Peranan Anak dalam Ekonomi Keluarga

Sayogyo 1991 menyatakan bahwa strategi yang dilakukan petani dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya dapat dibedakan kepada tiga. Pertama, strategi akumulasi, yang dilakukan petani lapisan atas, sebagai upaya mentransper surplus pertanian untuk membesarkan usaha di luar sektor pertanian. Kedua, strategi konsolidasi, dilakukan petani lapisan menengah, dalam upaya memilih sektor luar pertanian sebagai pengembangan ekonomi. Ketiga, strategi bertahan hidup, yang merupakan strategi petani lapisan bawah, yaitu menunjuk pada pentingnya struktur di luar sektor pertanian sebagai sumber nafkah. Dalam hal ini keluarga buruh perkebunaan tembakau Deli terpaksa melibatkan anak-anak untuk bekerja sebagai strategi bertahan hidup rumahtangga. Strategi bertahan hidup dengan cara melibatkan anak-anak untuk bekerja di perkebunan lebih menegaskan beberapa kondisi tentang bagaimana buruh perkebunan menghadapi perlakuan pihak pengusaha, bagaimana mereka beradaptasi dengan pekerjaan di lingkungan perkebunan, juga dalam konteks bagaimana para buruh mempertahankan kehidupannya secara pribadi dan rumahtangganya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi ini tidak lepas dari konteks pendapat Suhendar dan Winarni 1998 bahwa upaya sebuah keluarga bisa tetap survavive mengamankan seluruh keluarga dan solidaritas komunitas tetap kuat, maka sikap kepatuhan terhadap pengaturan-pengaturan sosial bersama dilembagakan dalam komunitasnya. Dalam kerangka kultural, hal ini tentu saja peranan anak dalam ekonomi keluarga menjadi penting.

2.1.3. Peranan Anak dalam Ekonomi Keluarga

Peranan merupakan aspek dinamis dari status yang diartikan sebagai suatu posisi seseorang dalam suatu kelompok, berisi seperangkat peranan yang memberi batasan-batasan tentang perila ku yang diharapkan dari orang yang menempati status tersebut dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Soekanto 1997, terdapat tiga pengertian peranan role yaitu : 1 peranan meliputi norma -norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat; 2 peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi, dan 3 peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial dalam masyarakat. Peranan seseorang dalam masyarakat diatur oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Di pedesaan masih berlaku norma tradisional yang umumnya mengharapkan peranan anak dalam membantu ekonomi keluarga, bahkan di beberapa komunitas tertentu membantu ekonomi keluarga dianggap sebagai kewajiban seorang anak. Misalnya penelitin Geertz 1983 pada keluarga Jawa anak dianggap sebagai pembantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Status anak bekerja tidak saja mengandung peranan yang mengatur hubungannya dengan orang lain , tetapi juga peranan yang mengatur hubungan dengan keluarganya, khususnya dalam memberi manfaat ekonomi bagi keluarga tersebut. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan peranan anak adalah suatu pola perilaku yang diharapkan dari seorang anak dalam mengambil bagian dari fungsi ekonomi keluarga. Peranan ini ditampilkan melalui alokasi waktu untuk bekerja dalam batas-batas pekerjaan yang dapat diterima keluarganya. Pertanyaan yang muncul kemudiaan adalah mengapa keterlibatan anak dalam pekerjaan berlangsung secara mapan dan menjadi pola yang umum? Hal ini dapat dijelaskan melalui pendekatan struktural fungsional, yang memberi penjelasan bahwa bertahannya suatu praktek atau pola perilaku tertentu dapat dipahami dengan melihat manfaatnya. Merton dalam Johnson 1990 menyatakan bahwa sesuatu tindakan dapat bertahan jika didukung oleh kesadaran bahwa tindakan tersebut lebih memiliki konsekuensi yang memberi manfaat bagi masyarakat. Peranan anak dalam ekonomi keluarga yang berlangsung secara mapan, terus menerus, mengisyaratkan bahwa ada kecenderungan konsekuensi dari penampilan peranan anak tersebut disadari memberi manfaat. Konsekuensi manfaat tersebut dapat membentuk konsepsi yang menjadi keyakinan tentang cita- cita manfaat yang hendak diwujudkan dan memotivasi pemiliknya untuk mempertahankan pola perilaku tersebut. Bertolak dari tinjauan tersebut secara logis dapat dinyatakan bahwa konsepsi orang tua tentang manfaat yang diharapkan dari aktivitas kerja anak, menentukan keberlangsungan peranan anak. Dalam struktur keluarga ada lima fungsi yang harus dijalankan agar kelangsungan hidup keluarga tercapai. Adapun fungsi yang merupakan sub struktur tersebut menurut Levy 1991, sebagaimana dikutip Newman Grauerholz 2002 adalah: 1 diferensiasi peranan; 2 alokasi ekonomi; 3 alokasi integrasi dan ekspresi; 4 alokasi kekuasaan; dan 5 alokasi solidaritas. Pertama, diferensiasi peranan, adalah cara mendudukkan anggota kerabat pada berbagai posisi menurut fungsinya atas pertimbangan perbedaan umur, jenis kelamin, generasi, posisi ekonomi dan dalam pe mbagian kekuasaan. Hal ini diukur dengan curahan tenaga setiap anggota keluarga dalam berbagai pekerjaan produktif atau reproduktif dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan ekonomi keluarga. Konsepsi ini erat hubungannya dengan konsepsi ekonomi rumahtangga yang mencerminkan strategi dasar dari organisasi rumahtangga. Kedua, alokasi ekonomi, adalah usaha-usaha produksi yang dilakukan setiap rumahtangga untuk keperluan konsumsi anggotanya akan barang dan jasa seperti: makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Alokasi ekonomi menunjukkan peranan setiap anggota rumahtangga untuk memperoleh pendapatan dengan cara menghasilkan barang dan jasa. Alokasi ekonomi dalam penelitian ini akan menunjukkan peranan anak dalam meningkatkan pendapatan keluarga . Ketiga, alokasi integrasi dan ekspresi, diartikan sebagai distribusi metode dan teknik sosialisasi, penanaman, dan pemeliharaan nilai, sikap, dan tatacara struktur kekerabatan khusus diantara anggota rumahtangga. Keempat, alokasi solidaritas, memiliki arti distribusi hubungan di antara anggota menurut isi, kekuatan, dan intensitas hubungan. Kelima, alokasi politik, merupakan distribusi kekuasaan atas kegiatan dari berbagai anggota unit kekerabatan. Analisis terhadap proses politik dalam keluarga dibatasi pada bidang-bidang penting yang terkait langsung dengan kebutuhan anak, seperti pendidikan dan kebutuhan fisik anak. Peranan anak dalam keluarga setidaknya dapat diamati dari aspek nilai anak bagi orang tua. Konsep nilai anak untuk pertama sekali dikemukakan oleh Hoffman 1973 yang menyatakan bahwa di dalam keluarga lapisan bawah di pedesaan dalam rangka bertahan atau memperbaiki kehidupannya, maka timbul suatu budaya yang diturunkan secara turun temurun, yaitu mengenai nilai anak. Lebih lanjut Hoffman 1973 menyatakan nilai anak berkaitan dengan fungsi anak terhadap orang tua atau kebutuhan-kebutuhan orang tua yang dipenuhinya. Nilai- nilai tertentu seperti yang tercermin dalam berbagai kebutuhan psikologis tertentu, juga nilai-nilai ini terkait pada struktur sosial dan dipengaruhi oleh perbedaan budaya dan perubahan sosial. Nilai anak ini dapat diperoleh melalui keluarga dan juga dapat diperoleh melalui cara -cara yang lain. Berdasarkan hasil penelitian Hoffman 1973 di beberapa negara, nilai anak dapat di rumuskan menjadi sembilan kategori. Dari kesembilan kategori nilai anak tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi tiga dimensi utama nilai anak, yaitu; 1 nilai psikologis anak, 2. nilai ekonomi anak, dan 3. nilai sosial anak. Pertama, nilai psikologis, berkaitan dengan nilai anak yang diharapkan dapat memberi kebahagian, rasa aman, kepuasan, cinta dan persahabatan. Kedua, nilai ekonomi, berkaitan dengan peranan anak dalam memberikan bantuan yang bernilai ekonomi berupa bantuan tenaga kerja. Ketiga, nilai sosial, berkaitan dengan peranan anak dalam menggantikan kewajiban orang tua dalam hidupnya sebagai anggota masyarakat. Suleeman 1999, menunjukkan bahwa bantuan yang diberikan anak perempuan lebih banyak daripada bantuan anak laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, adanya kepercayaan bahwa anak perempuan secara alamiah mempunyai sifat merawat yang tercermin dari tugas perempuan dalam keluarga mengasuh adik sebelum menikah, setelah menikah merawat anak dan melayani suami, serta merawat orangtua . Kedua, perempuan biasanya tidak mencari nafkah, sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk merawat orangtua. Berbeda dengan pendapat Suharto et al. 1990 yang mengungkapkan bahwa peranan anak laki-laki lebih mempunyai nilai positif dan lebih tinggi dibanding anak perempuan karena; 1 bantuan praktis dan keuangan; 2 jaminan hari tua; 3 melanjutkan keluarga; 4 persahabatan; dan 5 kewajiban sosial. Berkaitan dengan nilai anak, Sugito 1979 mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan orang tua terhadap anak dapat dilihat dari keuntungan kehadiran anak dalam keluarga yaitu dari segi kepaduan keluarga berupa kemajuan hubungan antara sua mi dan isteri dan kontinuitas garis keturunan. Dalam penelitiannya pada masyarakat petani di Jawa, Sugito juga mengemukakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian para petani lapisan bawah yang umumnya berpenghasilan rendah, cenderung menempuh cara penambahan tenaga kerja keluarga, diantaranya tenaga anak-anak. Kajian mengenai nilai anak dilakukan juga oleh White 1984 pada masyarakat pedesaan di Jawa. White mengemukakan bahwa anak tidak saja penting sebagai sumber tenaga produktif dalam ekonomi material saja, dimana anak menunjukkan peran yang sangat nyata dalam ekonomi rumahtangga, tetapi juga mempunyai nilai non material seperti menolong orang tua, menjaga harta keluarga maupun sebagai sumber keselamatan bagi orang tua pada usia lanjut. Hal ini menjadi sangat penting, khususnya di pedesaan Jawa, dimana hampir se mua orang tua yang telah melampaui usia produktif dipelihara oleh anak-anak mereka.

2.1.4. Konsep Nilai Kerja dan Pola Budaya Buruh Perkebunan