati
integritasnya, kepercayaan dan kerahasiaan dari pasien dan keluarganya, 3 memberi informasi, penyuluhan dan pembinaan yang cukup dan dapat dimengerti pasien dan
keluarganya, sehingga mampu mengambil keputusan yang perlu untuk informed consent pasien.
Universitas Sumatera Utara
c. Sikap Mendukung Supportiveness
Hasil penelitian tentang sikap mendukung sebagai indikator efektivitas komunikasi ditemukan 62.0 responden menyatakan kadang-kadang melakukan
untuk mencapai penyembuhan pasien, saya percaya bahwa suatu proses penyembuhan akan lebih optimal dengan komunikasi dengan pasien serta kadang-
kadang bersedia mendengar pandangan atau pendapat pasien meskipun berlawanan dengan pendapat dokter. Ketika seorang pasien nampak ragu untuk memutuskan
sebuah pilihan tindakan, dokter diharapkan memberikan dukungan agar keraguan itu berkurang atau bahkan hilang, sehingga si pasien menjadi percaya diri dan berani saat
memilih keputusan itu. Walaupun akibat keputusan itu akan menimbulkan ‘derita’, dengan dukungan dokter, derita akan dianggap konsekuensi oleh pasien, bukan resiko
posisi sebagai ‘korban’. Akan lebih baik jika dokter mencontohkan walaupun hanya karangan bahwa dia juga akan mengambil keputusan yang sama dengan
pasien jika dia memiliki masalah seperti itu. Dari pengalaman sendiri dan hasil pengamatan serta cerita-cerita para pasien,
diketahui bahwa hampir semua pasien yang harus ditangani diobati oleh dokter memiliki rasa takut yang besar. Yang terutama adalah ketakutan pada rasa sakit yang
ditimbulkan oleh alat-alat yang digunakan. Rasa takut itu sudah muncul hanya dengan melihat alat-alat yang sudah siap di meja sebelah kursi, bahkan jika alat itu
tidak menimbulkan kesakitan cermin, misalnya. Seorang dokter diharapkan menyadari dan peduli pada perasaan ini empati dan menunjukkan pada pasien
bahwa ia perduli. Kejujuran seorang dokter yang mengatakan “Anda akan merasakan
Universitas Sumatera Utara
sakit sebentar…” justru akan menenangkan pasien karena pasien merasa tidak sendirian dalam merasakan sakit. Ada orang lain yang perduli.
d. Sikap Sportif Sportiveness