4.5. Struktur Sosial Budaya Masyarakat Perkebunan
Secara umum dapat dibedakan dua tipe tatanan sosial di Desa Buluh Cina. Dusun yang penduduknya dominan Suku Jawa beragama Islam, sistem
kekerabatan Jawa dan dusun yang penduduknya dominan Batak dengan sistem kekerabatan Batak, beragama Kristen. Interaksi sosial antar etnis yang berbeda
sangat terbatas, karena pemukiman mereka yang berjauhan. Etnis Jawa, lebih tergantung pada perke bunan, karena terkait dengan sejarah kehadiran mereka
sebagai kuli kontrak yang didatangkan dari Jawa untuk bekerja di perkebunan. Berbeda dengan etnis Batak, yang datang setelah perkebunan berkembang,
sehingga tidak terlalu tergantung dengan perkebunan. Mereka datang ke Buluh Cina untuk bekerja sebagai petani.
Sistem kekerabatan yang berlaku pada masyarakat Jawa yang berada di desa Buluh Cina adalah sistem kekerabatan secara bilateral, artinya semua anak
yang lahir baik laki-laki maupun perempuan mengikuti garis keturunan ayah atau ibu. Mereka mengenal adat menetap sesudah menikah secara verilokal dan
patrilokal, artinya adat menetap sesudah menikah yang menetapkan atau mengharuskan setiap pengantin baru tinggal secara menetap di sekitar tempat
kediaman ka um kerabat laki-laki. Selain itu, sistem kekerabatan di daerah ini dikenal juga sistem menetap sesudah menikah verilokal, artinya adat menetap
sesudah menikah yang menentukan bahwa pengantin baru harus tinggal secara berganti-ganti, yaitu pada suatu masa tertentu tinggal di sekitar rumah kaum
kerabat suami dan pada masa yang lain tinggal di kediaman kaum kerabat istri. Sehubungan dengan prinsip bilateral yang mereka anut, maka salah satu
tujuan perkawinan bagi mereka adalah sebagai alat untuk meneruskan cikal bakal keturunan yang tidak terlalu membeda -bedakan anak laki-laki atau perempuan.
Sistem bilateral ini merupakan kebalikan dari sistem patrilineal yang dipakai oleh etnik Batak yang mendambakan kelahiran anak laki-laki. Namun, kebiasaan
keluarga bur uh tembakau selalu mendambakan kelahiran anak laki-laki, karena bagi keluarga buruh, fungsi anak laki-laki sangat luas, misalnya anak laki-laki
dapat membantu pekerjaan di kebun. Selain itu, fungsi anak laki-laki juga sebagai penerus keturunan keluarga, dan akan membantu serta membiayai hidup orang
tuanya setelah lanjut usia.
Berhubungan dengan itu, adat sopan santun yang berlaku bagi masyarakat di desa Buluh Cina meliputi berbagai aspek pergaulan yang dijabarkan dengan
hubungan kekerabatan antara sesamanya. Anak-anak diarahkan dan diwajibkan untuk menghormati dan mematuhi orangtuanya. Untuk melaksanakan kewajiban
ini anak-anak selalu dibimbing agar tidak berlaku sembarangan terhadap orangtuanya. Panggilan kepada orang tua perempuan adalah mbok atau ibu.
Sementara panggilan untuk orang tua laki-laki adalah ayah, bapak, dan panggilan untuk sesama saudara yaitu mas, abang dan lain sebagainya.
Masyarakat buruh kebun di Buluh Cina kerap juga menyelenggarakan kegiatan adat yang berkaitan dengan penandaan pergantian dalam daur hidup
seperti kelahiran, khitanan, dan perkawinan. Acara kelahiran anak kenduri berupa acara selamatan yang dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur dan do’a
untuk keselamatan anak yang baru lahir dalam keluarganya. Hal ini menunjukkan nila i anak bagi keluarga buruh sangat penting dimana sejak kecil telah
memberikan pengeluaran dengan membuat acara selamatan. Pada upacara dan tradisi tersebut, mereka menyelenggarakan pesta dengan
mengundang kerabat dan tetangga. Tradisi ini dilakukan dengan cara mengundang langsung kerabat dan tetangga, sementara untuk pihak lain yang dianggap lebih
dekat dan lebih dihormati dilakukan dengan cara mengirimkan punjangan yaitu berupa makanan dalam rantang yang diantar sendiri oleh tuan rumah. Bagi
masyarakat setempat, undangan yang dilakukan dengan cara ini sudah sama -sama dimaklumi, yakni merupakan keharusan untuk memberikan kado, biasanya berupa
uang dengan jumlah yang lebih besar atau setara dengan yang mereka terima. Sementara itu, penduduk yang tidak menerima punjangan, ketika menghadiri
acara pernikahan ataupun sunatan mereka memberikan amplop yang berisi sejumlah uang ketika bersalaman dengan tuan rumah. Biasanya para buruh
memberikan uang minimal Rp. 10.000,-. Jika masih kerabat dekat memberi uang lebih besar sekitar Rp. 20.000,- ditambah dengan barang kebutuhan dapur seperti
mie, gula, teh dan garam. Acara dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu, karena pada hari-hari tersebut penduduk banyak memiliki waktu kosong.
Keluarga yang berasal dari golongan mandor, staf perkebunan dan buruh tetap tembakau dalam acara pernikahan atau sunatan kerap membuat hiburan
dengan mengundang pemain keybord dan beberapa penyanyi. Hal ini sangat diminati oleh masyarakat setempat terutama dari kalangan anak-anak dan usia
remaja, karena mereka bisa mendapatkan hiburan. Selain itu, bagi para pemuda, acara keyboard dangdut dijadikan sebagai ajang pencarian jodoh. Berdasarkan
pengamatan seorang Ustadz di desa ini, kemunculan keyboard dangdut mempengaruhi terhadap semakin meningkatnya kenakalan remaja. Indikatornya
dapat diamati dari kasus remaja yang menikah pada usia dini akibat kecelakaan atau pergaulan bebas. Pada saat pengumpulan data dilakukan, muncul satu kasus
seorang siswa SLTP yang terpaksa dikawinkan oleh orang tuannya, karena anak tersebut hamil. Kasus ini merupakan gambaran bahwa di desa Buluh Cina
pernikahan pada usia muda masih terus berkembang hingga saat ini. Umumnya, perkawinan pada usia muda memiliki pendidikan rendah yang
secara langsung berpengaruh pada kualitas keturunannya. Hal ini dapat diamati dari kualitas kesehatan anak yang rendah dan angka kematian bayi yang tinggi.
Rendahnya tingkat pengetahuan sang ibu untuk merawat anak juga ditunjang lemahnya pelayanan kesehatan, jika pun tersedia tetapi mahal terutama bagi
keluarga usia muda yang belum memiliki pekerjaan dan pendapatan tetap. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila keluarga usia dini terus berlanjut. Salah
satu yang tidak bisa terelakkan adalah anak-anak rentan menjadi pekerja anak, sehingga akan mereproduksi munculnya generasi buruh di perkebunan.
4.6. Gambaran Pasar Tenaga Kerja 4.6.1. Permintaan Tenaga Kerja