Alur Pemikiran PENDEKATAN TEORITIS

dan harus dilestarikan. Pola pendidikan yang diterapkan kepada anaknya, sama dengan pola yang mereka terima dahulu. Penelitian Fisher dan Miller 1984 sebagaimana dikutif Soe’oed 1999 membuktikan bahwa orang tua dengan tin gkat pendidikan dan keterampilan rendah akan menciptakan anak-anak dengan tingkat pendidikan yang hampir sama rendahnya. Siswa berprestasi rendah biasanya berasal dari kalangan keluarga pekerja. Geertz 1983 menyatakan bahwa sosialisasi nilai kerja pada anak-anak merupakan bagian dari kepatuhan terhadap tatakrama budaya. Hal ini dikemukakannya dalam penelitiannya pada keluarga Jawa, misalnya memperlihatkan sejak kecil anak-anak sudah dilibatkan bekerja baik di sektor domestik maupun sektor publik. Bagi keluarga Jawa anak bekerja dalam usia yang muda dianggap bernilai positif karena merupakan proses sosialisasi dalam mempersiapkan anak untuk dapat melakukan tugas-tugas tertentu ketika anak sudah dewasa. Awalnya anak bekerja dimaksudkan untuk melatih dan mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi dunia pekerjaan dan sebagai tanggung jawab dalam mematuhi perintah orang tua, akan tetapi anak-anak terjebak dan memiliki keinginan untuk tetap bekerja. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses sosialisasi dipengaruhi oleh sikap dan kepemimpinan orang tua, strata atau posisi dan status sosial keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan kepatuhan terhadap tatakrama budaya.

2.2. Alur Pemikiran

Masyarakat perkebunan mencerminkan suatu komunitas yang tersendiri dan terpisah dari komunitas sekelilingnya. Kehidupan buruh diperuntukkan dari dan untuk kebun, karena itu regenerasi orang kebun berlangsung alamiah, mereka lahir, tumbuh dan berkembang hingga dewasa dan meninggal di lingkungan perkebunan. Keadaan ini disebabkan sistem penguasaan lahan dan kepemilikan asset produksi, serta terbatasnya akses buruh terhadap pendidikan dan fasilitas perumahan. Sementara itu, mobilitas vertikal yang terwujud dari peningkatan posisi pekerjaan tidak pernah terjadi, meskipun ada jumlahnya sangat terbatas. Posisi buruh akan disandang selamanya sampai mereka meninggal, sehingga sebagian besar rumahtangga buruh perkebunan tidak dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Bahkan, ruma htangga mereka masih tergolong miskin. Kemiskinan rumahtangga buruh perkebunan dapat diamati dari strategi bertahan hidup buruh yang hanya memiliki sasaran minimal untuk bertahan hidup. Rumahtangga buruh perkebunan melakukan berbagai strategi bertahan hidup melalui optimalisasi fungsi ekonomi dari anggota rumahtangga dengan melibatkan peranan tenaga kerja anak. Peranan anak dalam ekonomi keluarga dapat berlangsung karena adanya motivasi dari orang tua untuk memperoleh manfaat dari tenaga kerja anak. Peranan anak juga terbentuk karena dipengaruhi oleh adanya nilai anak yang diyakini orang tua, yaitu: nilai psikologis anak, nilai ekonomi anak, dan nilai sosial anak Hoffman, 1973. Tingkat pendidikan orang tua dan or ientasi nilai serta ketergantungan buruh terhadap perkebunan. Untuk mempertahankan adanya generasi buruh anak, rumahtangga buruh tembakau melakukan sosialisasi nilai kerja buruh perkebunan dengan cara memperkenalkan dan melibatkan anak-anak bekerja di perkebunan sejak usia mereka masih kecil. Sosialisasi nilai kerja terhadap anak penting dilakukan agar memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai dan norma masyarakat perkebunan. Dengan demikian anak-anak dapat bekerja sebagai buruh tembakau sesuai dengan pekerjaan orang tua mereka sebelumnya. Lingkungan perkebunan yang sebelumnya didominasi oleh kepentingan perkebunan, saat ini sedang mengalami pergeseran. Ada beberapa hal yang menyebabkan pergeseran diantaranya; terbukanya akses dengan masyarakat luar, adanya pilihan-pilihan pekerjaan non perkebunan dan munculnya rasionalitas buruh. Dalam lingkungan yang sedang berubah, rumahtangga buruh melakukan strategi bertahan hidup dengan cara tidak saja melakukan sosialisasi nilai kerja buruh, tetapi mulai bergeser kepada nilai pendidikan. Keseluruhan strategi ini mengarahkan anak untuk tetap terlibat bekerja, baik di perkebunan untuk menggantikan posisi orang tua maupun pekerjaan di luar perkebunan. Pilihan strategi tersebut terkait dalam kerangka fungsional keluarga sebagai suatu sistem sosial. Terkait dengan sosialisasi nilai kerja, pada kenyataannya pekerja anak memberikan respon dalam bentuk penolakan dan penerimaan. Bentuk respon pekerja anak terbentuk dari penilaian anak-anak tentang nilai kerja perkebunan yang dipersepsikan sebagai pekerjaan yang kotor, jorok dan tidak memberikan masa depan yang lebih baik. Selengkapnya alur pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Bagan Alur Pemikiran 2.3. Hipotesis Pengarah Hipotesis pengarah dibuat sebagai acuan awal untuk mengarahkan penjajakan realita lebih lanjut. Adapun hipotesis pengarahnya adalah : 1. Keluarga sebagai institusi terdekat dan terkuat, bagi anak, kecuali sumber nilai budaya, lingkungan sosial, dan pendidikan anak, memberi kontribusi yang besar dalam membentuk buruh anak di perkebunan tembakau deli. 2. Kualitas hidup dan kemiskinan ekonomi keluarga buruh sebagai akibat dari manajemen kerja dan lingkungan sosial perkebunan dapat menciptakan kelangsungan generasi buruh tembakau Deli. 3. Terbukanya lapangan kerja di luar perkebunan dan merosotnya produksi perkebunan tembakau dapat merubah sosialisasi nilai kerja yang dilakukan orang tua pada keluarga buruh perkebunan tembakau. Strategi Bertahan Hidup Buruh Perkebunan tembakau Deli Sosialisasi nilai kerja dalam keluarga Generasi Buruh perkebunan Respon pekerja anak Struktur dan kultur perkebunan - sistem kerja - upah - fasilitas Kualitas hidup dan kemiskinan Pekerjaan non perkebunan di Desa dan Luar Desa Nilai Pendidikan

2.4. Konsep Kunci