commit to user
95
hasil kuosioner, data observasi lapangan dan wawancara juga dilakukan untuk mendukung proses analisis
Hasil data selanjutnya dilakukan pengolahan dan diinterpretasikan secara diskriptif kuantitatif. Selain intepretasi data, dalam melakukan
analisis ini juga digunakan analisis statistik Paried-sample T test, yaitu analisis dengan melibatkan 2 pengukuran pada subyek yang sama sebelum
dan sesudah relokasi. Dalam melakukan analisis statstik dibantu dengan menggunakan SPSS Versi 14. Subjek yang diukur yaitu kondisi fisik
kelayakan rumah, kualitas lingkungan permukiman, aksesibilitas, kondisi ekonomi
pendapatan pengeluaran,
kemudahan mendapatkan
pekerjaan, Kondisi Sosial relasi sosial. Dengan analisis tersebut maka dapat diketahui tingkat Signifikansi dampak yang terjadi setelah program
relokasi yang dilakukan di kelurahan pucangsawit.
1. Dampak Relokasi Terhadap Kondisi Fisik Lingkungan
Permukiman
Permukiman dalam arti luas meliputi rumah dengan segala fasilitas pendukungnya yang bersama membentuk suatu lingkungan
permukiman. Fasilitas permukiman mencakup sarana dan prasarana yaitu meliputi ketersediaan pelayanan air bersih, sanitasi aksesibilitas
dan sebagainya yang kesemuanya sangat penting bagi kehidupan masyarakat dalam permukiman tersebut.
Indikator yang digunakan untuk melihat dampak fisik lingkungan permukiman yaitu kelayakan rumah, kualitas fisik lingkungan
permukiman air bersih, MCK, listrik, sampah dan aksesibilitas. Berikut uraian mengenai dampak fisik lingkungan permukiman
program relokasi yang dilakukan di Kelurahan Pucangsawit.
a. Kelayakan Rumah
1 Status Kepemilikan Lahan dan Rumah
Dari hasil survey yang dilakukan, pada waktu bertempat tinggal
di permukiman
bantaran sungai
Kelurahan Pucangsawit tidak ada responden yang memiliki sertifikat atas
commit to user
96
kepemilikan lahan dan bangunan yang mereka jadikan sebagai tempat tinggal 0. Semua responden menyatakan lahan
yang mereka tempati adalah lahan illegal 100. Lahan yang mereka tempati merupakan lahan milik pemerintah karena
berada di bantaran sungai. Mereka juga menyatakan bahwa telah lama menempati lahan di bantaran tersebut, meski sadar
bahwa lahannya bukan milikkya. Namun karena keterbatasan ekonomi dan melihat adanya lahan kosong, mereka
memanfaatkan sebagai lahan untuk permukiman. Setelah program relokasi masyarakat yang tinggal
dibantaran dipindahkan pada lokasi permukiman baru yaitu di Kelurahan Mojosongo. Pada lokasi tersebut semua responden
menyatakan telah memiliki status lahan dan rumah berupa Sertifikat Hak Milik 100 dan legal sebagai lokasi
permukiman dan tidak ada responden yang memiliki lahan dan rumah tanpa Sertifikat Hak Milik 0.
Gambar 6.1 Status Kepemilikan Lahan Sebelum dan Setelah Program
Relokasi
Sumber : Pengolahan data Kuosioner, 2010
50 100
Hak milik Sewa
ilegal Sebelum
68 sesudah
68
ju m
lah
Status Kepemilikan Lahan
commit to user
97
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada saat responden tinggal di permukiman bantaran sungai di
kelurahan pucangsawit lahan yang mereka tempati tidak memiliki status hukum. Dengan adanya program relokasi
status kepemilikan lahan warga mengalami peningkatan dari yang semula tidak memiliki kepastian hukum akan tempat
tinggal mereka menjadi permukiman yang legal dengan status sertifikat Hak milik. Dengan adanya sertifikat kepemilikan
lahan tersebut maka masyarakat mearsa lebih tenang dalam memperbaiki kondisi rumahnya untuk menjadi lebih baik
tanpa adanya rasa takut dan tidak akan menimbulkan permsalahan dikemudian hari.
Jaminan kepemilikan akan lahan menjadi sangat relevan dan sagat tepat dalam program relokasi yang dilakukan,
karena pada lokasi permukiman yang lama adalah permukiman yang kumuh dengan tidak memiliki legalitas
kepemilikan lahan liar. Masyarakat yang tinggal di lokasi permukiman kumuh liar cenderung memiliki kekawatiran
akan terjadinya penggusuran. Status kepemilikan atas lahan yang terjamin secara langsung juga dapat diartikan bahwa
masa depan penghuni dan keluarganya menjadi terjamin, sehingga mereka hidup lebih tenang tanpa harus kawatir jika
terjadi penggusuran. Di lokasi relokasi seluruh lahan yang mereka tinggali
memiliki status hak milik. kawasan relokasi di kelurahan mojosongo merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk
pengembangan permukiman dalam RUTRK Kota Surakarta. Dengan kondisi tersebut lokasi relokasi secara fungsional telah
mengemban fungsi rumah sebagai penunjang rasa aman security. Seperti dikemukakan oleh turner, maka program
relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta
commit to user
98
dengan di Kelurahan Pucangsawit yang memberikan jaminan
terhadap status kepemilikan lahanya dinilai sangat baik,
karena dalam menyediakan perumauah dan permukiman khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah seperti
pada masyarakat yang direlokasi salah satu aspek yang diperhatikan yaitu adanya kepemilikan lahan dan rumah yang
jelas.
2 Kondisi Rumah
Kondisi rumah pada saat tinggal dipermukiman bantaran sungai di Kelurahan Pucangsawit berdasarkan observasi yang
pernah dilakukan oleh peneliti sebelum direlokasi dapat dikatakan dalam kondisi yang kurang baik, kondisi ini
ditandai oleh struktur dinding bangunan rumah yang sebagian besar masih terbuat dari bambo “Gedeg”, papan, seng, lantai
bangunan yang masih tanah, jarak atap bangunan dengan lantai dasar yang terlalu pendek sehingga penghawaan dan
pencahayaan menjadi terganggu dan dapat menimbulkan ganggua kesehatan bagi penghuninya.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap kualitas rumah sebelum direlokasi diketahui bahwa ada sebanyak 44,12
responden menyatakan bahwa kondisi rumah yang mereka huni sebelum direlokasi dalam kondisi kurang baik dan
29,41 yang menyatakan cukup baik, sedangkan yang menyatakan rumah mereka sudah dalam kondisi baik hanya
sebesar 26,47 . Setelah direlokasi ke lokasi permukiman baru di
Kelurahan Mojosongo kondisi kualitas rumah saat ini sudah mengalami perubahan yang lebih baik. Kondisi ini dapat
dilihat dari struktur dinding bangunan rumah yang sudah permanen dengan menggunakan dinding tembok, lantai
bangunan yang sudah baik dan pola rumah yang tertata dengan
commit to user
99
baik. Bila dilihat dari aspek teknis formal secara umum kondisi fisik bangunan rumah pada lokasi relokasi saat ini
sudah sesuai dengan SK Menteri PU No.20Kpts1986 tentang pedoman Teknik Rumah Sederhana Tidak Bersusun. Kondisi
bangunan rumah relative lebih baik dari kondisi rumah di lokasi lama. Kondisi ini juga dapat dilihat dari penilaian
masyarakat terhadap kondisi rumahnya yaitu 76,47 responden menyatakan kondisi rumahnya saat ini sudah baik,
responden yan menyatakan kondisi rumahnya saat ini sudah cukup baik ada sebanyak 20,59 , sedangkan yang
menyatakan kurang baik hanya ada sebanyak 2,94 responden.
Berikut adalah penilaian masyarakat yang direlokasi terhadap kondisi rumahnya sebelum dan sesudah direlokasi.
Tabel 6.7 Penilaian Responden Terhadap Kondisi Rumah Sebelum
dan Setelah Direlokasi No
Kondisi Rumah
Jumlah Persentase
Keterangan Sebelum Setelah Sebelum Setelah
1 Sangat Baik
0.00 0.00
Tetap 2
Baik 18
52 26.47
76.47 Naik 50
3 Cukup Baik
20 14
29.41 20.59
Turun 8,82 4
Kurang Baik 30
2 44.12
2.94 Turun 41,17
5 Buruk
0.00 0.00
Tetap
Jumlah 68
68 100.00
100.00
Sumber : Pengolahan Data Kuosioner, 2010
commit to user
100
Gambar 6.2 Kondisi Rumah Sebelum dan Setelah Program Relokasi
Sumber : Pengolahan Data Kuosioner, 2010
Berdasarkan hasil analisis penilaian terhadap kondisi rumah diatas dapat diketahui bahwa untuk kondisi rumah yang baik
mengalami peningkatan 50 setelah direlokasi, sebaliknya untuk kondisi rumah kurang baik mengalami penurunan
sebesar 41 setelah direlokasi. Berdasarkan analisis dengan menggunakan perhitungan
statistik yang dibantu dengan SPSS Versi 14 didapatkan hasil sebagai berikut :
Sign Test Frequencies
N Kondisi Rumah Setelah –
Kondisi Rumah Sebelum Negative
Differencesa 1
Positive Differencesb
38 Tiesc
29 Total
68 a Kondisi Rumah Setelah Kondisi Rumah Sebelum
b Kondisi Rumah Setelah Kondisi Rumah Sebelum c Kondisi Rumah Setelah = Kondisi Rumah Sebelum
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
sangat baik
baik cukup
baik kurang
baik buruk
Kondisi Rumah Sebelum dan Setelah Relokasi
sebelum setelah
commit to user
101
Paired Samples Test
Paired Differences t
df Sig. 2-
tailed
Mean Std.
Deviatio n
Std. Error
Mean 95 Confidence
Interval of the Difference
Lower Upper
Kondisi Rumah
Sebelum – Kondisi
Rumah Setelah -.91176
.97330 .11803 -1.14735
-.67617 -7.725 67
.000
Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa jumlah sampel yang mengalami perubahan ada sebanyak 39 responden,
dengan 1 responden 1,47 mengalami penurunan pada kondisi rumah setelah direlokasi, 38 responden 55,88
mengalami peningkatan pada kualitas rumahnya, sedangkan 29 responden 42,64 tidak mengalami perubahantetap.
Dari hasil pengujian juga didapat nilai t Hitung = -7.725,
dengan demikian maka nilai t hitumg 7,725 dari t tabel
1.29 artinya bahwa ada peningkatan yang Signifikan terhadap kondisi rumah setelah direlokasi. Hipotesis yang
digunakan yaitu Ho : Peningkatan kondisi rumah sebelum dan sesudah relokasi tidak Signifikan ; HI : Peningkatan kondisi
rumah sebelum dan setelah relokasi Signifikan Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa program
relokasi yang dilakukan Kelurahan Pucangsawit memberikan dampak yang lebih baik pada kondisi rumah dibandingkan
dengan sebelum direlokasi, sehingga program relokasi dapat
dikatakan telah berhasil dalam meningkatkan kualitas rumah.
Adanya peningkatan kondisi rumah setelah direlokasi dikarenakan dalam program relokasi ini masyarakat diberi
kepastian hukum dalam kepemilikan lahan dan rumah berupa
commit to user
102
yaitu sertifikat hak milik. Dengan adanya legalitas tersebut maka masyarakat lebih merasa tenang dan tidak ragu untuk
memperbaiki kondisi rumahnya. Selain itu adanya dukungan pinjaman dari UN-Habitat juga dimanfaatkan masyarakat
untuk memperbaiki rumahnya, sehingga kondisi rumah sekarng mengalami peningkatan yang lebih baik.
b. Prasarana Lingkungan Permukiman