makna sebagaimana mereka berperan serta dalam peningkatan cara dalam pengundang-undangan kembali dari praktek matematika yang sudah ada’. Yang
menurut Cobb, Yackel, McClain dalam Anghileri 2006: 1, mathematics teaching is informed by the social constructivist paradigm for
the teaching–learning process in which ‘students actively construct meaning as they participate in increasingly substantial ways in the re-enactment of
established mathematical practices’ Dari uraian tersebut pembelajaran matematika dimaknai sebagai
upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat,
dan kebutuhan untuk menyelesaikan masalah tentang ilmu bilangan-bilangan.
2.2 Pembentukan Karakter
2.2.1. Karakter
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementerian Pendidikan Nasional, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Menurut Hasan 2010: 3, karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan
virtues yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang
lain. Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi karakter. Karakter dipengaruhi hereditas, tak jarang sifat anak tidak jauh dari perilaku orangua.
Tetapi selain hereditas, faktor lingkungan jauh lebih berpengaruh terhadap terbentuknya karakter seseorang. Berdasar hal tersebut, karakter dapat dimaknai
sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya
dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari Samani, 2011: 43.
2.2.2. Pendidikan Karakter
Definisi pendidikan karakter yang dimuat dalam Funderstanding yang dikutip
oleh Samani
2011, Departemen
Pendidikan Amerika
Serikat mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut: “Pendidikan karakter
mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan berbuat yang dapat membantu orang-orang hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, sahabat, tetangga,
masyarakat, dan bangsa.” Menjelaskan pengertian tersebut dalam brosur Pendidikan Karakter Character Education brochure dinyatakan bahwa:
“Pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang memberdayakan peserta didik dan orang dewasa di dalam komuniatas sekolah untuk memahami,
peduli tentang, dan berbuat berdasarkan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebajikan
warga civic
virtue dan
kewarganegaraan citizenship,
dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.”
Sementara itu menurut Ali Ibrahim Akbar Kemendiknas, 2010, praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorentasi pada pendidikan berbasis
hard skill keterampilan teknis yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quotient IQ, namun kurang mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang
dalam emotional intelligence EQ, dan spiritual intelligence SQ. Sekarang pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill interaksi sosial
sebab ini sangat penting dalam pembentukan karakter anak bangsa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat. Oleh karena itu karakter peserta didik juga harus dibentuk sedemikian rupa sehingga muncul karakter mulia melalui suatu pendidikan
karakter. Pendidikan karakter menurut T. Ramli 2003 dalam Kemendiknas 2010:
8, memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak, yang bertujuan membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat. Menurut David Elkind Freddy Sweet Ph.D. Kemendiknas, 2010: 9,
pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut:
character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the
kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right,
and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within.
Pendidikan karakter merupakan segala sesuatu hal positif yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik Samani, 2011. Guru
membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi,
bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Pendidikan karakter baru akan efektif jika tidak hanya peserta didik, tetapi juga para guru, kepala
sekolah dan tenaga non-pendidik di sekolah semua harus terlibat dalam penanaman nilai pendidikan karakter.
Pembentukan karakter secara psikologis dan sosial kultural, berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas, individu merupakan fungsi dari
seluruh potensi individu manusia kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik dalam konteks interaksi sosial kultural dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat
dan berlangsung sepanjang hayat Hasan, 2010: 7-8. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter
bangsa diidentifikasi dari empat sumber yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional Hasan, 2010: 7-8. Menurut Kemendiknas 2011
berikut contoh nilai karakter yang dapat dijadikan sebagai nilai-nilai utama yang diambil dari butir-butir SKL dan mata pelajaran SMP yang ditargetkan untuk
diinternalisasi siswa:
1. Kereligiusan
2. Kejujuran
3. Kecerdasan
4. Tanggung jawab
5. Kebersihan dan kesehatan
6. Kedisiplinan
7. Tolong-menolong
8. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
9. Kesantunan
10. Ketangguhan
11. Kedemokratisan
12. Kemandirian
13. Keberanian mengambil risiko
14. Berorientasi pada tindakan
15. Berjiwa kepemimpinan
16. Kerja keras
17. Percaya diri
18. Keingintahuan
19. Cinta ilmu
20. Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
21. Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial
22. Menghargai karya dan prestasi orang lain
23. Kepedulian terhadap lingkungan
24. Nasionalisme
25. Menghargai keberagaman
Salah satu karakter siswa yang wajib dibentuk adalah kemandirian. Kemandiran didefinisikan sebagai sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas Hasan, 2010: 7. Bagi siswa SMK, kemandirian menjadi dasar untuk menghadapi dunia kerja
setelah mereka lulus SMK. Jika kemandirian sudah tertanam pada diri siswa, mereka lebih siap untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri tanpa bergantung
pada orang lain.
2.2.3. Pengintegrasian Pendidikan Karakter pada Pembelajaran