Perikanan Tangkap Kondisi dan Potensi Perikanan
60 Sebaran komoditas hasil tangkapan berbeda-beda untuk setiap kecamatan
Tabel 14. Hal ini terkait dengan kondisi lingkungan perairan dan metode penangkapan yang diterapkan di tiap-tiap wilayah. Hasil tangkapan rata-rata yang
didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Tanjungpandan tahun 2001- 2008 adalah sebesar 23,69 7.962,10 ton. Komposisi jenis ikan yang didaratkan
tersebut terdiri atas jenis ikan pelagis 49,48 dan ikan demersal 50,52. Sisanya didaratkan secara tersebar di seluruh pangkalan pendaratan ikan mulai dari Desa
Sungai Padang, Kecamatan Sijuk di pantai utara hingga ke Desa Tanjung Rusa, Kecamatan Membalong di pantai selatan BPS Belitung 2009a.
Tabel 14 Produksi hasil perikanan tangkap di Kabupaten Belitung tahun 2009
No Kecamatan
Produksi Perikanan Ton Jumlah
Ton Ikan
Udang Rajungan
Teripang Cumi-cumi
1 Membalong
6.003,48 840,48
1.785,72 322,82
8.952,50 2
Tg.pandan 7.029,69
42,75 22,71
75,82 7.170,97
3 Sijuk
7.423,51 32,26
32,26 1.123,10
8.611,13 4
Badau 3.502,45
450,85 837,07
5,90 258,64
5.054,91 5
Selat Nasik 12.262,88
181,14 161,10 12.605,12
Jumlah 36.222,01
1.366,34 2.677,76
187,04 1.941,48 42.394,63
Sumber : Laporan Tahunan DKP Belitung 2010 Produksi rata-rata hasil tangkapan ikan laut di Kabupaten Belitung dalam 6
tahun terakhir 2004-2009 adalah 41.947,10 ton. Nilai produksi tertinggi dicapai pada tahun 2005 dengan jumlah 47.344,03
ton, sedangkan pada tahun 2006 produksi mencapai angka terendah sebesar 39.317,78 ton Gambar 10.
Gambar 10 Produksi perikanan Kabupaten Belitung tahun 2004-2009 Ton.
40.401,21 47.340,78
39.311,47 40.407,41 41.827,10 42.394,63
5.000 10.000
15.000 20.000
25.000 30.000
35.000 40.000
45.000 50.000
2004 2005
2006 2007
2008 2009
Sumber : Laporan Tahunan DKP Belitung 2010
61 Produksi perikanan terus meningkat setelah tahun 2005, meskipun jumlah
totalnya tetap dibawah angka tertinggi. Angka pertumbuhan produksi tahun 2007, 2008 dan 2009 berturut-turut adalah 2,79; 3,51 dan 1,36. Produktivitas
perikanan rata-rata selama periode 2004-2009 adalah sebesar 17,12 ton per armada kapal. Jika jumlah produksi dibagi jumlah nelayan maka diperoleh angka
produktivitas tiap nelayan sebesar 4,50 tontahun Tabel 15. Fluktuasi angka produksi yang diikuti oleh fluktuasi produktivitas tiap kapal maupun nelayan
diduga bukan dikarenakan oleh gejala penyusutan sumber daya perikanan atau overfishing seperti pendapat Stobutzki et al. 2006a maupun Widodo dan Suadi
2006, namun dikarenakan tingkat pengelolaan yang relatif tidak mengalami perkembangan. Berdasarkan data jumlah nelayan dan armada penangkap ikan,
diketahui bahwa dalam rentang waktu 2004-2009 kedua parameter tersebut juga tidak banyak mengalami perubahan relatif konstan.
Tabel 15 Produktivitas kapal dan nelayan di Kabupaten Belitung tahun 2004- 2009
Tahun Nelayan
Jiwa Kapal
Penangkap Unit
Produksi Ton
Produktivitas Kapal
TonKapal Produktivitas
Nelayan TonJiwa
2004 9.239
2.502 40.401,21
16,15 4,37
2005 9.295
2.541 47.340,78
18,63 5,09
2006 9.276
2.435 39.311,47
16,14 4,24
2007 9.316
2.154 40.407,41
18,76 4,34
2008 9.365
2.535 41.827,10
16,50 4,47
2009 9.455
2.561 42.394,63
16,55 4,48
Rata-rata 9.324
2.455 41.947,10
17,12 4,50
Sumber : Laporan Tahunan DKP Belitung 2010 Kapal penangkap ikan yang digunakan nelayan dominan berukuran kecil,
dimana 17,06 adalah perahu tanpa motor; 1,06 perahu motor tempel; dan 75,32 merupakan kapal motor berkapasitas kurang dari 5 GT. Kapal motor
yang berukuran 5-10 GT sebanyak 5,97 dan hanya 0,60 berukuran lebih dari 10 GT Tabel 16. Komposisi armada perikanan terbatas seperti ini menurut
Dahuri 2002 menyebabkan kemampuan operasional nelayan hanya di sekitar perairan pantai, sehingga peluang peningkatan produksi juga rendah.
62 Tabel 16 Jenis dan perkembangan kapal penangkap ikan di Kabupaten Belitung
tahun 2004-2009
Tahun Perahu Tak
Bermotor Motor
tempel Kapal Motor
Jumlah Total
5 GT 5-10 GT
10 GT 2004
509 58
1.910 25
- 2.502
2005 498
68 1.945
30 -
2.541 2006
446 5
1.786 198
- 2.435
2007 109
5 1.816
198 26
2.154 2008
475 8
1.813 208
31 2.535
2009 475
12 1.823
220 31
2.561
Sumber : Laporan Tahunan DKP Belitung 2010 Produksi perikanan tangkap selain ditentukan oleh jenis dan jumlah kapal
penangkap ikan, juga sangat ditentukan oleh alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Belitung bervariasi menurut jenis dan
penyebarannya Tabel 17. Tabel 14 dan Tabel 17 menunjukkan keterkaitan antara penyebaran jenis
alat tangkap dengan jenis hasil tangkapan dominan yang diperoleh. Jenis-jenis ikan finfish sebagian besar diperoleh menggunakan alat tangkap pancing, bubu,
dan gillnet hanyut. Udang ditangkap di Kecamatan Membalong menggunakan pukat udang, sedangkan di Badau menggunakan ancau. Rajungan atau kepiting
ditangkap di Kecamatan Membalong menggunakan jaring dan bubu kepiting, sedangkan di Kecamatan Badau ditambah dengan alat tangkap pentor atau
tangkul. Cumi-cumi yang dominan di Kecamatan Sijuk ditangkap menggunakan alat tangkap pancing dan bagan. Khusus teripang tidak dapat dijelaskan
keterkaitan antara penyebaran produksi dengan data alat tangkap yang digunakan. Hal ini dapat dipahami karena teripang dikumpulkan dengan cara memungut
langsung dari perairan menggunakan bantuan alat penyelaman. Hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia PPO LIPI yang dilakukan pada tahun 2004 dan 2005, potensi sumber daya ikan pelagis dan demersal di perairan Kabupaten Belitung adalah sekitar
159.000 tontahun dengan tingkat pemanfaatan oleh nelayan baru mencapai sekitar 25,00. Khusus untuk cumi-cumi tingkat pemanfaatannya sudah
63 mencapai 78,00. Mengacu pada potensi di atas dan rata-rata produksi tahunan
sebesar 41.947,1 tontahun serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 80,00 dari potensi yang ada Dahuri 2002, peluang peningkatan produksi yang
belum termanfaatkan sebesar 85.252,90 ton. Jumlah ini setara dengan 201,09 produksi perikanan aktual tahun 2009.
Tabel 17 Jenis dan penyebaran alat tangkap di Kabupaten Belitung tahun 2009
No Jenis Alat
Tangkap Kecamatan
Jumlah Membalong
Tj.Pandan Badau
Sijuk Selat
Nasik 1
Sodo Sungkur 30
36 40
5 -
111 2
Bubu Ikan 47
1.030 395
270 265
2.007 3
Sero 32
10 75
25 27
169 4
Jaring Kepiting 2.420
95 545
57 90
3.207 5
Tangkul Pentor -
75 478
- -
553 6
Bubu Kepiting 685
248 470
- -
1.403 7
Bagan Tancap 10
- -
12 3
25 8
Bagan Perahu 8
16 3
143 45
215 9
Muroami -
20 -
- -
20 10
Payang -
- -
- 121
121 11
Pukat Tepi 235
40 80
125 95
575 12
Pukat Udang 298
- -
- 28
326 13
Gillnet Hanyut 45
20 -
18 60
143 14
Pancing 2.080
1.770 1.335
2.555 2.860
10.600 15
Ancau -
- 40
55 14
109 16
Lainnya 4.575
3.350 2.554
3.275 3.432
17.186 Total
10.465 6.710
6.015 6.540
7.040 36.770
Sumber : Laporan Tahunan DKP Belitung 2010 Sintesa dari kondisi yang telah dikemukakan di atas adalah bahwa produksi
perikanan tangkap di Kabupaten Belitung sudah mencapai tingkat stabil dengan tingkat pengelolaan yang dilakukan. Indikator produksi dapat dihubungkan
dengan perkembangan jumlah nelayan, kapal penangkap ikan selama tahun 2004- 2009 serta sebaran alat bantu penangkapan yang digunakan. Oleh karena itu,
peningkatkan produksi perikanan sesuai potensi sumber daya perikanan yang tersedia dapat dilakukan dengan meningkatkan faktor-faktor produksinya.
64 Potensi peningkatan produksi akan makin besar jika wilayah pemanfaatan
sumber daya perikanan diperluas hingga mencapai wilayah pengelolaan perikanan Laut Cina Selatan WPP 711. Komoditas yang masih memungkinkan untuk
dimanfaatkan adalah jenis ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan karang dan ikan demersal. Sedangkan untuk jenis udang penaeid, lobster, dan cumi-cumi
telah melampaui nilai ambang yang diperbolehkan Tabel 18. Tabel 18 Perbandingan potensi, produksi dan pemanfaatan sumber daya
perikanan WPP Laut Cina Selatan tahun 1997 dan 2001
Kelompok Sumber Daya
Tahun 1997
2001 Potensi
Produksi Pemanfaatan Potensi
Produksi Pemanfaatan 10
3
tonth 10
3
tonth 10
3
tonth 10
3
tonth
Ikan pelagis besar 54,82
25,42 46,37
66,08 35,16
53,21 Ikan pelagis kecil
506 193,28
38,2 621,5
205,56 33,07
Ikan demersal 655,65
280,63 42,8
334,8 54,69
16,34 Ikan karang
21,57 13,95
64,67 21,57
7,88 36,53
Udang penaeid 11,2
16,45 146,88
10 70,51
100 Lobster
0,4 0,03
7,5 0,4
1,24 100
Cumi-cumi 2,7
2,11 78,15
2,7 4,89
100 Jumlah
1252,34 531,87
42,47 1057,05 379,93
35,94
Sumber : Profil Sumber Daya Kelautan Perairan Laut Cina Selatan Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan FKPPS
Nasional pada Bulan Juli 2010 merumuskan nilai estimasi potensi perikanan tangkap di WPP Laut Cina Selatan. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB
paling tinggi untuk ikan pelagis kecil diikuti oleh ikan demersal, ikan pelagis besar, ikan karang, cumi-cumi, dan lobster Gambar 11.
65
Gambar 11 Estimasi jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB di WPP Laut Cina Selatan Tontahun.
Berdasarkan estimasi tersebut dan tingkat produksi pada tahun 2001 Tabel 18 maupun persentase pemanfaatan tahun 2005 Gambar 12 diketahui bahwa
sebagian komoditas masih dapat ditingkatkan dan sebagian lain sudah melebihi kapasitas yang diperbolehkan Suyarso 2003. Sumber daya yang masih dapat
ditingkatkan penangkapannya adalah ikan pelagis besar, pelagis kecil, ikan demersal, dan ikan karang. Jenis udang penaeid, lobster, dan cumi-cumi sudah
melewati batas jumlah tangkapan yang diperbolehkan bahkan melampaui nilai estimasi produksinya.
Gambar 12 Pemanfaatan kelompok sumber daya di WPP Laut Cina Selatan tahun 2005 .
52.880 497.200
267.840 17.280
9.520 320
2.160
- 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000
Ikan pelagis besar Ikan pelagis kecil
Ikan demersal Ikan karang
Udang penaeid Lobster
Cumi-cumi
53,25 33,07
16,34 36,57
592,44 300,00
181,48
0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 700,00
Ikan pelagis besar Ikan pelagis kecil
Ikan demersal Ikan karang
Udang penaeid Lobster
Cumi-cumi
Sumber : Dirjen Perikanan Tangkap, DKP 2005
66 Untuk dapat turut memanfaatkan sumber daya perikanan yang ada di WPP
Laut Cina Selatan diperlukan peningkatan jumlah dan kemampuan sumber daya manusia serta sarana pendukung yang memadai, baik kapal penangkap maupun
jenis alat tangkapnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat ditempuh melalui pelatihan atau kerja magang. Sarana penunjang berupa kapal penangkap
ikan yang berukuran 5 GT dapat diupayakan melalui investasi pihak swasta, sedangkan prasarana pendukung lain dapat diupayakan pembangunannya melalui
kemitraan pemerintah dengan swasta. Peluang pengembangan penangkapan yang direkomendasikan adalah skala usaha menengah ke bawah dengan alat tangkap
gillnet dan pancing atau hook and line Bappeda Belitung 2005. Long et al. 2008 menyatakan penggunaan alat tangkap longline lebih cocok untuk perairan
Laut Cina Selatan, karena menghasilkan keuntungan yang tinggi. Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat community-based fisheries juga dapat diterapkan
di Kabupaten Belitung, seperti yang dilaksanakan di Malaysia, Vietnam, Kamboja, dan Thailand Nasuchon and Charles 2010.
Kendala kegiatan penangkapan ikan di WPP Laut Cina selatan adalah adanya ancaman dari nelayan asing terutama nelayan Thailand dan Vietnam.
Menurut Long et al. 2008, perairan Laut Cina Selatan diakses oleh nelayan lebih dari sepuluh negara. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan lokal,
nelayan-nelayan asing tersebut menangkap ikan secara illegal menggunakan kapal yang berukuran besar 30 GT dan alat tangkap yang merusak. Umumnya
penangkapan dilakukan secara terorganisir dengan melibatkan banyak kapal dalam setiap operasinya.