Berdasarkan uraian orientasi nilai budaya buruh perkebunan ini, diperoleh beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya pe mbentukan generasi buruh secara
turun temurun, yaitu : 1 memilih sendiri menyukai, hal ini terkait dengan faktor nilai budaya yang
berkembang di masyarakat perkebunan. Mereka masih menekankan sikap hidup biar susah yang penting ngumpul.
2 tidak memiliki alternatif pilihan terpaksa, keluarga buruh tidak memiliki pilihan pekerjaan lain yang membuat mereka terlepas dari komunitas
perkebunan. 3 tidak mampu mengembangkan pilihan apatis, meskipun belakangan ini ada
beberapa lapangan pekerjaan yang bisa dimasuki, tetapi buruh memiliki sifat yang kurang maju. Mereka merasa tidak akan mampu bekerja di luar
perkebunan, selain karena kurangnya keterampilan yang dimiliki, dan juga rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.
4 lebih memilih tinggal di perkebunan, karena membutuhkan biaya hidup lebih rendah ada subsidi pihak perkebunan, seperti fasilitas perumahan, kesehatan,
upah bulanan, tunjangan bahan pokok dan pensiunan.
5.4. Ikhtisar
Lemahnya posisi buruh selain karena merupakan lapisan terbawah dalam struktur organisasi perkebunan, juga adanya mekanisme kontrol menajemen
perkebunan yang sangat besar kepada mereka. Upah buruh masih rendah, belum disesuaikan dengan ketentuan UMRUMP.
Dalam perkembangannya rumahtangga buruh tembakau Deli terus bergerak, sehingga saat ini ditemukan
dua tipologi rumahtangga, yaitu rumahtangga yang tidak memiliki tanah dan yang memiliki tanah. Kedua tipologi rumahtangga itu dapat mempengaruhi perbedaan
terhadap motivasi dalam pemanfaatan pekerja anak. Posisi buruh masih dipandang sebagai faktor produksi belaka. Terkait dengan situasi dan kondisi tersebut, maka
sebagai salah satu strategi bertahan hidup rumahtangga buruh tembakau Deli memandang bahwa anak merupakan pewaris keluarga yang akan menjamin
keselamatan orang tua. Anak bur uh perkebunan akan menjadi buruh perkebunan sama dengan orang tua dianggap hal yang wajar.
Tabel 7. Tipologi Rumatangga Buruh Tembakau Deli di Desa Buluh Cina Berdasarkan Kepemilikan Tanah dan motivasi mempekerjakan anak,
Tahun 2005
Tipologi Rumahtangga
Faktor memotivasi mempekerjakan
anak Rumatangga
buruh yang tidak memiliki
tanah •
Nilai Anak dalam keluarga
• Tingkat
pendidikan orang tua
• Orientasi nilai
budaya 1. Nilai anak secara ekonomi material:
• Tenaga Kerja Keluarga Produktif terkait dengan
sistem kerja borongan •
Reproduktif, bekerja di dalam rumah White, 1984. •
Nilai psikologis anak, terkait dengan keinginan memperoleh fasilitas yang disediakan perkebunan
perumahan, kesehatan, upah bulanan, dan
sembako 2. Nilai anak secara ekonomi non material :
• nilai sosial anak sebagai pengembangan garis
keturunan
.
• dalam aspek agama, anak dapat mendoakan orang
tua, bila sudah meninggal. - Pendidikan orang tua rendah, makna dan nilai
pekerjaan perkebunan benar, sehingga pelibatan anak dalam ekonomi keluarga tinggi.
- Tidak mampu untuk mengembangkan usaha,
sehingga pekerjaan perkebunan tetap dipertahankan, dan lebih mengarahkan anak-anaknya untuk bekerja
di luar perkebunan. Rumahtangga
pemilik tanah Nilai anak dalam
keluarga
Tingkat pendidikan
Orientasi nilai budaya
1. Nilai anak secara ekonomi material: •
Tenaga Kerja Keluarga Produktif terkait dengan sistem kerja borongan
• Reproduktif, bekerja di dalam rumah White, 1984.
• nilai psikologis anak, terkait dengan keinginan
memperoleh fas ilitas yang disediakan perkebunan perumahan, kesehatan, upah bulanan,
dan sembako
2. Nilai anak secara ekonomi non m aterial : •
nilai sosial anak sebagai pengembangan garis keturunan
.
• dalam aspek agama, anak dapat mendoakan orang
tua, bila sudah meninggal. - Tingkat pendidikan orang tua yang tinggi, tidak
membawa mereka untuk menyekolahkan anaknya lebih tinggi, tetapi tetap mengarahkan anak-anak
untuk bekerja di perkebunan atau di pertanian. - Memiliki keyakinan hasil kerja di perkebunan
sambil mengembangkan usaha dengan bertanam- tanaman holtikultura di tanah yang mereka miliki.
- Keinginan akan datangnya perubahan nasib itu didasarkan atas kearifan buruh yang selalu belajar
dari pengalaman penduduk lokal yang berhasil mendapatkan akses tanah.
Sumber : Data Primer, 2005
Pertama, rumahtangga buruh yang tidak memiliki tanah menganggap bahwa bekerja di perkebunan tembakau Deli sebagai cara hidup dan satu-satunya
sumber matapencaharian. Optimalisasi tenaga kerja pada rumahtangga ini dinilai dari besarnya curahan waktu yang dipergunakan oleh masing-masing anggota
keluarga termasuk tenaga kerja anak. Peranan utama anak dalam ekonomi rumahtangga adalah berkaitan dengan sistem kerja borongan yang diterapkan
pihak perkebunan, dengan demikian penggunaan tenaga dapat dida yagunakan untuk menghindari pemakaian tenaga kerja di luar keluarga yang berkonsekuensi
terhadap pengeluaran. Kedua, rumahtangga buruh perkebunan yang telah memiliki tanah tidak menggantungkan hidup seluruhnya kepada perkebunan.
Namun, karena sistem kerja borongan peranan tenaga kerja anak sangat diperlukan. Tenaga kerja anak tidak hanya diandalkan untuk membantu di kebun
tembakau, akan tetapi juga untuk bekerja di sawahladang. Keluarga buruh tetap menginginkan anaknya meneruskan pekerjaan
sebagai buruh, karena secara ekonomis, bekerja di perkebunan tembakau Deli memberi harapan untuk memperbaiki kehidupan buruh dengan adanya fasilitas
dan tunjangan yang diberikan pihak perkebunan. Tunjangan kesehatan, upah bulanan, dan penyediaan rumah merupakan alasan ya ng mempengaruhi kehidupan
keluarga buruh untuk terus mendorong munculnya generasi buruh di perkebunan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pilihan sendiri menyukai,
karena membutuhkan biaya hidup lebih rendah ada subsidi pihak perkebunan, seperti fasilitas perumahan, kesehatan, upah bulanan, tunjangan bahan pokok dan
pensiunan. Tidak memiliki alternatif pilihan terpaksa, tidak mampu mengembangkan pilihan apatis, merasa tidak akan mampu bekerja di luar
perkebunan karena kurangnya keterampilan yang dimiliki . Keterlibatan pekerja dalam sistem kerja di tembakau dimulai sejak usia
masih 6 tahun. Pekerjaan yang dilakukan disesuaikan dengan gender. Anak laki- laki mengerjakan pekerjaan yang dianggap berat, sementara anak perempuan
bekerja yang sedikit ringan tetapi memerlukan ketelitian yang cermat. Perbedaan pekerjaan yang didasarkan pada gender merupakan taktik perkebunan untuk
mendapatkan tenaga kerja secara turun temurun. Selengkapnya pembagian kerja tembakau dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Pembagian Kerja Tembakau Deli dan Keterlibatan Pekerja Anak di Desa Buluh Cina, Tahun 2005
Dewasa Anak-
P L
P L
Jenis Pekerjaan BT
BHL BT
BHL BD
BD Waktu
No
A. Kebun
1. Penyiapan Lahan
- membuka lahan
- membuat
bedenganparet -
Ngayap √
√ √
√ Jan- Maret
2. Penanaman
- Pemupukan
- M elubang
- Menanam
- Mengangkut dan
menyiram √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
Maret - April
3. Pemeliharaan
- Penyiraman
- Tutup kaki
- Mencari ulat
- Menyemprot hama
- Menyiangi
√ √
√ √
√ √
√ Maret - Mei
4. Panen
- Pemetikan
- Pengangkutan ke
bangsal √
√ √
√ √
√ √
√ Mei- Juli
B. Bangsal Pengeringan
5. - Menyucuk
- M enjerangmengganting - M enggantung
√ √
√ √
√ √
√ Mei - Juli
C. Gudang Pemeraman
6. Sortir
Pengebalan √
√ √
√ Juli
- Desember
Sumber : Data Primer, 2005 Keterangan :
BT : Buruh tetap
BHL : Buruh Harian Lepas
BD : Buruh Domestik
VI. SOSIALISASI NILAI KERJA DAN DINAMIKA PEKERJA ANAK DI PERKEBUNAN TEMBAKAU
Bab ini akan menjelaskan bagaimana rumahtangga buruh perkebunan tembakau Deli membentuk anak-anak menjadi buruh, sehingga keluarga mereka
dapat hidup terus secara bergenerasi di komunitas perkebunan. Pada penelitian ini terungkap bahwa pembentukan generasi buruh dilakukan melalui proses
sosialisasi nilai kerja. Peranan pekerja anak merupakan nilai yang berharga bagi orang tua karena dapat membantu di kebun, mengembala ternak, di rumah untuk
mengasuh adik sekalipun umur mereka masih muda. Keterlibatan anak bekerja dianggap sebagai suatu proses belajar, pendewasaan diri, menumbuhkan rasa
percaya diri, kemandirian anak, dan bagian dari proses pe mbentukan generasi buruh. Berlangsungnya pembentukan generasi buruh juga dipengaruhi oleh daya
tarik perkebunan yang menyediakan beberapa fasilitas kepada buruh, seperti perumahan, kesehatan, dan pensiunan. Fasilitas perumahan memberikan makna
penting bagi orang tua, sehingga fasilitas ini pula menjadi alasan untuk mendidik anak-anak menjadi generasi buruh. Bagian ini beturut-turut akan menjelaskan
sosialiasasi anak-anak pada rumahtangga buruh tembakau Deli, proses sosialisasi nilai pekerjaan dan perubahan sosialisasi nilai kerja. Pembahasan mengacu kepada
dua tipologi rumahtangga buruh pemilik tanah dan yang belum memiliki tanah.
6.1. Sosialisasi Anak Pada Rumahtangga Buruh Tembakau Deli
6.1.1. Tipologi Rumahtangga Buruh yang Tidak Memiliki Tanah
Komunikasi antara orang tua dan anak merupakan salah satu cara dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak, karena melalui komunikasi dengan anak
akan diketahui nilai dan norma mana yang dianggap baik dan tidak baik serta mana yang harus dilakukan atau dihindari. Dalam kehidupan sehari-hari,
rumahtangga buruh tembakau Deli yang tidak memiliki tanah melakukan pendekatan yang berbeda dalam sosialisasi terhadap anak, baik kepada anak kecil
balita, kanak-kanak 6 – 9 tahun, dan kepada anak remaja 10 – 15 tahun. Hubungan ayah dengan anak usia balita le bih akrab apabila dibandingkan dengan
hubungan kepada anak remaja. Hubungan antara ayah dengan anak laki-laki terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting, sementara dalam hal-hal yang