Ikhtisar SOSIALISASI NILAI KERJA DAN DINAMIKA PEKERJA ANAK DI PERKEBUNAN TEMBAKAU

anak-anak dianggap layak untuk menjadi penerus orang tua bekerja di kebun. Proses ini berlangsung sampai anak-anak memasuki usia dewasa dimana mereka berhasil menjadi buruh tetap atau sebagai pekerja harian lepas menggantikan orang tuanya. Kondisi yang dihadapi oleh rumahtangga buruh tembakau ini makin memperbesar keinginan mereka untuk tetap bertahan pada pasar tenaga kerja yang ada di perkebunan. Kemiskinan diturunkan dari generasi ke generasi, anak-anak buruh mewarisi keadaan orang tuanya. Kombinasi penguasaan tenaga kerja dengan melibatkan anak-anak dilakukan sedemikian rupa semata -mata untuk dapat bertahan hidup, karena penghasilan keluarga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal subsisten. Adanya ketergantungan keluarga buruh terhadap perkebunan menyebabkan buruh selalu berusaha menjaga hubungan dengan perusahaan. Hubungan ini akan menjamin akses ekonomi keluarga. Salah satu bentuk usaha menjaga hubungan itu adalah melibatkan anak dalam proses produksi perkebunan dan diharapkan akan terus menjadi generasi buruh.

6.4. Ikhtisar

Rumahtangga buruh perkebunan tembakau Deli mensosialisasikan nilai- nilai kerja buruh kepada anak-anak sejak usia dini. Bagi si anak, sosialisasi ini penting se bagai modal untuk masa depannya , sementara orang tua sebagai ajang untuk mendidik anak agar terbiasa melakukan dan mengelola tanaman tembakau. Dengan membawa anak-anak sejak kecil bekerja di kebun, maka lama kelamaan mereka akan terbiasa dengan pekerjaan tersebut dan bila sudah dewasa mereka dapat mewarisi pekerjaan sebagai buruh tembakau. Proses sosialisasi nilai kerja yang dilakukan rumahtangga buruh berkaitan dengan perbedaan aspek kepemilikan tanah. Bagi keluarga buruh yang belum memiliki tanah sebagai asset keluarga, sosialisasi nilai kerja dilakukan sangat ketat dan memaksa agar anak-anak sejak kecil sudah terlibat bekerja di kebun tembakau. Berbeda dengan tipe keluarga yang memiliki tanah, sejak kecil anak- anak diajak membantu bekerja di kebun tembakau untuk mensosialisasikan nila i- nilai kerja buruh dan mensosialisasikan nilai-nilai kerja sektor pertanian, seperti cara-cara bertanam padi dan holtikultura. Tabel 10. Proses Sosialisasi Pekerjaan Terhadap Anak Laki-laki dan Perempuan di Desa Buluh Cina, Tahun 2005 Jenis Pekerjaan Pihak sosialisasi BapakIbu Anak Laki-laki Sejak Umur Anak Perempuan Sejak Umur A. Produktif di kebungudang 1. Penyiapan Lahan - membuka lahan - membuat bedenganparet - Ngayap 2. Penanaman - pemupukan - Melubang - Menanam - Mengangkut menyiram 3. Pemeliharaan - Penyiraman - Tutup kaki - Mencari ulat - Menyemprot hama - Menyiangi 4. Panen - Pemetikan - Pengangkutan ke bangsal - Penyucukan 5. Sortir Bapak Bapak Bapakibu Bapakibu Bapak BapakIbu Bapak Bapak Bapak Ibu BapakIbu BapakIbu Bapakibu Ibu Ibu √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - 8 th 15 th 7 th 10 th 7 th 6 th 6 th 10 th 13 th 12 th 15 th 10 th 10 th √ √ √ √ √ √ √ 10 th 8 th 6 th 10 th 10 th 9 th 10 th B. Produktif di sawahladang dan peternakan 1. cangkol tanah 2. Nanam padi 3. Menyermprot hama 4. Panen padi dan sayuran 5. mengembala kambing Bapak BapakIbu Bapak BapakIbu Bapak √ √ √ √ √ 10 th 10 th 15 th 10 th 7 th √ √ 10 th 10 th C. Reproduktif : Kerja Rumahtanga 1. mencuci baju 2. mencuci piring 3. memasak nas i 4. menggosok 5. bersihkan rumah 6. memperbaiki atap yang bocor 7. membersihkan halaman √ √ 15 th 8 th √ √ √ √ √ 12 th 7 th 10 th 12 th 7 th D. Sosial : Kerja Sosial 1. Gotong Royong d esa 2. Ronda √ √ 15 th 15 th Sumber : Data Primer, 2005 Perbandingan antara proses sosialisasi anak yang bekerja berdasarkan tipologi rumahtangga buruh perkebunan dapat dilihat pada tabel 10. Pertama, sosialisasi nilai kerja antara anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang disesuaikan dengan bentuk pekerjaan. Hal ini menunjukkan sejak kecil anak- anak sudah mendapat pemahaman perbedaan pekerjaan secara seksual. Kedua, Pelibatan anak-anak bekerja baik anak laki-laki maupun anak-anak perempuan dilakukan sejak mereka berusia enam tahun dan pihak yang memberikan sosialisasi disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan yang berciri khas keibuaan dilakukan oleh istri, sebaliknya pekerjaan yang bercirikhas laki-laki dilakukan oleh suami atau saudara kandung abang, paman, kakek dan sebagainya. Ketiga, jenis pekerjaan yang dilakukan anak-anak sesuai dengan perbedaan gender. Anak laki-laki banyak terlibat pada pekerjaan produktif di luar rumah, sementara anak perempuan di dalam rumah sebagai tenaga reproduktif. Proses sosialisasi nilai ker ja antara laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak banyak perbedaan. Namun, sosialisasi pekerjaan terkait dengan proses produksi tanaman tembakau, sehingga sosialisasi pekerjaan dilakukan berdasarkan perbedaan gender. Setidaknya, proses sosialisasi pekerjaan dapat dibagi ke dalam tiga. Pertama, produksi di kebun, anak-anak laki-laki yang lebih banyak dilibatkan. Kedua, produksi di gudang, anak-anak perempuan keterlibatan anak perempuan lebih intens, dan Ketiga, pekerjaan yang tidak berhubungan secara produktif, tetapi bekerja di dalam rumah dan juga dilibatkan pada pekerjaan di lingkungan komunitas. Munculnya peluang-peluang kerja di luar perkebunan mempengaruhi terhadap perubahan nilai kerja buruh. Sosialisasi nilai kerja yang dilakukan keluarga buruh tidak lagi terfokus pada perkebunan semata, akan te tapi disesuaikan dengan keinginan anak-anak untuk bekerja di luar perkebunan. Bahkan untuk kasus anak-anak yang dianggap memiliki kecakapan dalam pendidikannya mereka di dorong untuk dapat keluar dari sektor ini dengan menyekolahkan ke luar desa. Hal ini merupakan antisipasi atas ketidakpastian lapangan pekerjaan di perkebunan. Tindakan rumahtangga buruh perkebunan seperti ini adalah tindakan rasional, artinya pekerjaan yang dilakukan sangat dibutuhkan untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan sebagai bagian dari strategi bertahan hidup rumahtangga di tengah keterdesakan kemorosotan perkebunan tembakau Deli. Mengacu kepada pendapat Parsons 1956 merupakan tindakan yang diharapkan secara fungsional untuk mencapai keseimbangan keluarga. Dan bila mengacu kepada teori tindakan sosial Weber Jhonson, 1991 maka apa yang dilakukan rumahtangga buruh termasuk dalam tindakan rasional yang masih tradisional. Tahapan proses sosialisasi nilai kerja yang dilakukan rumahtangga buruh baik tipologi yang belum memiliki tanah maupun pemilik tanah dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pada Keluarga Buruh Tembakau Deli di Desa Buluh Cina, Tahun 2005 No Tahap proses sosialisasi Tujuan Sosialisasi 1. Tahap bermain Pengenalan Pengenalan awal tempat-tempat kerja. Membawa anak bermain ke kebun dan bangsal dan membimbing anak untuk mengerjakan pekerjaan ringan. 2. Tahap Seleksi pemilihan Memisahkan anak berdasarkan kecocokan di dalam kebun atau ke luar kebun. Mengikutsertakan dalam pekerjaan 3. Tahap Orientasi Pembelajaran Memberikan penanaman nilai- nilai kerja perkebunan secara lebih mendalam kepada anak- anak yang cocok untuk jadi buruh dan menyekolahkan anak yang dianggap pintar sekaligus mendorongnya untuk bekerja di luar. Mengajari dan membimbing anak untuk bekerja. 4. Tahap Pemantapan Memutuskan anak untuk menjadi pekerja dengan cara memberikan nilai-nilai kerja secara intensif dan membawa bekerja dengan waktu yang lebih banyak. Menjadikan anak sebagai buruh. Sumber : Data Primer, 20005 .

VIII. RESPON PEKERJA ANAK TERHADAP SOSIALISASI NILAI KERJA

Bab sebelumnya telah menguraikan pentingnya peran pekerja anak dalam ekonomi keluarga . Peranan pekerja anak diaktualisasikan melalui pelibatan tenaga kerja anak untuk membantu orang tua di kebun tembakau dan pekerjaan di rumah. Untuk mempertahankan peran anak tersebut, sejak kecil anak-anak telah mendapat sosialisasi nilai kerja dari orang tua. Sosialisasi anak bekerja sedini mungkin juga berkaitan dengan keinginan orang tua untuk memperoleh fas ilitas yang disediakan pihak perkebunan. Bahkan dalam jangka panjang orang tua memiliki harapan akan mendapatkan pembagian jatah tanah dari pemerintah ketika masa HGU perkebunan habis. Peluang mendapatkan tanah itu sebagian diperlihatkan dalam bentuk pilihan sikap untuk tetap bertahan dan bekerja sebagai buruh. Sementara itu, anak-anak terus mendapatkan sosialisasi nilai kerja baik melalui nasehat maupun pelibatan anak bekerja, bahkan tidak jarang orang tua melakukan pemaksaan bila anak menolak permintaan orang tua. Perubahan lingkungan perkebunan dengan menurunnya produktivitas tembakau Deli berpengaruh terhadap keterbatasan daya tampung tenaga kerja pada masa yang akan datang. Di sisi lain, terbukanya lapangan pekerjaan di luar perkebunan yang didukung oleh semakin lancarnya transportasi ke desa Buluh Cina. Perubahan-perubahan tersebut ternyata berpengaruh terhadap respon yang diberikan anak terhadap harapan dan keinginan orang tua agar anak-anak mereka dapat mengikuti dan meneruskan pekerjaan sebagai buruh di perkebunan tembakau Deli. Pada penelitian ini terungkap dua respon pekerja anak. Pertama, penolakan anak terhadap sosialisasi nilai kerja. Kedua, penerimaan anak terhadap sosialisasi nilai kerja. Bab ini secara khusus akan menggambarkan bagaimana res pon pekerja anak terhadap sosialisasi nilai kerja yang dilakukan keluarga dan sebelumnya akan ditelusuri dinamika peranan pekerja anak di perkebunan tembakau berdasarkan periode sejarah perkembangan perkebunan tembakau Deli.